eQuator – Mempawah. Meski potensi perikanan di Kalbar melimpah, tapi harga pakan ikan terus naik karena 60 persen bahannya diimpor. Mengatasi keresahan pembudidaya ikan, sejak tahun 2011, Balai Budidaya Ikan Sentral (BBIS) Anjongan mengembangkan pakan ikan berbahan baku lokal.
Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Kalbar, Ir Gatot Rudiyono SH MM mengungkapkan kondisi tersebut saat membuka Sosialisasi Pematangan Teknologi Adaptif Lokasi (PTAL) Pakan Mandiri, Sabtu (5/12) lalu di Aula BBIS Anjongan. “Potensi pengembangan perikanan di Kalbar masih sangat terbuka. Saat ini, lahan yang sudah dikelola untuk budidaya ikan hanya seluas 11.963 hektar atau 0,3 persen dari total lahan 4.593.209 hektar di Kalbar,” ungkap Gatot dihadapan 60 pembudidaya yang mengikuti kegiatan tersebut., sambung Gatot,
Bukan lahan yang menjadi kendala pengembangan budidaya ikan di Kalbar, sambung Gatot, melainkan tingginya harga pakan ikan pabrikan yang berdampak terhadap biaya produksi yang harus ditanggung pembudidaya ikut meningkat. “Akibatnya gairah para pembudidaya untuk mengembangkan usahanya menjadi lesu atau menurun. Mengingat, biaya produksi budidaya ikan yang tinggi tidak sebanding dengan daya beli masyarakat,” paparnya.
Dia menyebutkan, beberapa faktor yang menyebabkan tingginya harga jual pakan ikan di Kalbar. Salah satunya, belum adanya pabrik pakan ikan di Kalbar. Sehingga pakan yang dijual didatangkan dari daerah lain, seperti pulau Jawa. “Faktor lainnya, bahan baku pakan ikan seperti tepung ikan, bungkil kedelai dan minyak ikan, rata-rata 60 persen bahan bakunya masih diimpor dari luar negeri. Inilah yang menyebabkan harga pakan ikan mahal di Kalbar,” bebernya.
Menyikapi masalah tersebut, lanjut Gatot, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) membuat kebijakan terkait pengembangan budidaya perikanan, agar mengarah pada kemandirian dan berkelanjutan melalui Gerakan Pakan Ikan Mandiri (Gerpari). Tujuannya, menekan angka pakan supaya keuntungan yang diperoleh pembudidaya akan semakin besar. Sehingga mampu meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan para pembudidaya ikan. “Gerpari lebih ditekankan pada pakan ikan untuk komoditas air tawar seperti nila, lele, patin, mas jelawat, biawan, tengadak dan gurame. Sebab, komoditas ikan air tawar merupakan pendukung ketahanan pangan dan gizi masyarakat,” jelasnya.
BBIS Anjongan, terang Gatot, telah berhasil melakukan pengembangan pakan ikan berbahan baku lokal. Usaha yang telah dilakukan sejak tahun 2011 silam itu membuahkan hasil, setelah mendapatkan pendampingan dari Tim Badan Penelitian dan Pengembangan Kelautan dan Perikanan (BPPKP) Kalbar. “Baik dari sisi kualitas maupun kuantitas, pembuatan pakan ikan di BBIS Anjongan semakin maju dan berkembang. Pakan yang dihasilkan untuk pematangan induk, pembesaran calon induk, dan pembesaran benih sebar,” tuturnya.
Dari hasil uji laboratorium, timpal Gatot, pakan yang dihasilkan BBIS Anjongan memiliki kandungan protein rata-rata berkisar 30-36 persen untuk pematangan induk, 28-30 persen untuk pembesaran calon induk dan benih sebar. “Hasil ujicoba pemberian pakan terhadap pematangan induk ikan mas, nila, lele, patin, tengadak, biawan dan jelawat diperoleh tingkat kematangan telur, fekunditas dan daya tetas telur di atas 90 persen. Laju pertumbuhan terhadap pembesaran ikan nila dan pembesaran ikan lele, diperoleh rata-rata laju pertumbuhan selama masa pemeliharaan 60 hari sebesar 3,3 persen,” bebernya.
Ia berharap, pengembangan pakan ikan berbahan baku lokal tidak hanya dilakukan BBIS Anjongan, melainkan dapat ditiru oleh kelompok-kelompok pembudidaya lainnya. Bahkan, Gatot mengaku pihaknya siap membantu para pembudidaya untuk mendapatkan pakan berbahan baku lokal tersebut. “Pembudidaya menyediakan bahan bakunya, dan BBIS mempersiapkan formulasinya. Bagi kelompok yang telah mendapatkan bantuan mesin pencetak, cukup membeli bahan baku di BBIS dengan harga yang terjangkau Rp 5.000. Bahan baku tersebut telah disusun formulasinya, dan siap dicetak menjadi pelet,” pungkasnya.
Reporter: Ari Sandy
Redaktur: Yuni Kurniyanto