eQuator.co.id – Sungai Raya-RK. Kalbar memang tak akrab dengan gempa. Tapi bukan berarti tanah di Bumi Khatulistiwa tak pernah bergoyang.
“Potensi selalu ada, namun untuk Kalbar sangat kecil sekali peluangnya untuk terjadi gempa, khususnya di Putussibau (Kapuas Hulu),” ungkap Kepala Seksi Data dan Informasi Stasiun Meteorologi Kelas I Supadio Kubu Raya, Sutikno, Senin (15/10).
Kendati begitu, gempa pernah terjadi di Kalbar. Skalanya sangat kecil. Di Kabupaten Ketapang dan Kubu Raya.
“Gempa di Ketapang misalnya yang masih kita ingat, skala kekuatannya hanya 4,9 SR, gempa ini terjadi di Kendawangan pada 24 Juni 2016,” ungkapnya.
Di Kalbar sudah ada pendeteksi gempa. Alat tersebut berada di Singkawang, Kubu Raya (Supadio), dan Sintang. Setakat ini, hanya di Singkawang yang beroperasi. Sedangkan di Kubu Raya dan Sintang sedang dalam perbaikan.
“Hingga saat ini, kita belum bisa mendeteksi atau memprediksi adanya gempa di Kalbar,” jelasnya.
Okelah gempa kecil potensinya untuk menjadi bencana besar di Kalbar. Namun, Kalbar karib dengan banjir.
Dijelaskan Sutikno, beberapa hari ke depan masih ada potensi hujan lebat. Terutama di Kabupaten Kapuas Hulu. Kota Pontianak dan sekitarnya juga perlu mewaspadai hujan lebat ini. Lantaran bisa memicu banjir atau genangan.
“Potensi hujan lebat dari sekitar tanggal 21 sampai dengan 23 Oktober 2018,” tutup Sutikno.
Sementara itu, Bupati Kubu Raya, Rusman Ali mengatakan, untuk mengantisipasi banjir diperlukan kerja sama semua pihak. Diantaranya di wilayah sekitar Bandara Supadio yang rentan terjadi banjir. Dia pun minta dinas terkait mengatasinya agar tidak terjadi banjir.
“Nah, pihak Bandara juga kita harapkan ikut menjaga. Dalam artian memelihara saluran,” ujarnya.
Selain membersihkan rumput, Bupati juga meminta kesadaran masyarakat untuk menjaga kebersihan parit-parit. Karena sebelumnya ia melihat ada bekas serbuk kayu yang dibuang ke parit.
“Inikan bisa menjadi penyebab banjir juga. Karena itu mari bersama kita jaga parit-parit dan saluran air agar tidak tersumbat,” serunya.
Penyebab banjir di Kubu Raya tidak terlepas pula dari adanya air pasang. Apalagi jika kondisi air pasang berbarengan dengan curah hujan yang tinggi. Kendati begitu, saluran air yang tersumbat yang berpotensi menjadi penyebab banjir harus menjadi perhatian.
“Kita lihat juga jika ada kaitannya dengan dinas terkait kita panggil dinasnya. Misalnya paritnya kotor atau mengalami pendangkalan, kita panggil dinas terkait untuk membersihkan dan melakukan pengerukan,” tuturnya.
Dijelaskannya, dampak banjir juga bisa merusak infrastruktur yang ada di Kubu Raya. Kalau parit tidak lancar dan hujan turun disertai air pasang, terjadi genangan. “Nah, nantinya ini juga bisa merusak jalan,” ucapnya.
Bupati juga mengimbau kepada developer di Kubu Raya agar memperhatikan drainase ketika membangun perumahan. Drainase menjadi syarat penting untuk izin membangun perumahan.
“Kalau ada developer yang tidak membangun drainase, tetap kita tegur dinas, izinnya kita tahan. Bahkan kalau memang masih bandel bisa kita cabut izinnya,” demikian Rusman Ali.
GEMPA DI KALIMANTAN
BERJENIS TEKTONIK
Dari sejumlah literatur, salah satunya kajian Pusat Studi Gempa Nasional 2017, secara umum kondisi tektonik Kalimantan terdiri dari beberapa patahan-patahan (sesar) lokal. Yaitu, Patahan Adang, Patahan Meratus, Patahan Mangkalihat (Patahan Sangkulirang) dan Patahan Tarakan. Meski demikian, hanya ada beberapa sesar yang aktif, yakni Patahan Meratus, Patahan Mangkalihat, dan Patahan Tarakan. Sesar-sesar tersebut memiliki panjang lebih dari 100 kilometer yang dapat menimbulkan gempa bumi dengan magnitudo 7.
