eQuator.co.id – Pontianak-RK. Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) di Kalimantan Barat yang belum lama ini telah dicairkan ke sekolah-sekolah ternyata menyisakan persoalan. Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Kalbar menilai pemerintah provinsi tidak seharusnya menahan pencairan dan penyaluran triwulan kedua hanya dikarenakan tidak adanya payung hukum yang menaunginya.
“Dalam surat dari Kementerian Dalam Negeri Nomor 420/2711 tanggal 25 Juli 2016 berkenaan dengan penyaluran Dana BOS, Mendagri justru memerintahkan Gubernur segera menyalurkan Dana BOS,” ungkap Kepala Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Kalimantan Barat, Agus Priyadi, kepada wartawan di kantornya, Jumat (29/7).
Ia menjelaskan di dalam angka 2 poin D surat itu juga dijelaskan, langkah menunda penyaluran BOS triwulan kedua senilai Rp 236 miliar itu tidak beralasan. “Dana yang sudah diterima kas daerah itu wajib disalurkan. Jadi bukan karena payung hukumnya tidak ada,” jelasnya.
Lalu, dalam poin selanjutnya di surat itu, Kementerian Dalam Negeri justru meminta pemerintah provinsi segera mencairkan dana BOS ke satuan pendidikan. Dalam surat itupun tidak disebutkan soal petunjuk teknis dalam pengelolaan dana BOS. Kemudian, lanjut Agus, tidak dibenarkan jika alasan penundaan itu dikarenakan belum dilakukannya monitoring dan evaluasi.
Hal ini sebagaimana keterangan yang disampaikan Ditjen Pendidikan Dasar Menengah dalam surat tersebut: tidak terdapat ketentuan yang menyatakan pelaksanaan monitoring dan evaluasi menjadi syarat pencairan dan penyaluran dana BOS.
“Sesuai pertemuan dengan Kejaksaan Tinggi, jika ada dana untuk melakukan Monev silakan lakukan. Dan diperbolehkan menggunakan sistem sampling. Sebaliknya jika tidak ada, monev tetap boleh dilakukan. Karena itu bukan syarat untuk pencairan dana BOS,” beber Agus.
Sementara itu, terkait juknis yang juga dikeluhkan, Agus menilai itu adalah persoalan berbeda. “Tidak mungkin hanya karena persoalan komputer dana Rp 236 miliar ini ditahan. Semua sekolah bisa teriak,” tegasnya.
Kemudian, lanjut dia, evaluasi yang harus dilakukan ialah untuk melihat apakah dana BOS Triwulan ketiga sudah dicairkan. Sebab berdasarkan ketentuannya dana itu harus sudah dicairkan ke satuan pendidikan. “Jika Juknis sudah beres dan Kemendagri beres. Tidak ada alasan apapun menunda pencairan. Termasuk untuk triwulan ketiga dan ini juga jangan menjadi masalah lagi,” pungkasnya.
Sebelumnya, Kepala Dinas Pendidikan Kalbar, Alexius Akim selama ini bukannya pemprov Kalbar menahan dana tersebut, namun pihaknya belum berani menyalurkan BOS, lantaran harus sesuai Permendagri 62/2011. Sementara Permendagri itu sudah dicabut.
“Jadi kita tidak ada payung hukum, tidak berani kita menyalurkannya,” katanya.
Dia mengemukakan, Pemprov Kalbar menemukan sejumlah pasal di Petunjuk Teknis (Juknis) BOS yang harus diubah. Contohnya, setiap pembelian komputer tidak boleh lebih Rp6 Juta per unit dan harus membeli di toko resmi.
“Pertanyaan saya, di 14 kabupaten/kota ini di mana toko resmi. Ini terjebak lagi kita. Artinya yang dibeli sekarang ini melanggar hukum karena tidak membeli di toko resmi,” katanya.
Lalu monitoring evaluasi yang dilaksanakan tiga kali setiap penyaluran pra, saat dan pasca-penyaluran itu kan harus sampai ke lapangan sekolah. “Ini kan tidak mungkin, karena di Kalbar ini ada 22.000 lebih sekolah. Itu baru sekali penyaluran, kalikan empat kali, tidak pulang-pulang orang Dinas Pendidikan kalau melakukan peninjauan dan ini yang kita minta ubah,” tuturnya.
Selain itu, Pemprov Kalbar juga meminta pemerintah pusat tidak perlu mengatur hal-hal teknis seperti. Percayakan saja ke daerah dan sekolah. “Makanya, kita minta agar BOS masuk dalam program strategis nasional, biar ke depan kita bisa lebih aman dalam penggunaannya,” kata Akim.
Laporan: Isfiansyah
Editor: Mohamad iQbaL