Kantor Imigrasi Ditumbuhi Semak, Dinsosnaker Pasrah Tak Bisa Kontrol TKA Ilegal

DIBIARKAN BURUK. Seorang jurnalis sedang merekam detail bangunan Kantor Imigrasi Kelas III Ketapang yang tak terurus, Sabtu (6/8). Padahal, jauh-jauh dari Jakarta, Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly meresmikan gedung yang terletak di dekat kawasan rumah adat Ketapang itu pada Maret lalu. OCSYA ADE CP

eQuator.co.id – Ketapang-RK. Kantor Imigrasi Ketapang di Jalan Lingkar dekat Rumah Adat Melayu memang selesai dibangun setahun silam. Tapi, jangankan penghuni, bangunan itu seperti tak bertuan. Halaman Kantor bercat krim dengan atap merah maron tersebut kini ditumbuhi rumput dan semak.

Kepada siapa bisa konfirmasi jumlah Tenaga Kerja Asing (TKA) yang sah maupun ilegal (tanpa IMTA) di kabupaten bagian selatan Kalbar ini? Dinas Sosial, Ketenagakerjaan, dan Transmigrasi (Dinsosnakertrans) setempat angkat tangan. Pejabatnya mengaku tidak bisa mengontrol keluar-masuknya TKA legal dan ilegal, apalagi warga asing yang tidak memiliki visa bekerja.

“Kami tidak bisa tahu kalau itu (TKA) ilegal. Wewenang bukan di kami, tetapi pada Imigrasi. Kami hanya mewajibkan perusahaan untuk melaporkan warga asing yang bekerja di sini,” ungkap Firdaus SH MH, Kepala Bidang Ketenagakerjaan Disosnakertrans Ketapang menjawab Rakyat Kalbar, Jumat (5/8).

Menurut Firdaus, ada 23 perusahaan yang mempekerjakan TKA di Kabupaten Ketapang hingga Juni 2016. Total keseluruhan TKA tercatat 475 orang. Rata-rata dari Beijing, RRT, bekerja di PT. Well Harvest Winning Alumina Refinery (WHW).

“Paling banyak dari WHW. Hingga Juni 2016 ini hanya 266 saja. Semuanya laki-laki,” ungkapnya, yang membantah jika dikatakan ribuan orang.

Dari 475 TKA yang bekerja di Ketapang, tidak hanya  di bidang pertambangan, ada juga di  perkebunan. Termasuk tenaga kerja asing di Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU).

“Ini sudah kami cek semuanya memiliki IMTA,” jelas Firdaus.

Bagaimana dengan yang tidak terdaftar alias ilegal? “Itu kami tidak tahu. Karena untuk mengantisipasinya tentunya dengan cara pemeriksaan, dan kita tidak ada wewenang pemeriksaan orang asing,” ulangnya.

Firdaus mengakui banyak WNA yang masuk. Hanya saja, dia tidak tahu apakah  dengan visa kunjungan atau visa kerja. Yang tahu adalah petugas di Bandar Udara Rahadi Oesman. Tapi, di sana tidak tersedia Imigrasi.

“Tidak usah jauh-jauh. Katakanlah kita melihat orang PT. WHW menjemput orang di Bandara Supadio dan Rahadi Oesman. Kita tidak tahu ini untuk bekerja atau hanya kunjungan,” tegas dia.

Bahkan, kalaupun ditemukan ada TKA ilegal dipekerjakan, pihaknya juga tidak bisa  menindak perusahaan. “Ya sanksinya mengeluarkan TKA tanpa IMTA tadi dan serahkan kepada Imigrasi. Bukan sanksi kepada perusahaan,” timpalnya.

Walhasil, semua terpulang kepada Imigrasi, “Di Ketapang inikan yang ada hanya Kantor Imigrasinya, petugasnya tidak ada,” beber Firdaus.

Pihak Dinsosnakertrans Ketapang sempat menanyakan ke Provinsi mengapa kantor kosong melompong. Jawabannya, kekurangan SDM. Fokus pengawasan hanya ke Perbatasan.

