Masyarakat Perlu Kurangi Nonton Sinetron

ilustrasi. net

eQuator – Nanga Pinoh-RK. Tayangan di televisi yang memperlihatkan kehidupan yang serba mewah, khususnya di sinetro akan berdampak terhadap masyarakat daerah. Lantaran, hampir setiap hari tontonan yang tidak realistis itu dinikmati masyarakat. Akibatnya orang akan malas bekerja keras serta hidup menjadi tidak kreatif.

“Apa yang dipertontonkan di televisi, khusunya sinetron hanya mimpi-mimpi. Akibatnya masyarakat tidak mengenal realitas. Mereka tidak mengetahui permasalahan desa atau kampung mereka. Jika akhirnya orang harus terbentur pada kenyataan maka akan timbul frustasi-frustasi yang akhirnya melahirkan sikap tidak peduli,” ucap praktisi pendidikan Melawi, A Subekti, kemarin.

Subekti menyakini, dampak menonton sinetron sudah merambah masyarakat Melawi. Jika hal ini dibiarkan tentu kurang menguntungkan bagi pembangunan Kabupaten Melawi ke depan.

“Sekarang siapa yang akan bertanggung jawab membina masyarakat Melawi agar tidak tenggelam dalam dampak negatif dari kemajuan teknologi? Tanggung jawab kita bersama,” tegasnya.

Lantas, ia memaparkan bahwa yang harus bertanggung jawab, yakni mulai dari pemerintah, tokoh agama, tokoh adat, tokoh masyarakat, tokoh pemuda, ibu-ibu dan keluarga beserta seluruh komponen atau elemen masyarakat, termasuk media massa.

“Masing-masing memainkan peran agar dampak negatif dari teknologi dan arus bisnis global hiburan televisi tidak sampai merusak kehidupan masyarakat.

Ia mengaku, upaya membendung dampak kemajuan teknologi tidak mudah. Sebab banyak lembaga dan sistem diuntungkan oleh situasi ini. Mereka yang diuntungkan pasti berusaha mempertahankan keadaan.

“Akan tetapi mempertahankan keadaan berarti mengembangkan sikap konsumtif, melestarikan kekerasan, anarkis, mendorong dekadensi moral dan kelangsungan kehidupan kita,” ulasnya.

Subekti mengulas, dalam konteks ini, etika menjadi sangat signifikan untuk membangun kehidupan dan kelestarian kehidupan yang berkebudayaan. Etika sangat perlu dalam kehidupan.

Lalu, kata Subekti, pemikiran Mahatma Gandhi. Yakni ada 7 dosa yang mematikan dunia. Yaitu kaya tanpa kerja, senang tanpa hati nurani, pengetahuan tanpa karakter, bisnis tanpa moralitas, ilmu tanpa prikemanusiaan, agama tanpa pengorbanan, politik tanpa prinsip.

“Ketujuh dosa yang mematikan dunia tersebut merupakan realita yang terjadi di Indonesia dan berbagai daerah termasuk Melawi. Diperlukan perubahan sikap yang didasarkan atas etika untuk penyelamatan kehidupan,” ingatnya. (aji)