eQuator.co.id – Simpang Hilir-RK. Ikan Pesut kembali ditemukan dalam keadaan tak bernyawa akibat tersangkut di pukat nelayan di perairan Desa Rantau Panjang, Kecamatan Simpang Hilir, Kabupaten Kayong Utara (KKU), Rabu (24/1). Setelah didoakan, ikan tersebut kemudian dilepaskan lagi ke laut dalam keadaan mati.
Salah seorang pengepul ikan di Desa Rantau Panjang, Mursal menerangkan, seorang nelayan menemukan seekor pesut yang sudah mati tersangkut dijaringnya. Akhirnya ikan Pesut tersebut dibawa ke darat.
“Ceritanya, seorang nelayan memukan seekor Pesut di dalam jaringnya, namun sudah mati. Akhirnya Pesut itu dibawa ke daratan untuk diberikan atau dijual,” ujarnya.
Hanya saja, tidak ada seorangpun yang mau menerima, apalagi membeli Pesut tersebut. “Akhirnya ikan itu dilepaskan ke muara Sungai Rantau Panjang,” jelas Mursal.
Tokoh masyarakat Desa Rantau Panjang, Kecamatan Simpang Hilir, Ahmadi menerangkan, warga asli Kayong Utara tidak akan memakan Pesut maupun Lumba-lumba. Kearifan lokal warga, Lumba-lumba maupun Pesut dianggap sahabat manusia ketika di lautan. “Tak jarang menolong nelayan yang kehilangan arah di lautan dan lain-lain,” kata Ahmadi ketika mengecek ikan Pesut yang tewas di pukat nelayan di Rantau Panjang, Rabu (24/1).
Zaman dulu kata dia, sistem navigasi di laut tidak modern seperti sekarang. Para Moyang mereka mengandalkan bintang dan arah angin. “Nah, menurut legenda ikan lumba-lumba dan pesut sering menolong nelayan ataupun pelaut yang tersesat. Jadilah kami tidak memakannya. Lagi pula masih banyak jenis ikan di laut Kayong Utara untuk dimakan,” terangnya.
Lumba-lumba atau Pesut memiliki kerabat dekat dengan ikan Paus “Ketika masih kecil bentuk mereka susah dibedakan,” jelasnya.
Sebelumnya, beberapa kali Lumba-lumba dan Pesut terdampar di perairan Sukadana maupun Karimata. Warga yang menemukan akan menguburkannya dengan layak lantaran sudah mengangkutnya. Jika masih kecil, biasanya dibuang ke laut lagi supaya memberi makan ikan-ikan yang masih hidup. “Dibandingkan Paus, Lumba-lumba dan Pesut lebih dekat kemiripannya. Sama-sama mamalia laut yang bernafas pakai paru-paru, seperti kita,” pungkasnya.
Yang membedakannya, dengan melihat di moncong mulut. Kalau Lumbalumba seperti paruh atau panjang, sedangkan pesut lebih pendek. Bisa juga dengan melihat giginya ketika menyeringai. Kalau Lumba-lumba memiliki struktur gigi yang runcing dan mengerucut. Sedangkan pesut berbentuk sekop, mirip gigi manusia tanpa taring.
“Ketika mereka mengambil udara untuk bernafas dan muncul-muncul ke udara, sirip di punggung ikan lumba-lumba bentuknya melengkung, sedangkan ikan pesut akan lebih mirip segitiga,” jelas Ahmadi.
Perbedaan lainnya, tubuh Pesut lebih gemuk, sedangkan Lumba-lumba lebih langsing. Pesut seperti tidak memiliki suara ketika berkomunikasi dengan ikan sejenisnya lainnya. Sedangkan Lumbalumba dapat mengeluarkan suara seperti orang bersiul-siul.
“Kami warga nelayan Kayong Utara yang masih memegang kearifan lokal, ketika di lautan menjumpai Pesut maupun Lumba-lumba, tidak akan mengganggunya. Namun lebih saling menyapa, misalnya ada ikan tangkapan kecil, maka akan dilemparkan ke Lumba-lumba atau Pesut. Biasanya Lumba-lumba atau Pesut malah senang melompat-lompat di sekitaran kapal kita,” papar Ahmadi.
Pun demikian, timpal Ahmadi, nelayan ikan saat ini menggunakan mesin diesel yang mengeluarkan bunyi nyaring. Suara mesin cukup mengganggu ikan-ikan tersebut. “Sebagai penghargaan, kita akan mematikan mesin sebentar, supaya Lumba-lumba maupun Pesut dapat berkomunikasi dengan kelompoknya. Ketika sudah pergi, mesin kapal akan dihidupkan lagi,” tutur Ahmadi.
Kapolsek Simpang Hilir, Iptu Aris Pamuji membenarkan ada seorang nelayan asal Desa Rantau Panjang, mendapatkan seekor Pesut menyangkut di pukatnya. Atas laporan tersebut, Kapolsek memerintahkan Bhabinkamtibmas ke lapangan untuk menindaklanjutinya. “Pesut tersebut saat ditemukan memang sudah dalam keadaan mati. Setelah dibawa ke darat, akhirnya si nelayan melepaskannya kembali di Muara Rantau Panjang,” tukasnya saat ditemui di ruang kerjanya.
Binatang yang hampir punah tersebut kata Kapolsek, dikembalikan ke muara lagi karena masih ada kearifan lokal dari masyarakat Simpang Hilir. Bahwa Pesut sering membantu para nelayan di laut.
“Alhamdulillah, masyarakat di sini memiliki kearifan lokal yang baik, sehingga Pesut tersebut tidak dikonsumsi. Karena masih ada sebagian masyarakat daerah lain yang jika menemukan Pesut, biasanya dikonsumsi,” terang Kapolsek.
Laporan: Kamiruluddin
Editor: Arman Hairiadi