eQuator.co.id – Pontianak. Respons masyarakat Kalimantan Barat terhadap rumor bangkitnya Partai Komunis Indonesia (PKI), luar biasa. Terlihat dari antusiasme warga Ibukota Provinsi menyaksikan pemutaran ulang film G. 30. S. PKI di halaman Masjid Raya Mujahidin, Pontianak, Sabtu (30/9) malam.
Wali Kota Pontianak, Sutarmidji, bahkan menyempatkan diri hadir. Menonton sambil lesehan di halaman masjid, ia ditempatkan di barisan penonton paling depan. Tepat di depan layar lebar, ditemani sejumlah tokoh masyarakat.
Sebelum nonton bareng (Nobar) video penumpasan gerakan 30 September tersebut, dilakukan deklarasi dari beberapa organisasi kepemudaan (ikrar dan organisasi yang terlibat lihat grafis). Saat film baru ditayangkan separuh, hujan tiba-tiba mengguyur. Nobar tetap berlanjut, pindah lokasi ke aula Masjid Mujahidin.
Sutarmidji sependapat dengan isi ikrar dan mengapresiasi inisiatif anak-anak muda Pontianak tersebut. “Ideologi (komunis,red) tidak akan pernah hilang, dan kita harus waspada jika (muncul ideologi yang,red) bertentangan dengan Pancasila,” tuturnya.
Pemilik akun Twitter @BangMidji ini menyebut, sejarah telah mencatat bahwa negara-negara yang menganut paham komunis akan menggunakan cara apapun agar tujuan mereka tercapai. “Di Indonesia, kita harus waspada, generasi muda harus waspada,” pesan dia.
Sistem PKI yang berupaya menghianati bangsa Indonesia sudah jelas, terangnya. “Ada beberapa item, termasuk melakukan fitnah, mengadu domba, merusak moral anak muda, dan menjauhkan orang dari agama,” kata Midji.
Ia melanjutkan, tak lepas dari pantauannya bahwa ada yang bertanya kenapa kita bicara 30 September berarti bicara PKI, karena itu adalah masa lalu, sejarah, dan tidak akan bisa bangkit. Menanggapi hal ini, Midji menyebut, dalam Alquran, isinya banyak menceritakan masa lalu, sebelum masa Rasulullah tetapi tetap diingat sampai sekarang.
“Orang yang berbicara bahwa PKI tidak pernah bangkit perlu diwaspadai, apabila ada yang menyampaikan itu, maka itulah yang sedang mereka buatkan sebagai opini,” paparnya.
Imbuh Wali Kota dua periode ini, “Dan itu akan dibuat terus, seakan-akan komunis tidak pernah bangkit di Indonesia. Padahal, ketika orang berbicara seperti itu, maka tujuan mereka sudah tercapai”.
Makanya, ia menekankan, masyarakat Indonesia, terutama anak-anak mudanya, harus was-was dengan kebangkitan PKI. “Waspada mempertahankan NKRI, kita sudah memilih Pancasila sebagai landasan negara, dan sudah memilih Bhinneka Tunggal Ika sebagai pemersatu, dan UUD 1945 sebagai hukum dasar dari negara kita,” tandas Sutarmidji.
Penanggung jawab acara Nobar tersebut, Juliansyah menyebut, kegiatan itu sebenarnya dadakan. Dipersiapkan seminggu. Nama Aliansi Pemuda Anti PKI Kalimantan Barat dipilih karena pihaknya terdiri dari belasan organisasi.
Menurut dia, Nobar dilakukan untuk mengingat masa kelam penghianatan PKI pada tahun 1965. “Harapan kedepannya jangan sampai terjadi lagi. Pada hari ini, yang kita targetkan adalah para pelajar, yang mungkin belum pernah menonton film ini,” terang Juliansyah.
Ia membeberkan, ada segelintir orang yang menolak kegiatan yang mereka laksanakan tersebut. Namun, dengan tekad kuat panitia dan Aliansi, akhirnya Nobar tetap diadakan setelah berkoordinasi dengan pihak Kodam XII Tanjungpura, Kodim dan Polresta Pontianak, untuk pengamanannya.
Bagi pakar politik dan sosial dari Universitas Tanjungpura Pontianak, Jumadi, pemutaran kembali film penumpasan G.30.S. PKI sesuatu yang wajar. “Saya pikir ini sebuah pelajaran sejarah pada generasi muda, di tengah bangsa yang saat ini berhadapan dengan berbagai macam persoalan sosial dan politik,” terangnya.
Ia sependapat dengan Wali Kota Sutarmidji. Sebuah ideologi tidak akan pernah bisa dimusnahkan.
“Ya memang seperti itu, partai komunis di Indonesia sudah tidak ada lagi, Tap MPR 25 tahun 66 sudah jelas, tidak boleh ada lagi yang namanya PKI dengan berbagai simbolnya, tapi yang namanya ideologi itu tidak akan pernah mati. Dia tumbuh kembang dalam sebuah lintasan sejarah,” paparnya. Kenapa ideologi tidak bisa mati, Jumadi menambahkan, karena ideologi merupakan sebuah nilai keyakinan.
Nah, lanjut dia, substansi yang harus ditangkap dari film G. 30. S. PKI adalah bahwa negeri ini pernah mengalami situasi yang cukup dramatis. Ada yang namanya PKI dari tahun 1940-an sudah melakukan tindak tidak sejalan dengan nilai Ideologi bangsa, yakni Pancasila.
“Namun, perlu diingat, pemutaran kembali film mengenang sejarah ini bukan sebuah ketakutan dari bangsa Indonesia, melainkan sebuah kewaspadaan terhadap segala situasi,” tutur pengajar mata kuliah kajian ketahanan nasional ini.
Terlebih, saat ini, Jumadi menganalisa adanya kecenderungan antarkelompok diadudomba. Dan ada kecenderungan terjadi politik agitasi di tengah masyarakat. Itu sebabnya, kata dia, tidak salah mengingatkan kembali pada generasi muda bentuk ideologi kanan dan kiri yang tidak sejalan dengan Pancasila.
“Mesti diberikan pemahamannya pada mereka, apalagi sudah lebih 15 tahun generasi Indonesia tidak pernah diberi tontonan atau cerita mengenai ideologi komunis yang ingin mengrongrong ideologi Pancasila,” tandasnya.
Laporan: Maulidi Murni
Editor: Mohamad iQbaL