eQuator.co.id – Dua warga negara Indonesia (WNI) yang diculik di perairan Sabah, Malaysia pada Sabtu (5/11) kemarin belum diketahui nasibnya. Pemerintah Indonesia sampai saat ini terus melakukan koordinasi dengan Pemerintah Malaysia dan Filipina untuk membawa pulang keduanya dalam keadaan selamat.
Menteri Luar Negeri Retno Marsudi mengatakan bahwa masih minimnya informasi terkain kondisi keduanya dikarenakan belum adanya komunikasi antara pemerintah dengan pihak penculik. Bahkan, dengan bantuan dari pemilik kapal yang dinahkodai oleh keduanya, hasilnya masih nihil.
“Saya bertemu dengan pemilik kapalnya. Bahwa mereka berusaha untuk menghubungi tetapi jaringannya tidak begitu bagus. Tetapi mereka sudah mencoba untuk menghubungi,” kata Retno usai mengikuti rapat koordinasi terbatas di Kantor Kemenkopolhukam, Jakarta Pusat (Jakpus), kemarin (11/11).
Bahkan, Retno juga sempat menemui istri keduanya. Namun kabar kedua WNI yang menjadi nahkoda kapal SSK 00520 F dan SN 1154/4F juga belum jelas. Namun demikian, Retno mengatakan bahwa pihaknya bukannya sama sekali tidak mengetahui apapun soal penyanderaan tersebut.
Menteri kelahiran Semarang, Jawa Tengah (Jateng) tersebut mengatakan bahwa dia sudah mengetahui keberadaan kedua sandera asal Buton, Sulawesi Tenggara (Sulteng) itu. “Dari informasi yang saya dapatkan dari kolega saya di Filipina, keduanya ada di Kepulauan Sulu,” ungkapnya.
Sebagaimana diketahui, Kepulauan Sulu merupakan salah satu wilayah di Filipina Selatan yang dikuasai oleh kelompok bersenjata Abu Sayyaf. Kelompok tersebut juga diketahui telah beberapa kali menculik sejumlah WNI yang menjadi ABK kapal yang melintas di perairan Sabah maupun Filipina.
Retno menjelaskan bahwa Kepulauan Sulu memang tempat yang biasa menjadi tujuan utama untuk menahan para tawanan mereka, baik yang WNI maupun yang non-WNI. Kendati demikian, Retno masih belum mau mengkonfirmasi identitas kelompok yang menculik dua WNI, apakah dari kelompok Abu Sayyaf atau kelompok lainnya.
“Nah itulah, karena komunikasi belum ada maka saya belum dapat memberikan konfirmasi terkait identitas kelompok itu,” ujarnya.
Selain itu, Retno juga mengatakan bahwa pihaknya telah mendesak Malakysia untuk memperkuat keamanan di wilayah perairannya, khususnya di Sabah. Pasalnya, dengan insiden penculikan dua WNI dari atas kapalnya di perairan Sabah kemarin, artinya total 12 WNI telah mengalami penculikan di sana sejak Juni lalu.
Bagi Retno, hal tersebut harus disigapi dengan serius oleh Malaysia maupun Indonesia demi menjaga hubungan baik antara kedua negara sekaligus demi keamanan di kawasan Asean. “Mereka memang berjanji untuk meningkatkan keamanan. Tapi bagaimana caranya, tentu mereka yang memutuskan,” ujarnya.
Selain itu Retno juga menghimbau kepada asosiasi pemilik kapal di Malaysia untuk mempercanggih armadanya dengan memasang alat automatic identification system (AIS).
‘Paling tidak dengan alat itu akan dapat secara cepat mengidentifikasi keberadaan kapal itu di mana. Dan juga kami membahas mengenai seperti tombol yang harus ditekan atau komunikasi apa yang harus dilakukan ketika mereka menghadapi masalah,” terangnya.
Dia juga menambahkan abwha pihaknya mendorong Malaysia mengadakan pembicaraan dengan Filipina terkait dengan keamanan perairan kedua negara, khususnya perairan di wilayah Sabah. “Saya menghimbau agar kiranya masalah keamanan laut ini dibahas oleh kedua negara sebelum kedua negara akan bertemu dalam waktu dekat,” tutur dia.
Sementara itu, Menteri Pertahanan (Menhan) Jenderal TNI (Pur) Rymizard Ryacudu menyatakan sikap yang lebih keras, namun kepada ABK asal Indonesia yang bersikeras mencari ikan di perairan Sabah. Dia mengatakan bahwa ikan di perairan Indonesia masih melimpah sehingga tidak perlu sampai mencari ke perairan wilayah negara lain.
“Saya sudah bilang kalau saya bosan sebenarnya. Sudah saya ingatkan jangan ke situ, jangan ke situ, masih ke situ. Kan dongkol lama-lama. Sekali, dua kali iya, tapi kalau empat, lima kali begitu terus memangnya kerjaan kita nongkrong di situ? Sudah saya ingatkan jangan lagi cari ikan di sana, tempat kita kan yang lain banyak. Kenapa kok di situ sih? Jangan-jangan ada kongkalikong nih,” tandasnya saat ditemui di Kantor Kementerian Pertahanan (Kemhan), kemarin.
Saat ditanya tentang kongkalikong yang baru saja dia katakana, Ryamizard mengatakan bahwa indikasi yang mengarah ke sana bisa jadi benar. Pasalnya, insiden penculikan terhadap WNI di perairan Sabah sudah berulang kali terjadi. Tapi WNI seolah belum kapok untuk berlayar ke sana. “Kan berkali-kali ke sana curiga saya dong. Orang di sana sudah pasti disandera kok ke sana lagi,” tuturnya.
Namun, dia menegaskan pemerintah tidak ingin lepas tangan saat warganya menjadi korban penculikan. Namun dia berharap nelayan Indonesia dapat memahami keadaan yang terjadi di perairan Sabah yang rawan dengan penculikan ABK. “Pemerintah pasti akan membela, tapi dongkol juga. Kalau ada apa-apa pemerintah juga yang menanggung,” tutur dia.
Saat disinggung apa rencana dia ke depan agar penculikan tidak lagi menimpa WANI di sana, Rymizard menjawab sekenanya. “Jewer saja,” cetusnya. (dod)