eQuator.co.id – Mempawah-RK. Pasangan suami-istri (Pasutri) eks Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar) kembali ke Mempawah. Mereka menanyakan nasibnya sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) di jajaran Pemkab Mempawah.
Pasutri Jaka Tri Cahyana, 39, mengaku Dewi Sartika, 38, istrinya seorang bidan bertugas di Desa Bakau Kecil, Mempawah. Jaka dan Dewi mendatangi Dinas Kesehatan (Dinkes) Mempawah, menanyakan status kepegawaiannya, Kamis (28/4) pukul 08.00. Namun kedatangannya diketahui warga. Puluhan warga Mempawah mendatangi Dinas Kesehatan.
“Kedatangan kami ke sini untuk mengurus kepindahan istri saya dari Mempawah ke daerah asal, yaitu Wates, Jogjakarta,” kata Jaka.
Imbuh dia, “Ini salah kami. Semenjak istri saya tidak bekerja beberapa bulan lalu, dia tidak menerima gaji. Itu hukuman, kami terima”.
Dia mengaku, ketika aktif di Gafatar, Jaka bekerja sebagai petani yang membuka lahan seluas 10 hektar di Desa Bakau Besar, Mempawah.
“Saya ingin mengurus status kepegawaian istri saya, semenjak adanya pengembalian warga Gafatar. Saya juga turut pulang, karena khawatir keselamatan. Sejak itulah istri saya tidak masuk kerja,” keluhnya.
Merebak kabar, kepindahan Dewi dari PNS Jogjakarta ke Mempawah, karena dipermudah Sekda Kalbar. Jaka mengatakan proses pemindahan istrinya dari Jawa ke Mempawah memang melalui proses yang benar. Memakan waktu delapan bulan.
“Proses pemindahan istri saya mulai dari BKD Jawa Tengah, hingga BKD Provinsi Kalbar dan sampailah di Mempawah. Jadi tidak benar, jika ada yang bilang dibantu oleh Sekda Provinsi Kalbar. Karena prosesnya saya yang mengurus, dan kami sudah tinggal di Bakau sejak Juli 2014,” ungkap Jaka.
Ungkapan Jaka itu tidak mudah dipercaya warga Mempawah. Mereka geram dan sempat adu argument, bahkan nyaris berujung kericuhan.
Jajaran Polsek Mempawah Hilir mengamankan pasangan tersebut ke markasnya. Tujuannya menghindari kerumunan masyarakat yang semakin ramai. Hingga akhirnya pasangan itu digelandang ke Mapolres Mempawah untuk diamankan.
Kericuhan di Dinas Kesehatan dihadiri tokoh masyarakat seperti Ibnu Al Gazabah, Haryadi M. Nuh serta para pemuda. Mereka memantau gerak-gerik pasangan suami istri tersebut.
Tokoh Masyarakat Mempawah, Haryadi M. Nuh mengaku mewakili masyarakat Mempawah. Dia mempertegas, bahwasanya warga Mempawah bukan anti Jawa.
“Kami tidak anti orang Jawa, itu yang harus digaris bawahi,” tegas Haryadi usai menemui Pasutri yang pernah ikut rombongan Gafatar di Mampawah.
Dikatakannya, dasar pengusiran Gafatar, karena kelompok ini mempunyai misi, diantaranya makar, penyesatan agama dan lain sebagainya.
“Dari situlah kami tidak terima. Siapun warga Gafatar yang ingin kembali ke Mempawah, kita tidak akan terima. Karena kekhawatiran kita, mereka akan membangun jaringan dan masuk kembali ke sini. Itu yang tidak kami inginkan,” ungkapnya.
Haryadi mempertegas, warga tidak akan kompromi, ketika Gafatar kembali ke Mempawah. Apa pun dalilnya, seperti pasang suami istri yang mengurus status kepegawaiannya ini.
“Yang diherankan, dia ingin menuntut haknya sebagai pegawai. Di lain sisi, warga Gafatar sendiri ingin memecah belah negara ini. Kalau ingin menutut hak mereka, tuntutlah dengan Gafatar,” tegasnya.
“Sampai kiamat pun kami tak menerima Gafatar. Karena kami tidak terima paham-paham Gafatar yang sesat dan menyesatkan. Apalagi dibenarkan pemerintah dan Majelis Ulama Indonesia (MUI),” sambung Haryadi.
Kapolres Mempawah, AKBP Suharjimantoro, S.Ik mengatakan, Pasutri eks Gafatar itu tidak bisa menyebutkan, tujuannya datang kembali ke Kota Mempawah.
“Yang jelas kedatangannya masih kita dalami. Apa maksud dan tujuannya. Namun dari penuturannya, dia datang untuk mengurusi kepindahannya sebagai pegawai negeri sipil,” ujar Kapolres.
Jaka dan Dewi sejak 2014 bergabung bersama Gafatar. Januari 2016 lalu, terjadi gejolak di Mempawah, keduanya diungsikan ke Kota Pontianak hingga dipulangkan ke Jawa.
“Keberadaan mereka sudah lama, jauh dari eksodus Gafatar ke Kalbar secara berjamaah,” ungkap Suharjimantoro.
Kapolres Suharjimantoro menyampaikan ucapan terima kasih kepada masyarakat Mempawah. Warga pro aktif menjaga situasi Mempawah, tidak melakukan upaya-upaya di luar ketentuan hukum.
“Jadi kalau ada kejadian-kejadian seperti ini, laporkan ke kita. Ingat, Kota Mempawah adalah kota beradap,” tegasnya.
Waspadai Ajaran Sesat
Kejahatan Narkoba dan aliran radikal seperti ISIS maupun Gafatar, membuat warga resah. Badan Kesbangpolinmas Singkawang mengimbau masyarakat, waspada terhadap ajaran menyimpang.
“Seperti Narkoba, hampir setiap hari kita dengar di media. Kemudian tentang ISIS, dan aliran-aliran radikal lainnya. Itu semua dapat menghancurkan keluarga kita,” ujar Kepala Bidang Perlindungan Masyarakat (Linmas) Kesbangpolinmas Singkawang, Iryani Mas’udi, Kamis (28/4).
Menurutnya, peredaran aliran sesat tidak akan mengibarkan benderanya secara langsung. Aliran itu mengalir ke dalam, seperti api dalam sekam. Contohnya, eks Gafatar di Singkawang. Sudah berapa lama dia di sini. Tahu-tahu sudah tumbuh. “Tanamannya pun sudah hampir berbuah baru ketahuan,” katanya.
Apalagi, kata Iryani, Gafatar berbaur dengan warga. Hanya sikap mereka saja yang berbeda. Menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) sekarang ini, perlu diwaspadai. Bisa saja mereka memanfaatkan kelegalan dan masuk ke Indonesia.
“Bisa saja mereka masuk dan menghancurkan Indonesia melalui kelengahan itu,” ungkap Iryani.
Sesuai dengan ajaran Islam, kata Iryani, bahwa jagalah dirimu dan keluargamu dari segala ancaman marabahaya. “Kita mungkin tidak bisa memberikan nasihat kepada orang banyak. Maka dari itu, cukup memberikan nasihat kepada saudara atau keluarga kita,” ujarnya.
Menurutnya, kapan lagi Indonesia mulai membangun. Jika ceritanya selalu tentang kejahatan, kehancuran dan sebagainya.
Laporan: Ari Sandy, Suhendra
Editor: Hamka Saptono