eQuator.co.id – Pontianak-RK. Menu udang goreng tepung, ayam kecap, dan buah-buahan menemani pertemuan terbuka perdana calon gubernur dan wakil gubernur (Wagub) Kalbar yang disebut-sebut bakal diusung PDIP-Demokrat, Karolin Margret Natasa-Suryadman Gidot. Mereka duduk semeja dan tampak berbincang akrab usai penyerahan DIPA tahun anggaran 2018 di Ruang Saji kantor Gubernur Kalbar, Pontianak, Kamis (14/12).
Sesaat sebelum didatangi para awak media, Karolin sempat menelpon dan menyerahkan selulernya ke Gidot, seolah memberi isyarat yang menelpon ingin langsung berkomunikasi dengan keduanya. “Komunikasi politik kita, sejauh ini sudah dikaji. Pasangan yang bisa bersinergi dengan kita adalah Pak Gidot dari Partai Demokrat, inilah yang ditindaklanjuti oleh partai-partai. Semoga jodoh ya sampai waktu pendaftaran,” ungkapnya kepada wartawan. Saat itu, Gidot tengah menerima telpon via handphone Karolin.
Kendati demikian, Karol, karib dia disapa, mengakui rekomendasi resmi dari Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat (DPP) PDIP, Megawati Soekarnoputri, dan Sekretaris Jenderal, Hasto Kristiyanto, belum turun. “Masih dalam proses, namun secara keseluruhan tahapan komunikasi kita dengan partai-partai lain dilaporkan langsung ke DPP partai,” tutur Bupati Landak itu.
Pemilihan Gidot sendiri sebagai calon wakil gubernur, diklaimnya murni hasil survei. “Ya, survei yang paling tinggi, yang dapat bersinergi dengan kita. Berdasarkan survei adalah Pak Gidot dari Partai Demokrat,” jelas Karol.
Selain itu, pemilihan Gidot didasarkan pertimbangan kinerja mesin partai. Untuk pemenangan, PDIP Kalbar meyakini hal tersebut sangat diperlukan.
“Beliau merupakan salah satu ketua partai. Lagipula, sejarah di Kalbar, PDIP dengan Partai Demokrat bukan koalisi baru. Pilgub (pemilihan gubernur) bersama-sama dengan Partai Demokrat dalam dua periode (Cornelis-Christiandy Sanjaya,red) dan tidak pernah ada masalah,” paparnya.
Karol juga menyebut, anggota koalisi ini belum final. Artinya, tak hanya PDIP-Demokrat saja. Sebab DPD PDIP Kalbar terus menjalin komunikasi dan lobi-lobi politik dengan partai-partai lain.
Sementara itu, Suryadman Gidot, yang telah mengembalikan seluler Karol menegaskan, kendati dia Ketua Dewan Pengurus Daerah (DPD) Partai Demokrat Kalbar, tak mengapa hanya menjadi calon wakil gubernur dalam kontestasi Pilgub 2018 mendatang. “Sebenarnya ini kan sama-sama untuk mengabdi kepada daerah, bukan harus gubernur atau wakil Gubernur, jadi nomor dua ndak masalah,” ujar Bupati Bengkayang itu kepada para pewarta.
Ditanya terkait Ketua DPD PDIP Kalbar, Cornelis, yang membuat pernyataan mendahului turunnya surat keputusan DPP PDIP soal calon yang akan diusung , Gidot menyatakan, hal itu bukan persoalan. “Ya, kalau menurut beliau begitu, sebagai gubernur dan ketua partai, maka itu yang terbaik. Untuk melanjutkan estafet dan hal-hal yang belum diselesaikan, itu ndak masalah,” terangnya.
Kendati demikian, Gidot menyerahkan sepenuhnya sesuai mekanisme partai. Selaku kader Partai Demokrat, ia siap jika ternyata dipilih DPP mendampingi Karol.
“Kita di bawah ikut saja, karena bagaimanapun, yang punya partai kan pusat. Kita nangis gimana pun mau maju, kalau ndak diberi kepercayaan, ndak bisa juga. Begitu juga sebaliknya, kalau diberi, lalu kita nolak, selaku kader pun ndak bisa,” jelas dia.
Jika memang duet Karol-Gidot jadi kenyataan, ia mengatakan, deklarasi akan dilakukan sebelum perayaan Natal. Partai Demokrat selama ini juga telah melakukan analisa melalui survei.
