-ads-
Home Headline Lengserkan Menteri Susi

Lengserkan Menteri Susi

300 Nelayan Kalbar Protes Kebijakan Pembantu Presiden Bidang Kelautan dan Perikanan

UNJUK RASA. Ratusan anggota Aliansi Nelayan Kalbar menyampaikan aspirasinya di Gedung DPRD Kalbar, Rabu (12/7). Zainudin-RK

eQuator.co.idPontianak-RK. Sejumlah regulasi yang dikeluarkan Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pudjiastuti, diprotes keras nelayan Kalbar. Alhasil, di bawah bendera Aliansi Nelayan Kalimantan Barat, mereka menggeruduk kantor DPRD dan gubernur setempat di Pontianak, Rabu (12/7). Tuntutannya, tak lain tak bukan, melengserkan Menteri Susi.

.Koordinator Aksi Aliansi Nelayan Kalbar, Heri Mustari menyebut, pihaknya resah dengan berbagai kebijakan di bidang perikanan besutan Susi. Yang diprotes keras adalah Peraturan Menteri (Permen) Kelautan dan Perikanan nomor 2 tahun 2015 tentang Pelarangan Penggunaan Alat Penangkap Ikan Pukat Hela (Trawl) dan Pukat Tarik (Seine Net). Para nelayan menolah alasan Permen tersebut dikeluarkan yakni dinyatakan sebagai penyebab dari menurunnya sumber daya ikan dan mengancam kelestarian lingkungan sumber daya ikan.

“Alasan dan pendapat tersebut menurut kami tidaklah sepenuhnya benar dan masih bisa untuk dirundingkan dan diperdebatkan, baik secara teknis, akademis, sosial, dan kultur masyarakat lokal yang ada di daerah, yang seharusnya menjadi pertimbangan oleh Menteri Kelautan dan Perikanan sebelum peraturan tersebut dikeluarkan,” ujar Heri.

-ads-

Ia mengacu kepada fakta di lapangan dan sejarah pelarangan alat tangkap trawl berdasarkan Keputusan Presiden (Kepres) 39 tahun 1980. Di Kepres itu, menurut Heri, telah diatur secara arif dan bijaksana penghapusan trawl dilakukan bertahap dengan mengurangi armada tangkap meliputi pulau Jawa dan Bali.

“Yang selanjutnya, kapal trawl tersebut dialihkan atau diganti dengan alat yang telah dimodifikasi dengan tetap mengacu kepada pertimbangan teknis, baik konstruksi maupun mata jaring serta armada kapal” paparnya.

Lanjut dia, Permen 57/2014 tentang Pelarangan Alih Muatan di Laut (Transhipment) juga membuat nelayan susah. Karena, dalam setiap usaha yang dilakukan oleh nelayan kecil dan menengah, hasil tangkapan harus dipindahkan terlebih dulu ke kapal pengangkut yang merupakan satu manajemen usaha yang tidak terpisahkan.

Dipaparkan Heri, apabila kapal penangkap berfungsi ganda sebagai kapal pengangkut, maka akan mengeluarkan biaya yang sangat besar, di samping waktu tempuh yang cukup jauh sehingga tidak efektif dan efisien. “Kekhawatiran pemerintah terhadap kapal pengangkut yang akan membawa hasil tangkapan ke luar negeri merupakan kekhawatiran yang dibesar-besarkan, karena setiap armada kapal telah dipasang VMS dan dapat dimonitoring setiap saat oleh pemerintah terkait posisi kapalnya, serta bisa diambil tindakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku,” terang dia.

Peraturan lain yang diprotes nelayan, dikatakannya, yang bernomor 36/PERMEN KP 2014 tentang andon penangkapan ikan. Regulasi tersebut perlu disederhanakan proses perizinannya, karena adanya perjanjian penangkapan antara provinsi oleh gubernur.

“Hal ini, sangat sulit untuk dilakukan, di samping respons pemerintahan daerah sangat kurang sehingga untuk mendapatkan izin penangkapan kapal andon sulit didapat,” ujar Heri.

Karena itu, Aliansi Nelayan Kalbar meminta pemerintah untuk melegalkan penggunaan pukat hela dan pukat tarik secara permanen tanpa ada perbedaan cara pandang terhadap nelayan. Juga mendesak Presiden Joko Widodo membatalkan seluruh peraturan yang dibuat Menteri Susi karena berdampak pada hancurnya perikanan Indonesia.