“Jadi untuk mengecek di sana itu (perusahaan,red), kami bekerja sama dengan kepolisian dan TNI. Sekali-sekali juga mengajak Imigrasi Provinsi,” jelasnya.

Ia menyadari TKA di Ketapang saat ini sedang disorot serius berbagai pihak. “Sering dituding seolah tidak serius menangani TKA (Dinsosnakertrans Ketapang,red). Tudingan pihak luar itu pembiaran TKA ilegal,” tutur Firdaus.

Dijelaskannya, TKA menangani bidang-bidang teknis. “Misalnya mengoperasikan mesin-mesin dari China, jadi mereka yang mahir. Dan harus diakui kelemahan SDM kita ada di situ,” terangnya.

Hanya saja, Firdaus menekankan, Bupati Ketapang Martin Rantan sudah mengingatkan dan menekankan perusahaan harus memprioritaskan masyarakat Ketapang. Kecuali jika warga setempat tidak bisa mengerjakannya.

“Bupati mengutamakan masyarakat setempat dalam penyerapan tenaga kerja. Ini tujuan akhir agar kondusif, agar tak terjadi gejolak atau konflik sosial,” tukasnya. Firdaus membenarkan pernah terjadi pembakaran di PT. WHW yang pada akhirnya dapat diatasi pihak keamanan.

AKBP Hadi Purwanto, Kepala Polres Ketapang, sebelum digantikan AKBP Sunario, yang dikonfirmasi Rakyat Kalbar pada Minggu (7/8), enggan berkomentar soal pengawasan orang asing. Dia menyerahkan sepenuhnya kepada Kepala Satuan Intelnya, AKP Suhardi.

“Orang Asing di Ketapang kita awasi. Hal ini kita lakukan mengantisipasi kegiatan ilegal yang mereka lakukan,” tutur AKP Suhardi di Pontianak yang dihubungi via telepon.

Kerja pengawasan, menurutnya, dengan melakukan pendataan di perusahaan-perusahaan yang mempekerjakan tenaga asing di Kabupaten Ketapang. “Ini kita lakukan bersama Dinsoskertrans. Kita harus mengetahui sehingga segala hal dapat diantisipasi. Terlebih karena pernah ada kejadian warga setempat ribut dengan perusahaan yang mempekerjakan tenaga asing tadi. Kejadiannya itu pada tahun 2015,” paparnya.

Mengawasi tapi tidak menindak. “Kecuali orang asing itu melakukan tindak kriminalitas, kita akan turun menanganinya secara pidana,” singkat Suhardi.

IMIGRASI, MASALAH BESAR

Kelompok masyarakat yang tergabung dalam Front Pembela Rakyat Ketapang (FPRK) bereaksi dengan geliat penambangan dan pemurnian hasilnya itu di Kendawangan. Ketua FPRK, Isa Anshari, mengkritisi kinerja keimigrasian terutama terkait TKA yang bekerja di pertambangan. Sebab, sebelum smelter dibangun tenaga pribumi setempat digunakan jauh lebih banyak.

“Imigrasi yang wajib tahu TKA yang mengantongi visa kerja atau kunjungan serta personalnya. Tapi kan Imigrasi hanya ada kantornya yang ditumbuhi semak di Ketapang,” kesalnya.

Maka, jangan diharapkan ada penindakan pelanggaran Visa dan dokumen lainnya bisa dilakukan. Ada yang curiga kalau Kantor Imigrasi kosong dan mungkin sudah dihuni hantu dan makhluk halus itu disengaja.

“Tentu ini masalah besar. Kita minta kepada pimpinan Imigrasi atau Kemenkumham di Pontianak menempatkan petugas di Ketapang. Jangan sampai kecolongan atau kebobolan di depan mata,” pungkas Isa.

 

Laporan: Achmad Mundzirin dan Ocsya Ade CP

Editor: Mohamad iQbaL