Perang candu. Narkoba menjadi alat untuk merusak generasi muda Indonesia, khususnya di Kabupaten Melawi. Polisi mengincar para pengedar maupun bandar, sedangkan pemerintah menyediakan sarana rehabilitasi terhadap pecandu Narkoba.
Dedi Irawan, Nanga Pinoh
eQuator.co.id – Melawi kini memiliki gedung Institusi Penerima Wajib Lapor Rehabilitasi Sosial Berbasis Masyarakat (IPWL-RBM) Kota Juang. Kantor di Jalan Maad Aban, Dusun Istana, Desa Baru, Nanga Pinoh itu diresmikan Kepala Dinas Sosial (Kadinsos), Ramda Suhaimi mewakili Bupati Panji, S.Sos, Senin (30/1).
Peresmian yang dibarengi dengan sosialisasi manfaat RBM tersebut dihadiri Kapolres, Kadinsos, Ketua TP-PKK Melawi beserta anggotanya, Kapolsek Nanga Pinoh serta puluhan tokoh masyarakat.
Ketua Lembaga IPWL-RBM, Marumi mengatakan, sebelum melakukan peresmian dan sosialisasi tentang keberadaan RBM, dia sudah mendapatkan SK Menteri Sosial pada 2016 lalu. Saat ini IPWL-RBM baru miliki lima konselor dan sembilan residen.
“Kami sudah melaksanakan kegiatan dan berhasil membantu korban penyalahgunaan Narkoba. Intinya para korban tidak boleh kita jauhi, melainkan memperbaikinya melalui pendekatan. Insya Allah mereka akan pulih,” ungkap Marumi.
RBM Melawi, lanjutnya, juga menjalin kerjasama dengan Badan Narkotika Kabupaten (BNK) Sintang dan BNNP Kalbar.
“Kami bekerjasama melakukan rehab. Program kami ada dua. Pertama rawat inap selama enam bulan dengan dilakukan terapi, seperti terapi medis, bekam dan religious. Kemudian kedua, rawat jalan selama tiga bulan. Setiap minggu mereka harus konseling dan datang kemari,” jelasnya.
Marumi mengatakan, dengaan adanya RBM di Melawi, maka di Kalbar memiliki empat RBM. Dua di Kota Pontianak, Singkawang dan Melawi. Dibangunnya RBM, karena prihatin dengan maraknya peredaran Narkoba di Indonesia termasuk di Melawi.
“Mohon dukungan dari pemerintah untuk kegiatan kami. Semoga BNK Melawi juga bisa segera terbentuk,” harap Marumi.
Kapolres Melawi AKBP Oki Waksito mengatakan, Narkoba dijadikan alat untuk menjajah. Kalbar termasuk daerah perbatasan yang rawan pengiriman Narkoba. Di Melawi saja pada 2015 terdapat 17 kasus dengan 19 tersangka.
“Kemudian pada tahun 2016 terdapat 19 kasus dengan 23 tersangka. Awal 2017 ini, sudah ada empat kasus dengan tujuh tersangka,” kata Oki.
Maraknya peredaran dan penyalahgunaan Narkoba ini menjadi perhatian serius kepolisian. Apalagi korbannya bukan sebatas anak-anak, namun termasuk orang tua.
Keberadaan RBM di Melawi sangat membantu. Apabila ada korban penyalahgunaan Narkoba, maka bisa direhabilitasi. “Perlu disosialisasikan bagaimana mekanisme masuk ke sini (RBM). Bagaimana biaya selama rehab,” jelas Oki.
Kepala Dinsos, Ramda Suhaimi membacakan sambutan Bupati Melawi mengatakan, keberadaan RBM perlu ditunjukkan secara nyata, agar upaya penanganan penyalahgunaan Narkoba bisa maksimal. Dia berharap, RBM memanfaatkan SDM lokal, agar rehabilitasi bisa berjalan maksimal.
“Kantor ini harus membuat kita semakin termotivasi, memberikan sosialisasi menuju masyarakat yang sehat dan terhindar dari bahaya Narkoba,” kata Ramda.
Ramda mengatakan, RBM menjadi satu satu upaya memulihkan pecandu Narkoba. Kerja RBM harus didukung keluarga serta masyarakat. “Karena itu pentingnya wadah RBM ini perlu ditunjukkan secara nyata, agar para pecandu Narkoba bisa terus dibina,” harapnya.
Bekuk Lima Tersangka
Peredaran Narkoba seakan tak ada hentinya. Jajaran Polres Melawi kembali meringkus lima pengedar Narkoba berinisial, Dat, Dar, Yan, Suy dan Ded, Kamis (26/1) lalu. Mereka ditangkap di tempat berbeda.
Kasat Narkoba Polres Melawi, Iptu Herno ditemui usai menghadiri peresmian gedung Rehabilitasi Sosial Berbasis Masyarakat (RBM) mengatakan, Tempat Kejadian Perkara (TKP) pertama di penginapan Limur Bernaung. Sekira pukul 11.48, Anggota Sat Narkoba mendapatkan informasi dari masyarakat, adanya penyalahgunaan narkotika di Penginapan Limur. Jajaran Sat Narkoba melakukan pengintaian di TKP dan menuju kamar yang disinyalir dijadikan tempat melakukan penyalahgunaan Narkoba.
“Ditemukan seorang berinisial Dat. Ketika digeledah ditemukan empat paket sabu yang dibungkus menggunakan plastik klip transparan, kemudian disimpan di dalam kotak rokok,” kata Herno, Senin (30/1).
Ketika diinterogasi, Dat mengaku mendapatkan sabu dari Dar. Polisi pun mengejar Dar. Dia dibekuk di rumahnya depan Hotel Cantika Nanga Pinoh. “Dar kita tangkap pukul 13.00, hasil pengembangan dari keterangan Dat,” ujar Herno.
Ketika digeledah, polisi menemukan handphone hitam yang diduga sebagai alat untuk melakukan transaksi Narkoba yang dimiliki Dar. “Dar mengaku mendapatkan sabu dari Yad, kemudian dijual kepada Dat,” jelasnya.
Polisi melakukan pengembangan kasus, menuju ke TKP ketiga di rumah kontrakan Yad Jalan Sertu Nanga Pinoh. Sekitar pukul 14.00, polisi meringkus Yad yang sedang pesta sabu dengan Suy dan Ded. Di rumah itu polisi menyita satu paket sabu, timbangan digital dan handphone. Turut disita sebuah bong, sebungkus pipet putih, pipa kaca yang masih terdapat serbuk sabu, jarum pembakar sabu, sebungkus plastic yang berisikan plastik klip kosong dan uang Rp50 ribu.
“Kelima tersangka dijerat pasal 114, 112, 115 dengan ancaman maksimal 20 tahun penjara,” tegas Herno. (*)