Kenapa Kalimantan Dipilih Jadi Pengganti Jakarta

Luas dan Berada di Tengah-tengah Indonesia

Ilustrasi pemindahan ibu kota. Foto: Prokal/JPNN

eQuator.co.id – JAKARTA–RK. Pemilihan ibu kota dilakukan dengan sangat hati-hati. Pembangunannya juga akan memakan tempo yang panjang. Karena itulah, sampai saat ini kajian masih terus dilakukan. Belum ada keputusan final di mana persisnya lokasi ibu kota baru.

’’Kalau (sudah) jelas perencanaannya, baru bisa masuk APBN (2020),’’ tutur Wapres Jusuf Kalla di kantornya, Selasa (30/7).

Setiap pilihan lokasi ibu kota baru memiliki peluang dan risiko. Pemilihan Pulau Kalimantan sebagai lokasi ibu kota, salah satu faktor utamanya adalah lahan yang luas. ’’Kalau di Jawa mendapat lahan besar kan sudah tidak ada lagi,’’ terang JK.

Selain tanah yang luas, posisi Kalimantan berada agak ke tengah Indonesia. Daerah yang posisinya tepat di tengah-tengah Indonesia adalah Kota Mamuju, ibu kota Sulawesi Barat. Provinsi tersebut juga menjadi salah satu kandidat ibu kota baru selain Kalimantan Tengah, Timur, dan Selatan.

JK mengingatkan, ada risiko-risiko yang harus diwaspadai dalam pemindahan ibu kota. ’’Di Kalimantan lahan gambut banyak, bisa terbakar,’’ lanjut tokoh kelahiran Watampone, Sulawesi Selatan, itu. Ditambah lagi, ada banyak lubang galian bekas tambang. Khususnya di Provinsi Kalimantan Timur.

Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) dan instansi lain lah yang merencanakannya. Pulau Kalimantan dipilih setelah Presiden Joko Widodo meninjau langsung alternatif lokasi yang disiapkan menjadi ibu kota baru pada awal Mei lalu. Yakni, kawasan Bukit Soeharto yang terletak di antara Kota Balikpapan dan Samarinda, Kalimantan Timur. Lalu, wilayah Bukit Nyuling di Kabupaten Gunung Mas, Kalimantan Tengah.

Jokowi mengatakan bahwa dirinya masih menunggu hasil kajian yang dilakukan Bappenas. Dia berharap kajian yang disampaikan sudah komprehensif. Bukan hanya soal desain, namun juga berbagai aspek lain. Misalnya, kebencanaan, ketersediaan air, dampak ekonomi, kondisi demografi, sosial politik, hingga isu strategis pertahanan dan keamanan.

Dia mengaku tidak ingin kajian dilakukan setengah-setengah dan tergesa-gesa. Namun, dia juga berharap kajian tidak terlampau lama. Dia berharap hasilnya bisa diketahui pada Agustus mendatang. “Semuanya harus komplet. Kita tak ingin tergesa-gesa tetapi secepatnya diputuskan,” imbuhnya.

Pada kesempatan sebelumnya, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional atau Kepala Bappenas Bambang Brojonegoro mengungkapkan bahwa pihaknya memprediksi, untuk tahap awal, ibu kota baru akan menampung 1,5 juta penduduk. Perhitungan tersebut sudah termasuk perkiraan jumlah PNS pusat, pegawai legislatif, yudikatif, legislatif yang diperkirakan sebanyak 200.000 jiwa. Sementara untuk aparat Polri dan TNI sekitar 25.000 jiwa.

Menurut Bambang, untuk membangun ibukota baru yang rencananya akan seluas 40.000 hektar, pemerintah memerlukan dana hingga Rp 466 triliun. “Jadi memang pemindahan ibu kota ini bukan hal yang baru. Rencana ini juga pernah diangkat Presiden Soekarno dan Soeharto. Presiden Jokowi menginginkan ini bukan hanya wacana, tapi kongkrit,” ujar Bambang. (Jawa Pos/JPG)