-ads-
Home Kesehatan Mengenal Tanda Bayi Tak Cukup ASI dan Dampak Buat Perkembangannya

Mengenal Tanda Bayi Tak Cukup ASI dan Dampak Buat Perkembangannya

Ilustrasi

eQuator.co.id – ASI (air susu ibu) adalah makanan terbaik untuk bayi. Namun, apa pengaruhnya bagi bayi jika tidak mendapatkan ASI yang mencukupi? Idealnya, bayi mendapat ASI eksklusif selama 6 bulan. Namun, ada kalanya ASI tidak mecukupi bahkan sejak sebelum usia 6 bulan.

“Namun bila ASI eksklusif tidak lagi mencukupi, bayi harus mendapat MPASI (makanan pendamping ASI),” ungkap Konsultan Nutrisi dan Penyakit Metabolik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/Rumah Sakit Ciptomangunkusumo (FKUI/RSCM) Dr. dr. Damayanti Rusli Sjarif, Sp.A(K), dalam diskusi yang diselenggarakan Forum Ngobras, Senin lalu.

Tanda bahwa ASI tidak lagi cukup, ketika bayi mengalami failure to thrive (FTT) atau weight faltering. Dalam Bahasa Indonesia sering disebut sebagai gagal tumbuh. Namun istilah yang lebih tepat yakni kenaikan berat badan (BB) yang tidak akurat atau tidak sesuai dari yang seharusnya. Weight faltering ditandai dengan BB bayi turun atau tidak bertambah.

-ads-

“Di seluruh dunia, berdasarkan penelitian, paling sering terjadi di usia 3 bulan, saat masih mendapat ASI,” kata Dr. dr. Damayanti.

Doter Damayanti pernah melakukan penelitian pada 100 ibu hamil, yang diikuti sejak trimester akhir kehamilan, dan dimotivasi untuk memberikan ASI eksklusif. Hingga akhir penelitian, 84 ibu yang terus diikuti setiap bulan.

“Ternyata saat bayi berusia 3 bulan, 33 persen kenaikan BB-nya tidak akurat dan makin lama makin tinggi. Di usia 6 bulan, angkanya 68 persen. Artinya, asupan dari ASI tidak cukup untuk tumbuh,” paparnya.

Pada anak dengan BB <10 kg, metabolisme otak menggunakan 50-60 persen dari asupan kalori. Bila asupan kalori kurang, maka otaklah yang pertama kali terdampak, karena kalori yang ada harus dibagi dengan organ-organ lain. Terjadilah weight faltering, dan IQ bisa turun 3 poin.

Bila weight faltering dibiarkan, lama kelamaan keseimbangan hormon terganggu, sehingga anak menjdi pendek. Juga terjadi mekanisme ‘kompensasi’. Agar tubuh tidak terlihat kurus, akhirnya pertumbuhan tinggi badan (TB) berhenti, atau berjalan sangat lambat. Akhirnya begitu ditemukan (biasanya di usia 18 bulan), anak sudah stunting.

Bila sudah stunting, maka sudah terlambat. Otak yang sudah rusak tidak bisa diperbaiki lagi. Bisa dikejar dengan pemberian nutrisi yang adekuat dan stimulasi, tapi tetap tidak akan menyamai anak yang tidak stunting. Bila stunting terus dibiarkan, anak akan mengalami gizi buruk, hingga demikian kurus.

Dokter Damayanti menegaskan, tanda-tanda malnutrisi tahap awal harus dideteksi. Orangtua harus cermat memerhatikan bila ada penurunan BB atau kenaikan BB yang tidak sesuai.

“Begitu BB tidak naik, jangan tunggu lama. Harus langsung ke dokter,” tandasnya.

Ini harus diatasi sebelum perkembangan masa perkembangan otak yang maksimal berakhir, di usia 2 tahun. Untuk tinggi badan, masih ada kesempatan kedua saat growth spurt kedua menjelang pubertas.  (JawaPos.com/JPG)

Exit mobile version