eQuator.co.id – DENPASAR-RK. Niswatun Badriyah, 25, janda lulusan SMA asal Jabon, Sidoarjo, Jawa Timur, melakukan penipuan dengan modus menjanjikan seseorang jadi polisi.
Korbannya, I Ketut Widyantara Udayana, 17, yang sudah setor Rp 639 juta ke Niswatun. Atas perbuatan tersebut, Niswatun ditangkap di rumah pamannya di Sidoarjo pada Sabtu (16/2).
Niswatun beraksi hanya bermodalkan seragam Bhayangkari yang dibelinya secara online serta editan fotonya didampingi kedua orang tua yang seolah-olah anak polisi. Niswatun yang baru empat bulan di Bali juga mengaku istri dari seorang perwira yang bertugas di Badan Narkotika Nasional.
“Mengaku istri dari anggota Polri. Jadi Bhayangkari Polri. Tersangka ini dalam modusnya memakai baju Bhayangkari dan menawarkan kepada calon-calon yang ingin masuk polisi dengan bantuannya bisa masuk polisi,” ungkap Kapolresta Denpasar Kombespol Ruddi Setiawan, kemarin.
Berawal dari tersangka tinggal di kos-kosan milik korban di Jalan Tukad Balian Gang Depo Nomor 3 Renon, Denpasar Selatan. Dengan identitas palsu yaitu mengaku bernama Helen Natalia Fransisca, 30.
Pada Kamis 6 September 2018 pukul 10.47 tersangka mengetahui bahwa korban sempat mendaftar jadi calomn polisi namun tidak lulus. Lantas orang tua korban meminta tolong membantu anaknya agar lolos menjadi polisi. Kemudian tersangka menyanggupi.
“Modusnya tersangka menjanjikan membantu korban meloloskan masuk Bintara polisi dengan cara menyerahkan sejumlah uang, sehingga korban percaya dan yakin,” jelasnya.
Beberapa minggu kemudian, tersangka mengatakan bahwa ada paket seharga Rp 150 juta untuk langsung meluluskan korban menjadi polisi dan tidak ada biaya apa-apa lagi.
“Korban dan ibu korban pun tertarik dan menyanggupi biaya tersebut. Korban pun menyerahkan uang kepada terlapor Rp150 juta secara bertahap dengan 3 kali pembayaran. Dan dibuatkan surat pernyataan terkait uang tersebut,” ucapnya.
Kemudian korban dimintai lagi uang dengan jumlah yang berbeda-beda, yang katanya uang tersebut digunakan untuk biaya pendidikan di SPN. Dan korban pun menyerahkan uang tersebut sebanyak 3 kali kepada tersangka dari rentang bulan Januari 2018 sampai Februari 2018.
Pada awal Maret 2018, korban mendaftar untuk mengikuti tes masuk sebagai Bintara Polri Tahun Anggaran 2018. Tersangka meminta korban untuk mengirim foto nomor pendaftaran tersebut dan korban pun memberikan fotokopi dan foto nomor pendaftaran korban kepada terlapor.
Beberapa hari kemudian tersangka memberikan kuitansi penyerahan uang kepada sejumlah nama yang disebut tersangka sebagai tim penilai tes calon bintara polri, kpada korban.
Masih bulan Maret korban kemudian menjalani tes psikologi. Pada saat tes korban diantar oleh tersangka ke GOR Purna Krida. Namun setelah diantar tersangka langsung pulang. Selang tiga hari kemudian pengumuman tes psikologi dan korban dinyatakan tidak lulus. Korban mengatakan kepada tersangka saat itu bahwa korban tidak lulus.
Tersangka mengatakan kepada korban agar kembali mengirim foto nomor ujian tes psikologinya, fotokopi SKCK, KTP, KK, akta kelahiran, dan pas foto. Korban pun menyerahkan semuanya itu, dan terlapor mengatakan akan mengganti nilai korban dengan nilai orang lain yang lebih besar sampai korban dinyatakan lulus. Namun dengan syarat menyerahkan sejumlah uang yang akan diberikan kepada juri yang bernama AKP Cintya Nurmala.
