eQuator.co.id – Pontianak-RK. Melihat pertumbuhan yang cukup pesat terhadap financial technology (Fintech), perlu dilakukan pengontrolan. Terlebih, saat ini berkisar 70-an perusahaan Fintech yang mengajukan izin ke Otoritas Jasa keuangan (OJK).
Tidak dipungkiri kecanggihan teknologi berbasis digital saat ini mulai melesat cepat, terlebih dalam pengembangan usaha, dimana Fintech yang berbasis peer to peer mulai merebak di Indonesia.
“Hal ini menjadi salah satu pemicu tergerusnya eksistensi perbankan konvensional,” tutur Ketua Dewan Audit OJK, Ahmad Hidayat, menghadiri kegiatan pasar keuangan yang digelar di Ayani Mega Mall, Sabtu (27/10).
“Terdapat 70-an perusahaan Fintech yang tengah mengajukan perijinannya ke OJK sekarang ini. Sejauh ini masih dalam tahap regulatory sendbox atau uji coba,” paparnya.
Sebab, ditekankan Ahmad, untuk memberikan ijin tidaklah mudah. Harus dilakukan pengecekan data, dilakukan pengontrolan.
“Dengan harapan nasabah yang menggunakan Fintech ini dapat dilindungi,” ungkapnya.
Nah, dengan melihat pertumbuhan Fintech yang kian hari semakin bertambah, pihaknya melakukan pengontrolan terhadap sistem perbankan konvensional serta Fintech. Guna mendapatkan keseimbangan dari dua hal tersebut.
“Namun memang belum begitu besar pengaruh Fintech ini terhadap yang konvensional, maka dari itu kita lakukan pengontrolan, dengan harapan Fintech yang digunakan sehat dan memiliki manfaat terhadap perekonomian,” terang Ahmad.
Senada, Ketua OJK Kalbar, Moch Riezky F Purnomo. Ia mengatakan, ketatnya regulasi ijin Fintech memang untuk melindungi nasabah. “Kita tidak ingin seperti di Negara Tiongkok, karena banyak teknologi finansialnya akhirnya jebol semua,” bebernya.
Di tempat yang sama, Ketua Forum Komunikasi Industri Jasa keuangan (FKIJK) Kalbar, Syamsir Ismail mengungkapkan, sejauh ini pengaruh Fintech terhadap perbankan sendiri masih belum begitu terlihat.
“Dengan kehadiran-teknologi- teknologi baru ini, tentu akan mendorong kita untuk meningkatkan optimalisasi dalam pelayanan, tentu juga melalui teknologi,” ucapnya.
Terkait teknologi sendiri, Dirut Bank Kalbar ini menyebut bahwa pihaknya juga tengah mengembangkan layanan berbasis digital. Hal ini lantaran perkembangan zaman, dan melihat para pesaing yang juga telah menggunakan layanan digital.
“Salah satunya dalam pelayanan keuangan berbasis non tunai, dan ini akan terus berkembang pastinya,” sebutnya
Dari sisi pemerintah daerah, Gubernur Sutarmidiji meyakini perlunya keseimbangan antara perbankan konvensional dan Fintech. Yang harus diciptakan.
“Sebab kita juga harus melihat bahwa masih ada bank-bank dengan skala yang kecil seperti Bank Perkreditan Rakyat (BPR), bahkan di negara lain kehadiran Fintech ini dapat membuat bank sekelas BPR tutup,” sebutnya.
Di samping dengan adanya kebijakan untuk keseimbangan terhadap dua sistem layanan keuangan ini, kata pria yang karib disapa Midji itu, dapat mendorong perbankan dalam melakukan aktualisasi diri dengan melakukan optimalisasi layanan melalui teknologi.
“Di samping itu, harapan kita dengan kehadiran teknologi finansial ini dapat meningkatkan literasi keuangan kepada masyarakat, sebab sejauh ini masih cukup rendah,” tukasnya.
Laporan: Nova Sari
Editor: Mohamad iQbaL