Jelang Robok-Robok Bersihkan Pusaka, Raje Mempawah Lepaskan Puake

Prosesi pembersihan pusaka milik Keraton Amantubillah Mempawah -Ari Sandy

eQuator.co.id – Mempawah-RK. Tradisi robok-robok yang sudah menjadi agenda kegiatan kebudayaan di Kabupaten Mempawah, kini kian kental diwarnai oleh adat istiadat kehidupan masyarakat dan Kerajaan  Mempawah.

Robok-robok tahun ini diawali oleh pencucian benda-benda pusaka yang tersimpan di Keraton Amantubillah dan melepaskan Puake oleh Raja Mempawah, Senin (28/11).

“Kita laksanakan pembersihan pusaka agar masyarakat bisa lebih mengenal sejarah kotanya dan dapat melihat barang-barang peninggalan kerajaan,” tutur Raja Mempawah, Pangeran Ratu Mulawangsa Mardan Adijaya Kesuma Ibrahim, seusai upacara adat itu.

Yang menarik dari perayaan robok-robok adalah pelepasan puake dijadikan ritual tahunan. Baik pencucian pusaka keratin maupun pelepasan puake, kali ini tidak dilakukan di keraton. Upacara dilakukan oleh  pihak kerajaan di Benteng Kota Batu yang masih wilayah Kota Mempawah.

Ritual-ritual robok-robok yang puncaknya dilaksanakan Rabu, 30 November mendatang, yang menarik adalah melepaskan puake. Istilah puake sendiri beragam, ada yang menyebutnya sebagai makhluk penjaga alam atau tempat keramat. Namun banyak juga yang mengistilahkan puake seperti hewan yang disegani atau bahkan ditakuti seperti ular penghuni hutan, buaya, ikan besar penghuni sungai dan laut serta binatang lainnya.

Pangeran Ratu Mulawangsa Mardan Adijaya Kesuma Ibrahim sendiri tidak menjelaskan istilah puake tersebut secara detil. Yang pasti pihak kerajaan menggelar ritual melepas puake berupa seekor ular Phyton sepanjang 4 meter dan seekor Burung Hantu. Kedua hewan itu dilepaskan di Lubuk Sauk, persis di belakang Keraton Amantubillah.

“Ritual ini sakral, dan bertujuan agar masyarakat bisa menghargai dan menjaga serta melindungi lingkungan dan isinya yang ada saat ini,” ungkap Mardan Adijaya usai melepas puake.

Tujuan sangat positif dari ritual melepas puake sangat terkait erat dengan modernisasi dan laju pembangunan yang kadang melupakan alam dan lingkungan beserta isinya. Karena itu Raja Mempawah berharap  pemerintah mengeluarkan aturan yang mampu melindungi dan menjaga kawasan-kawasan hijau. Kawasan yang tidak boleh dihabiskan demi kepentingan pembangunan fisik, agar para mahluk hidup yang ada di hutan tidak kehilangan habitat aslinya.

“Harapan kita masyarakat bisa menjaga lingkungan, bahwa membangun itu bukan merusak. Kalau mahluk hidup di hutan telah kehilangan tempat tinggal, maka mereka akan masuk ke kota dan bisa saja menyerang orang,” ingatnya.

Upacara adat membersihkan pusaka keratin dan melepas puake, disambut positif kalangan muda Mempawah. Menurut Mohlis Saka, manusia bermartabat ialah insan yang menghargai dan membudayakan sejarah.

“Mempawah memiliki sejarah besar dan panjang yang dikenal begitu luas seantero negeri, yaitu robok-robok. Kita hidupkan marwah robok-robok dengan tujuan mengabadikan seni, budaya, adat istiadat dan syiar keagamaan,” kata Mohlis.

Robok-robok juga sebagai momen masyarakat untuk menjalin silaturahmi di tengah kemajemukan dan perbedaan namun menjadi kebersamaan. Peringatan ini juga menonjolkan kearifan lokal,  yang bisa digarap sebagai kazanah wisata budaya.

 

Laporan: Ari Sandy

Editor: Mohamad iQbaL