Korban pun menyerahkan sejumlah uang yang diminta tersangka. Saat itu mengatakan kepada korban “Sudah kamu ikuti saja. Kamu pasti lulus, pasti berangkat”.
Beberapa hari kemudian korban dimintai uang kembali oleh tersangka untuk uang tutup mulut karena nilai korban yang akan ditukar dengan nilai orang lain.
“Rentang bulan April sampai dengan September, tersangka meminta uang kepada korban kembali dengan jumlah yang berbeda-beda. Yang mana uang tersebut akan digunakan tersangka untuk membayar di SPN agar pada saat korban berangkat ke SPN tidak diapa-apakan,” jelas Ruddy.
Pada 6 September 2018 tersangka sempat mengatakan kepada korban “Mbak ngerasa gak enak, dikira mbak yang ngundur-ngundur. Gimana kalau uangnya mbak kembalikan saja”.
Korban pun mengatakan tidak mau dan korban sangat berharap menjadi polisi. Sehingga tetap dilanjutkan dan tersangka pun kembali menyanggupinya.
Setelah beberapa harinya korban pun dimintai uang kembali oleh tersangka untuk biaya di SPN. Korban pun menyerahkan uang dengan jumlah yang berbeda kepada tersangka. Yaitu sebanyak 8 kali. Dan korban diberikan sepatu PDL oleh terlapor. Yang mana sepatu tersebut akan digunakan di SPN nanti.
Selain itu, korban juga disuruh membeli perlengkapan lainnya, seperti kaos kaki, baju kaos, karet celana, dan disuruh mengukur lingkar kepala, dan baju. “Tersangka ini mengatakan kepada korban bahwa kamu berangkat tanggal 17 September,” imbuh Ruddy.
Namun tanggal 12 September 2018 tersangka mengatakan kepada korban, “Tut lebih baik mba kembalikan uangnya saja. Biar keluargamu gak mikir yang negatif-negatif tentang mbak”.
Karena tersangka terus mengatakan hal tersebut, korban pun mengiyakan agar uang Rp 639 juta tersebut dikembalikan kepada korban.
Janji akan mengembalikan uang rupanya meleset. Hingga korban melapor ke Mapolsek Denpasar Selatan. Berdasar laporan tersebut, Tim Opsnal melakukan penyelidikan terhadap keterangan saksi. Tim mendapatkan informasi bahwa terduga terlapor berada di Dusun Ginonjo Desa Basuki Kecamatan Jabon Sidoarjo. Hingga akhirnya ditangkap pada Sabtu (16/2).
“Tersangka mengaku memiliki rekanan di Mabes Polri seorang jenderal, yang mana nama jenderal tersebut fiktif. Dan juga mengaku telah meloloskan orang menjadi Akpol pada tahun 2017 sehingga korban menjadi yakin dan percaya,” ucapnya.
Sementara uang yang diterima tersangka dari korban digunakan foya-foya dan memenuhi kehidupannya sehari-hari. Beberapa barang bukti di antaranya sebuah foto tersangka dengan ukuran 10”R menggunakan pakaian Bhayangkari, sebuah foto anggota polisi dengan ukuran 10”R menggunakan pakaian dinas Polri, sepasang sepatu PDL warna hitam, satu stel pakaian Bhayangkari.
Selain itu, satu bendel bukti transfer dari korban kepada tersangka dengan berbagai nomor rekening, selembar surat pernyataan yang menyatakan tersangka telah menerima uang dari korban sebagai biaya Pendidikan Polisi Bintara Tahun 2018, 10 kartu ATM, 4 buku tabungan.
Juga sejumlah perhiasan, 3 buah surat pegadaian, handphone Oppo, 2 unit kulkas, 2 unit AC, 2 unit spring bed, 2 buab TV LED dan sebuab kompor gas. “Kami jerat pasal 378 KUHP dan atau Pasal 372 KUHP,” tandasnya. (jpnn)