Literasi Keuangan Rendah, Fintech Leluasa “Mangsa” Korban

SEMINAR. Tampak para pemateri seminar dan dialog ekonomi digital kebanksentralan serta tantangan dan peluang dalam era ekonomi digital di Kalbar yang digelar KPw BI Kalbar, di Gedung Serbaguna Santo Tomas Kubu Raya, Rabu (14/8). (Nova Sari-RK)

eQuator.co.id – KUBU RAYA-RK. Rendahnya literasi keuangan digital memicu beragam persoalan. Salah satunya masalah Financial Technology (Fintech) atau pinjaman online yang kini marak bahkan merugikan masyarakat.

“Sebetulnya masih banyak hal-hal yang harus diliterasi kepada masyarakat banyak. Sama halnya dengan tren fintech. Sebetulnya di Komisi XI memang selalu mengkritisi bahwa Bank Indonesia tidak mengatur hal tersebut begitu juga dengan OJK tidak mengeluarkan izin mengenai Fintech,” ungkap anggota Komisi XI DPR RI, G Michael Jeno, Rabu (14/8).

Jeno dalam seminar dan dialog ekonomi digital kebanksentralan serta tantangan dan peluang dalam era ekonomi digital di Kalbar yang digelar KPw BI Kalbar, di Gedung Serbaguna Santo Tomas Kubu Raya menyebutkan, pihaknya terus mengkritisi BI tidak mengatur fintech dan OJK tidak mengeluarkan izin.

“Artinya masih banyak wilayah abu-abu antara yang mengelola fintech ini siapa, OJK bagaimana, BI bagaimana. Akan tetapi isu yang telah berdedar bahwa fintech sekarang sudah masuk di era dimana masifnya luar biasa dan mulai banyak terjadi penyalahgunaan sehingga banyak masyarakat yang menjadi korban,” jelasnya.

Maka itu dia menilai sekarang sudah seharusnya dibuat aturan tegas terhadap fintech tersebut. Berupa kebijakan atau regulasi yang komprehensif dan terintergrasi.

Kepala Bagian Pengawasan Lembaga Jasa Keuangan OJK Kalbar, Budi Rahman menyampaikan, kondisi literasi keuangan di Indonesia masih di angka 29,7 persen, inklusi keuangan 67,8 persen, literasi keuangan syariah 8,1 persen dan inklusi keuangan syariah sebesar 11,1 persen.

“Untuk di Kalbar literasi baru di angka 30,55 persen sedangkan inklusi 65,45 persen, khusus di Pontianak literasi 40,15 persen sedangkan inklusi 74,45 persen,” jelas Budi.

Budi menerangkan, maraknya masyarakat yang terjebak dalam masalah investasi ilegal atau bodong akibat iming-iming keuntungan yang cukup besar.

Manajer K3 KPw BI Kalbar, Djoko Juniwarto
mengatakan, sosialisasi yang digelar ini membahas ekonomi kerakyatan. Diharapkan dapat meningkatkan kapasitas ekonomi kemasyarakatan.

“Dengan program sosialisasi yang rutin dilakukan oleh BI ini, sebagai upaya meningkatkan kapasitas ekonomi masyarakat khususnya di desa, sehingga dengan begitu secara tidak langsung akan berdampak pada kegiatan sosialnya,” pungkasnya. (ova)