Sesar mendatar Tarakan dapat dikenali di bagian utara pulau Kalimantan yang terbentang mulai dari daratan sampai ke lepas pantai. Sesar Mangkalihat yang berupa sesar mendatar, diidentifikasi di pantai timur Pulau Kalimantan. Zona sesar anjak dikenali di bagian selatan Pulau Kalimantan, yaitu Sesar Meratus.
Di Borneo ini, Kalimantan Utara (Kaltara) paling rawan gempa. Nunukan, Tarakan, dan sekitarnya, secara tektonik diapit tiga sistem sesar mendatar. Di sebelah selatan Kaltara, dua sistem sesar berarah barat daya-tenggara, yaitu Sesar Mangkalihat dan Sesar Maratua.
Wilayah Indonesia yang menjadi pertemuan tiga lempeng akhirnya rawan terhadap bencana alam ini. Ketiga jalur lempeng tersebut adalah Lempeng Pasifik, Indo-Australia, dan Eurasia. Perjumpaan lempeng Eurasia dan Pasifik membujur di utara Papua hingga Maluku Utara. Lempeng Eurasia dan Indo-Australia membentang dari sebelah barat Sumatra, selatan Pulau Jawa, Nusa Tenggara, hingga Laut Banda. (Penentuan Seismisitas dan Tingkat Risiko Gempa Bumi, 2013, hlm 2).
Jika merujuk dari ketiga jalur lempeng itu yang tidak melintasi Kalimantan, pulau ini dianggap cenderung aman dari gempa. Kalimantan juga tidak dilewati sabuk vulkanik aktif, dan karenanya, tidak ada gunung berapi aktif sebagai penyebab gempa vulkanik.
Namun demikian, bukan berarti pulau terbesar ketiga di dunia ini aman dari guncangan. Sejumlah gempa di Kalimantan telah dicatat BMKG dalam beberapa tahun terakhir. Uniknya, seluruh gempa yang melanda Kalimantan justru berjenis tektonik, yang ditimbulkan dari pergerakan lempengan bumi.
Semisal pada 5 Juni 2015, terjadi gempa dengan magnitudo 6 di wilayah Ranau, Sabah, Malaysia. Gempa mengakibatkan korban jiwa sebanyak 19 orang. Serta longsor di Gunung Kinibalu. Berdasarkan catatan BMKG, sebelum kejadian tersebut, juga pernah terekam adanya gempa dengan magnitudo 5,7 pada 25 Februari 2015. Pusat gempa berjarak 413 kilometer timur laut Kota Tarakan, Kaltara. Sementara menjelang pengujung tahun 2015, kekuatan gempa meningkat menjadi 6,1 skala richter (SR).
Sekitar pukul 03.21 Wita, pada 3 Mei 2018, Stasiun Geofisika Klas III Balikpapan mencatat gempa tektonik terakhir mengguncang wilayah Kabupaten Paser, Kaltim, Dari analisis BMKG menunjukkan bahwa gempa yang terjadi memiliki kekuatan 4,5 SR. Pusat gempa bumi terletak pada koordinat 1.96 LS dan 115.83 BT, atau tepatnya berlokasi di darat pada jarak 29 kilometer arah barat daya Paser pada kedalaman 10 km.
BMKG mencatat, skala guncangan gempa yang dirasakan di Paser di intensitas I SIG-BMKG atau II-III MMI. Beberapa warga merasakan guncangan ini, dan dinding terasa bergetar hingga beberapa detik. Tidak ada laporan kerusakan akibat gempa bumi yang terjadi saat itu.
Hal tersebut mengindikasikan bahwa Kalimantan tidak sepenuhnya aman dari gempa. Sebagaimana anggapan banyak orang selama ini. Bahkan pada 14 Mei 1921, terjadi gempa bermagnitudo 6,7 di Sangkulirang, Kutai Timur (Kutim). Kejadian terekam sekitar pukul 21.09 Wita. Gempa disusul tsunami. Bencana tersebut mengakibatkan rumah penduduk roboh, tanah merekah.
Ditemui Kaltim Post (Jawa Pos Group) belum lama ini, Kepala Stasiun Geofisika Klas III Balikpapan Mudjianto menuturkan, Pulau Kalimantan secara umum mempunyai tingkat seismisitas yang relatif rendah dibandingkan wilayah lain di Indonesia yang berada di sekitar subduksi (seperti pantai barat Sumatra, selatan Jawa dan Nusa Tenggara dan Sulawesi bagian Utara dan lainnya).
