Midji: Seharusnya Sekolah yang Mendekat Murid

Jauh dari Orangtua, Hidup di Gubuk Sederhana

TETAP CERIA. Franshina Lia bersama anak-anak Dusun Sentalang tinggal di gubuk sederhana untuk dapat mengenyam pendidikan di SDN 2 Sempayuk, Belimbing, Lumar, Bengkayang, Sabtu (26/1). Dok Rakyat Kalbar

eQuator.co.id – Pontianak-RK. Masih ingat berita Rakyat Kabar ‘Jauh dari Orangtua, Hidup Mandiri di Gubuk Sederhana’ di Dusun Sempayuk Desa Belimbing Kecamatan Lumar Kabupaten Bengkayang? Kondisi gubuk anak-anak itu juga sempat viral di media sosial (Medsos).

Menanggapi itu, Gubernur Kalbar Sutarmidji berjanji akan melihat kondisinya secara langsung. “Saya akan segera ke sana,” tuturnya saat ditemui di ruang kerjanya, Rabu (30/1).

Pria yang karib disapa Midji ini mengatakan, seharusnya sekolah yang mendekat kepada murid. Bukan murid yang mendekat ke sekolah. Seandainya ada jaringan internet di sana, bisa saja dibuat sekolah jarak jauh. “Hal ini nanti akan dikembangkan lagi,” sebutnya.

Gubernur mengapresiasi viralnya postingan tersebut. Karena akan membangkitkan kesadaran seluruh masyarakat. Terutama kesadaran pemerintah daerah bersangkutan.“Seharusnya pemerintah mengurus masyarakatnya,” ucapnya.

Informasi-informasi seperti ini seharusnya bisa terbuka. Hal tersebut menjadi tugas penting bagi Bagian Humas di pemerintah daerah masing-masing. Dan Midji akan membantu asrama agar layak untuk dihuni. “Akan segera dibantu kelayakannya,” janji Midji.

Sementara itu, Ketua Komisi V DPRD Kalbar Markus Amid mengatakan, seluruh pihak harus lebih memperhatikan kondisi generasi pelajar. Dengan viralnya permasalahan asrama tersebut, seharusnya bisa membangkitkan perhatian khususnya tingkat desa. “Kita akui, Bupati tidak bisa melihat seluruh wilayahnya terutama desa-desa kecil seorang diri,” kata Markus saat ditemui awak media.

Dengan adanya permasalahan tersebut, pimpinan desa harus bisa mencari jalan keluar serta upaya untuk menyelesaikannya. Seandainya desa tidak mampu, maka bisa diajukan ke tingkat kabupaten. “Sampaikan juga kepada dewan di tingkat kabupaten,” ujar Markus.

Dirinya juga berharap ini dapat memacu desa untuk melakukan perbaikan dan tentunya membuat Pemkab Bengkayang lebih memperhatikan masyarakatnya.

“Saya kira, dengan latar belakang Bupati Bengkayang yang berasal dari pendidikan, tentunya bisa memberikan solusi untuk menyelesaikan masalah para siswa tersebut,” pungkas Markus.

Diberitakan sebelumnya, sekitar 20 anak terpaksa menghuni delapan gubuk seadanya di Dusun Sempayuk Desa Belimbing Kecamatan Lumar Kabupaten Bengkayang. Diantaranya merupakan anak-anak dari Dusun Sentalang Desa Setia Budi Kecamatan Bengkayang yang menempuh pendidikan di SDN 2 Sempayuk. Anak-anak ini terpaksa jauh dari orangtua dan tinggal mandiri di gubuk seadanya lantaran di kampong mereka tidaka da sekolah.

Salah seorang penghuni gubuk seadanya tersebut Franhina Lia. Putri 13 tahun ini duduk di bangku Kelas IV SDN 2 Sempayuk. Bersama kakak kandungnya, Lia sudah tujuh tahun menempati gubuk itu. “Saya bersama dengan kakak dan saudara lainnya telah tinggal selama tujuh tahun sejak kelas I SDN hingga sekarang,” kata Lia kepada Rakyat Kalbar, Sabtu (26/1).

Mereka tidak mungkin berangkat sekolah dari kampungnya. Sebab dari Dusun Sentalang ke Dusun Sempayuk belum ada akses jalan. Bila dipaksakan mereka harus menempuh hutan dan kebun. Jaraknya mencapai sekitar 12 kilometer.

Makanya, orangtua mereka bangun gubuk di Dusun Sempayuk. Agar berangkat sekolah setiap pagi tidak terlambat. Dengan jalan kaki, Dusun Sentalang ke Dusun Sempayuk membutuhkan waktu tiga jam. “Kalau dari Dusun Sentalang, paling tidak kami harus berangkat jam 4 subuh,” jelas Lia.

Gubuk terbuat dari papan, beratapkan daun sagu dan berlantai tanah. Berdiri di atas tanah seluas kira-kira 35 – 40 M². Gubuk yang dihuni Lia memiliki tiga kamar. Masing-masing kamar berisi dua orang. “Kami tidur di ruangan seadanya berukuran 1,5 x 2 meter. Cukup untuk berdua saja,” ungkapnya.

Di damping Dini Kelas IX SMP, Olivia Kelas V SD, Diana V SD dan  Litiva Kelas IV SD, Lia menjelaskan, untuk makan dan kebutuhan sehari-hari mereka dibawakan orangtua. Kadang juga mereka yang pulang ke Dusun Sentalang untuk mengambil bekal. Baik beras, sayuran dan keperluan lainnya. “Untuk masalah dapur, kami sudah terbiasa masak sendiri,” ujar Lia.

Dalam satu gubuk terdapat dapur, kayu bakar, rak piring papan, kamar tidur, tempat menggantung pakaian dan lainnya. Masing-masing kamar ada satu bohlam lampu. Penerangan diambil dari rumah tetangga. Untuk mendapatkan penerangan itu tidak gratis. Mereka harus membayar ke tetangga. “Satu bola lampu Rp10 ribu per bulan. Karena kami ada tiga kamar dan tiga lampu, jadi setiap bulan bayar Rp30 ribu,” paparnya.

Lia akan terus berupaya menyelesaikan pendidikan dasarnya. Walau dirinya tidak pernah menerima bantuan sekolah. Cuma diakui dia, orangtuanya mendapatkan bantuan Program Keluarga Harapan (PKH). “Saya bercita-cita menjadi Polwan. Paling tidak sampai kuliah,” tutup Lia.

 

Laporan: Bangun Subekti

Editor: Arman Hairiadi