“Peraturan menteri itu sangat menyengsarakan nelayan, kami minta kawan-kawan nelayan yang ditangkap dan mungkin saat ini sedang diproses hukum akibat aturan yang dibuat itu, agar dibebaskan oleh aparat-aparat yang memprosesnya,” pintanya.

Aliansi pun menginginkan presiden segera menyelamatkan perikanan Indonesia dengan menerbitkan SIPI (surat izin penangkapan ikan) untuk kapal nelayan. Hal ini agar bisa menjamin pasokan bahan baku ikan ke Industri atau Unit Pengolahan Ikan (UPI) di seluruh Indonesia yang saat ini mati karena ketiadaan bahan baku. Yang merupakan dampak dari pelarangan alat tangkap pukat hela dan pukat tarik.

“Jutaan nelayan dan buruh pengolah ikan sekarang kehilangan penghasilan,” tukas Heri. Terkait urusan pendapatan ini, para nelayan yang berunjuk rasa berharap Presiden Jokowi mengevaluasi kinerja Susi Pudjiastuti, sekaligus mencopotnya dari kursi menteri.

Selain itu, aliansi nelayan ini menolak kapal-kapal fiberglass bantuan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) karena tidak sesuai spesifikasi, tidak punya izin dari Kementerian Perhubungan, tidak berizin SIPI, dan SIKPI. “Sebaiknya bantuan diutamakan menggunakan bahan spesifik lokasi atau sesuai kebiasaan daerah masing-masing beserta alat tangkapnya,” pintanya.

Heri menegaskan, setakat ini, nelayan butuh keputusan cepat. Artinya, ketika pemerintah melarang, maka solusi seharusnya disediakan dan segera direalisasikan.

“Masa, aksi kami ini dilakukan dari bundaran Digulis Untan, DPRD Kalbar, kemudian ke kantor gubernur. Kami berjumlah sekitar 300 orang, terdiri dari kawan-kawan nelayan kabupaten Mempawah, Kubu Raya, Sambas, Ketapang, dan Singkawang,” tandasnya.

Senada, Bani Amin. Salah seorang peserta aksi ini mengingatkan, penggunaan alat tangkap hela dan cantrang sudah berlangsung puluhan tahun seperti diatur Kepres 39. Artinya, sebelum Susi Pudjiastuti menjadi menteri, telah diatur dan tidak ada gejolak di masyarakat nelayan.

“Jumlah sementara yang kita data (nelayan) menggunakan alat tersebut sekitar 3000 lebih di Kalbar,” klaimnya.

Bani menambahkan, “Kita harapkan agar Permen ini dicabut, jika tidak bayangkan 3000 orang nelayan yang rata-rata satu kapal punya 2 anak buah, jadinya 6000. Jika masing-masing menanggung tiga anggota keluarga, berarti ada ribuan orang terancam kehilangan penghasilan”.

Ia meminta kearifan pemerintah pusat untuk melihat secara utuh. Turunnya produksi ikan, menurut Bani, bukan karena alat tersebut. Namun faktor lainnya seperti jumlah armada tangkap semakin bertambah, illegal fishing merajalela, dan pencemaran lingkungan.

“Sementara nelayan kucing-kucingan menggunakan alat ini, jangan nelayan dikambing hitamkan seolah-olah merusak lingkungan. Jangan sampai nelayan disalahkan yang dapat perhari hanya 15-20 Kg, jika Susi keras kepala, kita minta presiden cabut Susi,” tegasnya.

Para nelayan diterima Wakil DPRD Kalbar, Suriansyah. Ia mengatakan, selama Susi menjadi menteri, banyak kebijakannya yang dirasakan tidak berpihak kepada sebagian nelayan. Tetapi, tentu saja ada yang senang dan diuntungkan.

“Keberadaan pemerintah tentu salah satunya untuk mensejahterakan masyarakat dan keberadaan menteri perikanan dan kelautan diharapkan dapat mensejahterakan nelayan sebesar-besarnya tetapi berkelanjutan,” tuturnya.