“Di bawah tanggal 20-an, diumumkan. Kami sudah melakukan beberapa kali survey, hasil survei itu ya Ibu Karol tidak ada yang bisa lawan (di PDIP),” ujar Gidot.
Ditegaskannya, Partai Demokrat selalu mengedepankan realita, hasil survei merupakan kehendak rakyat dan suara rakyat. “Kita harus ikut suara rakyat, suara rakyat adalah suara Tuhan. Jadi kita ndak boleh lawan,” terangnya.
Karol-Gidot sama-sama bersuku Dayak. Gidot berharap, agar semua pihak tidak membawa-bawa suku dan agama saat Pilkada berlangsung.
“Kalau seandainya kami terpilih, bukan berarti Gubernur Dayak dan Wagub Dayak, tapi Gubernur dan Wagub kita bersama. Itu paling penting, hakekat suku sudah final, tidak pernah kita memilih untuk menjadi suku A, suku B, atau Suku C. Sedangkan agama adalah urusan keyakinan masing-masing pribadi terhadap Tuhan,” pungkas mantan kepala sekolah di Bengkayang ini.
Sebelumnya, usai penyerahan DIPA 2018, Ketua DPD PDIP Kalbar, Cornelis kembali menegaskan partainya akan mengusung Karol-Gidot. “Pasti, pasti !! Tidak akan berubah, saya tidak ngomong sembarangan, kasih tahu sama lawan-lawan politik itu. Harus yakin, kalau yang namanya bertempur, harus yakin, kalau tidak yakin berarti kita sudah kalah 50 persen,” tegas Cornelis.
Peran Gidot, di matanya, dapat dinilai secara ilmiah. Salah satunya, Gidot merupakan Ketua DPD Partai Demokrat Kalbar. Cornelis juga menilai kehadiran partai politik itu seharusnya sebagai pengusung bukan pendukung.
“Mengusung dengan dukung beda. Kalau dia ngusung, teken langsung di KPU (Komisi Pemilihan Umum). Jadi bukan berita tidak benar, jadi kalau olok-olokan politik yang brengsek itu ngomongnya kayak gitu (tidak benar). Semua yang saya omongkan ini, tolong ditulis semua, saya yakin,” paparnya.
Ia mengatakan, PDI Perjuangan memiliki aturan. Tidak sembarangan dalam menentukan figur yang akan diusung. Kemudian, pria yang juga menjabat Gubernur Kalbar dua periode ini menyebut, yang paling penting bagi bakal calon adalah harus ada komunikasi dengan partai politik lain.
“Ini yang kadang-kadang tidak kita lakukan. Soal positif atau tidak, kita tidak tahu, tapi yang jelas ada beberapa Parpol sudah memenuhi syarat,” jelas Cornelis.
Terkait sinyal penolakan dari internal partainya untuk pencalonan Karol-Gidot, ia menuturkan, perannya sebagai Ketua DPD PDIP Kalbar merupakan perpanjangan tangan dari Ketua Umum DPP PDIP, Megawati Soekarnoputri. “Memangnya aku ni bukan ketua partai? Memangnya aku bukan perpanjangan ketua umum? Saya ini Ketua DPD PDIP, adalah perpanjangan dari ketua umum. Hubungan antara ketua umum dan ketua DPD itu erat,” tandasnya.
Setakat ini, beredar sejumlah surat dukungan (Model B1-KWK Parpol) dari dua partai untuk Karol-Gidot yang belum diketahui keasliannya. Pertama, Keputusan dari Dewan Pimpinan Nasional (DPN) Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI) bernomor 017/KEP/DPN PKP IND/IX/2017. Surat tersebut sepertinya dikeluarkan di Jakarta. Dicap DPN PKPI, bermaterai Rp6.000, tertanggal 7 September, diteken Ketua Umum AM Hendropriyono dan Sekjen Imam Anshori Saleh.
Kemudian, surat keputusan serupa berbentuk kopian dari DPP Partai Demokrat bernomor 986/DPP.PD/XI/2017 yang sepertinya ditandatangani di Jakarta pada 21 November 2017. Yang membubuhkan paraf di atas materai Rp6.000 dan bercap DPP Partai Demokrat itu adalah Ketua Umum Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Sekjen Hinca IP Pandjaitan XIII.
Laporan: Rizka Nanda
Editor: Mohamad iQbaL