eQuator – Nanga Pinoh–RK. Kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) di Kabupaten Melawi mengalami peningkatan. Hingga 15 Desember 2015, kasus DBD di Melawi berjumlah sebanyak 106. Tren peningkatan terjadi sejak pergantian musim kemarau ke musim penghujan.
Di musim hujan, beginilah nyamuk aedes aegypti berkembang biak pada tempat-tempat penampungan air,” ujar Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Melawi, dr. Akhmad Jawahir yang ditemui di ruangan kerjanya, Selasa (15/12).
Dari data yang diperoleh di Dinkes Melawi, kasus DBD yang terjadi saat ini tersebar di beberapa kecamatan. Diantaranya, di Kecamatan Nanga Pinoh, Belimbing, Menukung, Pinoh Utara, Sayan dan Kecamatan Tanah Pinoh Barat.
Namun dari jumlah 106 kasus DBD tersebut, Kecamatan Nanga Pinoh menjadi daerah yang mendominasi. Yakni dengan jumlah 78 kasus. Kemudian, Kecamatan Belimbing menjadi kecamatan mendominasi kedua. Data tersebut diinput oleh Dinkes melalui laporan-laporan dari Puskesmas serta klinik-klinik yang ada di Melawi.
Namun, meskipun peningkatan terjadi, tetapi belum bisa dikatakan Kejadian Luar Biasa (KLB). Sebab jumlah kasus yang ada itu belum mengalami dua kali lipat di periode yang sama pada tahun sebelumnya.
“Nah, sesuai SOP dinas kesehatan. Kasus DBD ini tidak ada bahasa Siaga 1 atau siaga apalah itu. Yang ada itu status KLB. Namun status KLB ditetapkan juga harus sesuai SOP. Yakni apabila jumlah kasusnya sudah dua kali lipat dari jumlah kasus pada periode yang sama tahun sebelumnya. Jika belum berjumlah dua kali lipat maka belum bisa disebut KLB,” jelasnya.
Namun terhadap kasus DBD yang ada tersebut, Dinkes Melawi sudah berupaya penuh melakukan antisipasi penyebaran virus DBD. Dengan melakukan penyemprotan fogging di daerah terjadinya kasus hingga radius 100 meter. “Tindakan kita melakukan fogging di lokasi kasus hingga radius 100 meter. Sebab jarang terbang maksimal nyamuk aedes aegypti hanya sampai 100 meter saja,” bebernya.
Selain itu, Dinkes juga melakukan pemberian bantuan bubuk abate kepada masyarakat untuk membasmi nyamuk yang berada di tempat-tempat penampungan air yang menjadi tempat perkembangbiakan. Upaya tersebut juga harus memerlukan dukungan dari masyarakat luas.
“Kasus DBD tidak akan bisa diberantas apabila hanya mengandalkan pemerintah saja. Peran serta masyarakat juga sangat dibutuhkan. Terutama dalam melakukan tindakan 3 M. Yakni menguras tempat penampungan, menutup tempat penampungan dan mengubur sampah-sampah yang bisa menjadi penampung air,” terangnya.
Namun, lanjut Akhmad, akan lebih baik lagi jika masyarakat bisa mengubah pola hidup masyarakat dalam penggunaan bak tampung. Seperti tidak menyediakan bak air di dalam kamar mandi, namun menggunakan sower yang dialiri melalui profil penampungan di atas yang ditutup. “Tentu akan lebih hemat air dan potensi perkembangbiakan nyamuk lebih minim,” ucapnya.
Akan tetapi, apabila tempat penampungan air tidak bisa dihindari maka masyarakat diharapkan melakukan penaburan bubuk abate ke bak tampung tersebut. Kemudian yang tidak kalah pentingnya, masyarakat yang memiliki kendaraan pribadi, seperti mobil diharapkan bisa menyemprot ruangan di dalamnya dengan racun nyamuk. “Mobil merupakan salah satu tranportasi nyamuk aedes aegypti ke daerah-daerah yang susah dijangkau,” ingatnya. (aji)