Pengamatan gempa bumi di wilayah Pulau Kalimantan dan sekitarnya dilakukan Stasiun Geofisika Klas III Balikpapan. Secara seismistas, wilayah Kalimantan relatif lebih kecil dibandingkan wilayah lain. Potensi kegempaan di Kalimantan berasal dari patahan lokal yang berada di Kalimantan. Secara umum, kondisi tektonik Kalimantan terdiri dari beberapa patahan-patahan lokal. Yaitu patahan Adang, Patahan Meratus, Patahan Mangkalihat (Patahan Sangkulirang) dan Patahan Tarakan.
Patahan yang aktif di Kaltim-Kaltara adalah Patahan Meratus, Patahan Mangkalihat, dan Patahan Tarakan. Sesar-sesar tersebut memiliki panjang lebih dari 100 km yang dapat menimbulkan gempa bumi dengan magnitudo 7.
Sesar mendatar Tarakan dapat dikenali di bagian utara pulau ini yang terbentang mulai dari daratan sampai ke lepas pantai. Sementara Sesar Mangkalihat yang berupa sesar mendatar, diidentifikasi di pantai timur Pulau Kalimantan. Sementara zona Sesar Meratus dikenali di bagian selatan Pulau Kalimantan.
“Di mana ada sesar, patahan, aktif juga gempanya, Cuma tinggal berapa besar energi yang dilepaskan dan berapa waktu periode ulangnya itu yang belum kita tahu,” katanya.
Mudjianto menuturkan, Stasiun Geofisika Klas III Balikpapan sedikitnya memasang 12 alat perekam gempa di wilayah Kalimantan untuk mendeteksi pergerakan di inti bumi. “Fungsinya merekam, bukan alat untuk memprediksi, ini juga harus dibedakan, antara mendeteksi dengan memprediksi. Jadi, kalau ada kejadian baru tahu. Proses yang akan terjadi, kita tidak bisa menentukan namun di mana akan terjadi kita tahu, khususnya gempa. Gempa pasti terjadi di daerah yang ada sesarnya,” paparnya.
Mudji, sapaannya, menggarisbawahi, sebagian besar wilayah Kalimantan dapat dikatakan stabil dan aman terhadap gempa bumi. Tetapi di wilayah pantai timur, mulai dari Kuaro (Paser) dan di utara Meratus-Mangkalihat, kemudian seluruh Sabah merupakan daerah yang berpeluang untuk terjadi gempa dan tsunami.
“Hasil rekaman dari BMKG, maupun USGS dan NEIC menunjukkan adanya beberapa gempa pernah terjadi di daerah ini,” ungkapnya.
Ia menyatakan, masyarakat di daerah gempa harus diedukasi, dibentuk desa atau kampung peduli bencana. Apa saja yang harus dilakukan ketika gempa.
“Jangan malah nonton. Jangan menunggu informasi. Kalau ada gempa langsung lari. Ada tsunami atau tidak. Kalau ada, paling cepat, 10 menit setelah gempa besar ada tsunami atau paling lama 20 menit. Jadi, kalau ada gempa lari, tidak perlu menunggu instruksi, langsung ke tempat aman,” beber Mudji.
BERIKUT DETAIL
SEJUMLAH PATAHAN
- SESAR MERATUS
Patahan (sesar) Meratus memiliki panjang patahan sekitar 438 kilometer. Patahan ini didominasi oleh patahan naik (reverse fault). Gempa bumi tektonik terakhir akibat Sesar Meratus mengguncang wilayah Kabupaten Paser, Kalimantan Timur pada 3 Mei 2018, sekitar pukul 03.21 Wita.
- SESAR MANGKALIHAT
Sesar Mangkalihat juga memiliki panjang sekitar 438 km. Patahan ini didominasi oleh patahan naik (reverse fault). Gempa bumi tektonik terakhir mengguncang wilayah Berau dan sekitarnya pada 14 Desember 2017. Hasil analisis BMKG menunjukkan gempa bumi terjadi di laut pada pukul 13.40 Wita, dengan kekuatan 3,9 SR, dan kedalaman 34 km.
- SESAR TARAKAN
Sama dengan dua patahan di atas, Sesar Tarakan juga diperkirakan memiliki panjang 438 kilometer. Patahan ini didominasi oleh patahan naik (reverse fault). Pada 21 Desember 2015, sekitar pukul 02.47 Wita, sebagian besar wilayah Provinsi Kalimantan Utara (Kaltara), seperti Tarakan, Nunukan, dan Tanjung Selor diguncang gempa bumi tektonik dengan kekuatan magnitudo 6,1. Gempa bumi ini merupakan gempa bumi dangkal akibat sesar aktif patahan mendatar (strike slip fault).
Laporan: Syamsul Arifin, JPG
Editor: Arman Hairiadi