Eksekutor Kebiri Tak Mesti Dokter?

Ilustrasi.NET

eQuator.co.id – JAKARTA–RK. Kementerian Kesehatan (Kemenkes) berupaya menengahi kebingungan soal eksekutor hukuman kebiri. Pasalnya, Ikatan Dokter Indonesia (IDI) masih kekeuh menolak menjadi algojo untuk hukuman ini. Sementara di sisi lain, vonis kebiri terhadap M. Aris, pelaku pencabulan 12 bocah di Mojokerto telah dijatuhkan Kejaksaan Negeri Mojokerto.

Kemenkes berencana untuk mempertemukan kedua belah pihak untuk membahas teknis hukuman kebiri ini. Hal tersebut diungkap oleh Staf Khusus Menteri Kesehatan Prof Akmal Taher di Kantor Kemenkes, Jakarta, kemarin (26/8).

”Kalau memang seperti itu, nanti kami akan duduk sama-sama dengan Ikatan Dokter Indonesia juga untuk mencari jalan keluarnya. Bagaimana supaya itu bisa dijalankan,” ujarnya.

Akmal menegaskan, jika itu memang sudah diputuskan dalam undang-undang maka harus dijalankan. Termasuk oleh Kemenkes. Tapi, tetap tak boleh mengesampingkan etika profesi yang sudah diucapkan dalam sumpahnya.

”Sekarang kita belum melihat secara pasti, tetapi undang-undang mesti dijalankan. Saya yakin ada jalan keluarnya,” tutur Akmal.

Terpisah, Deputi Perlindungan Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPA) Nahar mengisyaratkan bahwa eksekutor hukuman kebiri nantinya tak wajib dari profesi dokter. Hal tersebut bakal tercantum dalam PP yang sedang digodok saat ini.

”Misal, ya sudah di rumah sakit. Lalu, yang melaksanakan (eksekutor, red) yang punya kompetensi di bidang itu. (Tak harus dokter?) Iya,” ujarnya.

Tapi untuk detilnya, lanjut dia, akan ada aturan turunan yang dibuat. Untuk urusan hukuman kebiri kimia misalnya, Kemenkes bakal menjadi leadernya.

”Teknis akan didetilkan melalui permenkes,” ungkapnya.

Sementara, untuk tambahan hukuman sosial berupa publikasi pelaku dan pemasangan chips akan menjadi tanggung jawab Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) bersama KPPA.

Waktu tiga tahun sepertinya tidak dimanfaatkan sebaik mungkin oleh pemerintah. Buktinya, aturan teknis masih belum rampung. Meski saat ini, PP yang jadi acuan dalam implementasi UU 17/2016 diklaim sudah memasuki tahap akhir.

”Tinggal diajukan kepada menteri-menteri terkait untuk diminta persetujuannya,” tandasnya. (Jawa Pos/JPG)