eQuator.co.id – Melawi-RK. Kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) menjadi momok yang mengerikan bagi masyarakat. Penyakit yang bisa menimbulkan kematian akibat virus yang disebar oleh nyamuk Aeddes Aegypti melalui gigitannya tersebut di Melawi masih tergolong tinggi.
Kepala Pengendalian Penyakit (P2) Dinas Kesehatan (Dinkes) Melawi, Arif Santoso mengatakan, menurut data kasus DBD yang dilaporkan ke Dinkes sejak Januari hingga Desember 2018 mencapai 57 kasus. “Sementara untuk Januari tahun 2019 jumlah kasus yang dilaporkan ke kami baru enam kasus. Lima kasus di Manggala Kecamatan Pinoh Selatan dan 1 kasus di Pemuar, Kecamatan Belimbing,” ujar Arif Santoso, kemarin.
Berbeda dengan data dari Dinkes Melawi, di Rumah Sakit Citra Husada (RSCH) Melawi kasus DBD yang ditangani pada tahun ini sudah mencapai belasan orang. Dimana jumlah penderitanya terdiri dari orang dewasa dan anak-anak.
“Sejak November 2018 hingga Januari 2019 tercatat ada 29 pasien DBD yang dirawat di rumah sakit miliknya. November itu 5 pasien DBD, Desember lalu ada 11 anak dan 2 dewasa. Kemudian, Januari 9 anak dan 2 dewasa. Ini masih berlanjut terus,” ujar Direktur RSCH Melawi, dr Santoso saat ditemui di ruang kerjanya, beberapa hari lalu.
Lebih lanjut, Ia menambahkan, DBD sekarang terbilang berat. Ada pasien yang masuk dengan trombosit dibawah 10 ribu. Serta ada pasien yang baru dibawa ke rumah sakit dengan kondisi berat. Yang harus ekstra hati-hati bila DBD menyerang anak-anak dengan kondisi badan gemuk luar biasa atau over weight.
“Beberapa pasien yang meninggal karena DBD. Beberapa di antaranya karena dalam kondisi seperti ini,” papar.
Sedangkan kasus DBD di penghujung dan awal tahun 2019 sudah menunjukkan bahwa saat ini wabah DBD tak lagi memandang musim atau bulan. Faktor penyebabnya bisa jadi disebabkan belum terkendalinya Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) di rumah-rumah.
“Pelaksanaan fogging juga tidak akan efektif bila nyamuknya masih berupa jentik. Kan siklus hidup nyamuk itu 1-7 hari. Untuk membunuh nyamuk DBD foging harus dilakukan lebih dari sekali. Paling tidak seminggu dua kali dan itu sebenarnya hanya pada daerah yang memang ada kasus DBD,” jelasnya.
Secara terpisah, Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Melawi, dr Ahmad Jawahir berharap warga menggiatkan kegiatan pemberantasan sarang nyamuk dan membiasakan pola perilaku hidup bersih dan sehat di lingkungan masing-masing.
“Fogging tidak lagi efektif. Yang harus dilaksanakan saat ini adalah tindakan Pembasmian Sarang Nyamuk (PSN),” tegas dr Ahmad Jawahir, Minggu (27/1).
Menurutnya, upaya fogging atau pengasapan untuk memberantas nyamuk Aedes Agepty yang membawa virus dengue penyebab penyakit demam berdarah itu bukan merupakan cara yang efektif.
“Fogging kurang efektif. Karena dalam penggunaannya cenderung menyemprot secara massal di ruangan terbuka,” tuturnya.
Sementara itu, hasil penelitian yang dilakukan bahwa fogging bukan cara yang efektif memberantas nyamuk. Seharusnya menggunakan program pemerintah 4M Plus (Menguras, Menutup, Mengubur dan Memantau) dan Plusnya tidak menggantung kain kotor, memelihara ikan ditempat air jernih, membasmi nyamuk (menggunakan insektisida) serta menggunakan kelambu.
“Strategi awal yang harus dilakukan adalah memberikan edukasi masyarakat mengenai penyakit DBD dan pencegahannya melalui 4M Plus,” ulasnya.
Selain itu, persepsi masyarakat juga perlu diluruskan terkait metode pencegahan yang paling efektif dan efisien. Salah satu bentuk pencegahan penyakit DBD adalah melalui kegiatan 4M Plus secara rutin. Jadi fogging tidak lagi efektif untuk menumpas nyamuk berbahaya itu.
“Tentunya pekerjaan ini harus dilakukan bersama-sama serta melibatkan seluruh elemen masyarakat. Dengan pola hidup bersih termasuk menerapkan program 4M Plus agar jumlah kasus DBD tidak bertambah,” harapnya.
Reporter: Dedi Irawanr
Redaktur: Andry Soe