eQuator.co.id – PONTIANAK-RK. Pengamat Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisip) Universitas Tanjungpura (Untan) Pontianak, Syarif Usmuliadi menilai, peristiwa penyerangan atau konflik antar relawan caleg, menandakan ketidakdewasaan pemahaman demokrasi masyarakat akar rumput.
Ia mencontohkan, seperti penyerangan terhadap relawan Dessy Fitri Anggraeni, Caleg Partai Demokrat Dapil 4 (Rasau Jaya-Teluk Pakedai) yang terjadi di Desa Rasau Jaya III, Kecamatan Rasau Jaya, Kubu Raya.
“Menurut saya, sistem demokrasi yang terjadi hari ini memang membuka kerawanan pelanggaran pemilu. Sebab, calon legislatif (caleg) begitu banyak. Sehingga membuat persaingan menjadi ketat,” ujarnya, Jumat (1/2).
Sehingga, kata dia, kantong-kantong suara menjadi mahal. Semua caleg menginginkan suara yang maksimal di setiap dapilnya. “Nah, persaingan inilah yang membuat dinamika politik menjadi panas. Ini memang sulit dihindari,” katanya.
Menurut pria yang juga sebagai dosen di Untan ini, gesekan-gesekan antara pendukung, simpatisan atau relawan caleg memang rentan terjadi di detik-detik akhir menjelang hari pencoblosan.
Terutama di tingkat wilayah pinggiran atau pedesaan. Sebab pemahaman politik masyarakatnya masih rendah. “Ini akibat lemahnya sosialisasi dari penyelenggara mencerdaskan politik pemilih secara merata,” ungkapnya.
Sebab itu, untuk menekan tensi politik yang kian panas ini, maka penyelenggara pemilu harus proaktif melakukan sosialisasi kepada masyarakat akar rumput. Agar semakin cerdas berdemokrasi.
Laporan: Abdul Halikurrahman
Editor: Ocsya Ade CP