Suriansyah menilai, tentunya menteri punya pertimbangan untuk membuat suatu kebijakan, dan setiap kebijakan pasti ada pro dan ada kontranya. Tetapi seharusnya kebijakan yang berdampak negatif bagi sebagian masyarakat, khususnya nelayan tertentu, harus dicarikan solusinya agar tidak berdampak negatif bagi mereka.

“Nelayan adalah kelompok masyarakat yang sebagian besar sangat miskin, bergantung nasibnya pada hasil tangkapan sehari-hari, yang apabila terganggu sedikit saja maka kesejahteraannya akan hilang,” terangnya.

Kesejahteraan yang hilang tersebut, menurut Politisi Partai Gerindra ini, akan menghilangkan kemampuan nelayan untuk menyekolahkan anak, memenuhi derajat kesehatan dan pendidikan keluarga masing-masing. Untuk itu, harus disiapkan kompensasi yang sesuai atau untuk ada pembinaan kepada para nelayan agar mampu menyesuaikan dengan kebijakan.

“Adanya pembatasan terhadap penggunaan alat tangkap, metoda penangkapan, pengaturan area penangkapan dan lain-lain, harus diikuti dengan peningkatan kemampuan nelayan untuk mengganti kemampuannya termasuk relokasi dan transmigrasi,” papar Suriansyah.

Nelayan yang berunjuk rasa, kata dia, adalah warga negara Indonesia. Sama seperti semua warga negara, berhak bahagia dan sejahtera. Nah, tugas pemerintah lah memberikan akses agar mereka sejahtera.

“Sebagai wakil rakyat, kami minta seluruh komponen pemerintah dan pemerintah daerah untuk mendengar keluhan mereka dan mencari solusi untuk nelayan, mereka (para menteri) diberi kewenangan untuk mengatur berbagai hal agar masyarakat sejahtera, jika tidak, mundur saja, saya yakin Presiden Jokowi tidak perlu orang-orang seperti mereka,” tandas Suriansyah.

Menyikapi persoalan ini, Wakil Ketua Komisi IV DPR, Daniel Johan meminta pemerintah terbuka dalam menampung aspirasi masyarakat untuk memecahkan persoalan tersebut.  Menurut dia, kebijakan Menteri Susi Pudjiastuti dianggap tidak mempertimbangkan aspek sosial-ekonomi, khususnya para nelayan.

“Bahkan Menteri Susi tak pernah mau kompromi dan musyawarah dengan nelayan sehingga tak pernah ada solusi dari setiap kebijakannya, bahkan sudah hampir 3 tahun kita lakukan, namun belum ada solusi,” ungkap Daniel Johan kepada Rakyat Kalbar, kemarin.

Dikatakannya, dialog terbuka harus segera dilakukan. Kalau tidak ada tindakan dari pemerintah, persoalan ini tidak akan pernah selesai dan nelayan Indonesia menjadi korban. “Berdialog lah sebelum rakyat marah, karena urusan perut keluarga mereka terampas tanpa jalan keluar,” tegas Politisi PKB dari Dapil Kalbar ini.

Kebijakan KKP, dikatakannya, sangat merugikan kepercayaan rakyat kepada Presiden Jokowi. Ini adalah kebijakan yang sangat tidak perlu, membebani pemerintah, membuat nelayan dan perikanan nasional bangkrut. Masih banyak urusan strategis pemerintah yang penting yang memerlukan energi.

“Dalam sejarah Indonesia, baru kali ini ribuan nelayan berbagai daerah turun ke jalan. Sebelumnya nelayan tidak pernah aksi, itu tandanya persoalan sudah sangat serius, segera cabut (peraturan Menteri Susi) demi menjaga kepercayaan rakyat,” cetusnya.

Jalan keluar yang baik, salah satunya adalah Komisi IV DPR mendorong dialog tersebut diselenggarakan secepatnya, dan dibentuk tim independen terpadu yang terdiri dari pemerintah, nelayan, para ahli, dan stakeholder lainnya. Hal ini untuk membedah seluruh kebijakan secara terbuka sesuai fakta dan data lapangan.

“Dari Tim ini, kita hasilkan kebijakan yang mampu membuat nelayan dan perikanan nasional jaya, bukannya hancur lebur seperti saat ini,” tutup Daniel.

 

Laporan: Zainudin, Gusnadi

Editor: Mohamad iQbaL

Exit mobile version