eQuator.co.id – Jakarta–RK. Pembahasan pemerintah mengenai isu perlindungan anak di tengah ramainya kasus kekerasan seksual terus berlanjut. Salah satunya, rapat kerja antara Komisi VIII DPR dan instansi pemerintah yang diadakan kemarin.
Dalam rapat tersebut, pemerintah pun bersikeras bahwa hukuman kebiri memang salah satu solusi terbaik untuk memberi efek jera bagi pelaku kekerasan seksual terhadap anak-anak.
Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa menegaskan, hukuman yang baru saja diberlakukan oleh pemerintah merupakan solusi yang tepat. Hanya saja, kabar yang menyebar di masyarakat diakui salah kaprah sehingga menghadirkan kontroversi. Menurutnya, kebiri yang dimaksud bukan mematikan fungsi alat genital pelaku. Namun, menidurkan fungsi reproduksi mereka dalam waktu yang ditentukan.
“Yang kami maksud adalah kebiri kimia bagi pelaku pedofil yang korbannya bekali-kali. Sehingga, dia tidak menimbulkan korban-korban baru dalam masa rehabilitasi,” terangnya di Jakarta, Senin (30/5).
Dalam hal ini, pihaknya juga tak hanya mengandalkan hukuman kebiri. Pemerintah juga masih menyimpan opsi menanam chip kepada pelaku sebagai pelacak dan mempublikasikan identitasnya. Juga, memberlakukan hukuman mati jika kejahatannya sudah terlalu berat.
“Tentunya, yang sudah diganjar hukuman mati tidak akan dikebiri. Kami juga tidak meninggalkan proses rehabilitasi,” imbuhnya.
Terkait tuduhan bahwa hukuman tersebut tidak efektif, Khofifah menampik. Menurutnya, hukuman tersebut sudah dijalankan di berbagai negara maju di dunia. Menurut studi Kemensos, penerapan hukum tersebut terbukti bisa menekan kasus kekerasan seksual terutama pada anak.
“Di Jerman, Inggris, Korea Selatan. Semua negara itu terbukti efektif,” ujarnya.
Ketua KPAI Asrorn Niam juga ikut mendukung tindakan tegas terkait hukuman. Menurutnya, solusi drastis memang dibutuhkan dengan kasus kekerasan seksual yang terus meningkat. Pada 2015 saja, terdapat 574 laporan kasus di kepolisian. Itu meningkat 50 persen dibanding kasus 2014 sebanyak 382 laporan.
Namun, dalam hal ini proses penegakan hukum pun harus berhati-hati. Menurutnya, aparat tak boleh menyamaratakan proses hukum terhadap semua pelaku. Sebab perlakuan kejahatan anak-anak dengan orang dewasa kerap disamakan.
“Kalau anak sebagai pelaku mestinya berbeda penangannya dengan pelaku dewasa. Pendekatan anak harus dalam konteks pemulihan. Bukan ditempatkan di lembaga pemasyarakatan,” jelasnya.
Ketua Komisi VIII Ali Taher, dalam kesimpulan rapat, mendorong instansi pemerintah untuk bersinergi dalam hal penanganan masalah anak. Menurutnya, baik kebijakan dan implementasinya harus mencakup aspek pencegahan, penanganan dan rehabilitasi.
“Kami meminta agar kerja sama program dan kegiatan yang diarahkan untuk membangun ketahanan keluarga bisa ditingkatkan. Sebab, keluarga adalah sarana untuk mencegah timbulnya permasalahan terhadap anak,” jelasnya. (Jawa Pos/JPG)