Saksi dan bukti sejarah memperlihatkan bahwa Soekarno memproyeksikan ibu kota Kalimantan Tengah (Kalteng) itu sebagai ibu kota negara.
eQuator.co.id – ADA empat kantong di baju putih yang dipakai Soekarno. Kopiah menghiasi kepala presiden pertama Republik Indonesia itu. ”Beliau juga membawa kotak kecil seperti tas,” kenang Lewis KDR, mantan anggota DPRD Palangka Raya, Kalteng, kepada Kalteng Pos.
Ditemui secara terpisah, Sabran Achmad, salah seorang tokoh Kalteng, melengkapi kenangan Lewis tersebut. ”Baju Bung Karno berlengan panjang. Bagian depan memiliki empat kantong di sisi kanan, kiri, atas, dan bawah serta mengenakan ikat pinggang,” paparnya.
Lewis dan Sabran adalah dua saksi mata saat Soekarno menghadiri pemancangan tiang pertama di Pahandut pada 17 Juli 1957. Pahandut itulah yang setahun kemudian resmi dinamai Palangka Raya, ibu kota Kalteng, provinsi ke-17 Indonesia.
Salah satu pesan Soekarno yang masih diingat Lewis adalah Kalteng akan menjadi calon wilayah ibu kota negara. ”Karena itu, nama Palangka mempunyai arti yang sangat sakral; mendatangkan keberuntungan, kemakmuran, dan segala hal baik yang turun dari langit,” jelas Lewis yang ketika itu jadi salah seorang saksi mewakili masyarakat Dayak Kaharingan.
Sabran mengaku tak mendengar langsung Bung Karno menyebut Palangka Raya akan dijadikan ibu kota negara baru. Setahu dia, wacana pemindahan ibu kota ke Palangka Raya tersebut baru muncul setelah kedatangan Soekarno itu. ”Mungkin setelah itu dan setelah adanya komunikasi intens antara Pak Tjilik Riwut (gubernur Kalteng saat itu, Red) dan Bung Karno,” terangnya.
Bukti sejarah lain bahwa Soekarno menyiapkan Palangka Raya sebagai calon ibu kota baru ada pada Tugu Dewan Nasional. Tugu itu terletak di Museum Balanga, Jalan Tjilik Riwut Km 2, Palangka Raya.
Tugu setinggi kurang lebih 5 meter dengan maskot sebuah guci tersebut menjadi gagasan awal pembangunan calon ibu kota masa depan oleh Soekarno. Bahkan, Soekarno sudah melakukan berbagai persiapan. Disetujui Dewan Nasional saat itu. Panitia pun dibentuk.
”(Tugu) ini sebagai penanda bahwa inilah tempat atau lokasi calon ibu kota negara pada masa depan,” ujar Lukas dari Yayasan Gerakan Bersatu Berbuat Manggatang Utus yang pada Kamis lalu (22/8) memimpin napak tilas ke tugu tersebut.
Lukas menjelaskan, rekaman sejarah itu ada dalam buku Kronik Kalimantan. Ada pula pernyataan (almarhum) Prof Roeslan Abdulgani yang kala itu menjabat wakil Dewan Nasional. Pernyataan tersebut diabadikan dalam video oleh cucu Tjilik Riwut, Clara Anindita.
Video Roeslan itu mengisahkan Tjilik Riwut yang selalu memperjuangkan kepentingan daerah dalam bingkai NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia). Gagasan-gagasan brilian tersebut membuat Presiden Soekarno sangat menghargainya.
”Salah satu yang diusulkan Tjilik Riwut saat rapat Dewan Nasional, mengingat Kota Jakarta mudah dimasuki kepentingan asing, maka ibu kota harus dipindahkan ke luar Jakarta,” tutur Roeslan dalam video itu seperti ditirukan Lukas.
Usul Tjilik Riwut langsung diterima seluruh anggota Dewan Nasional. Bung Karno kemudian memutuskan untuk membentuk panitia guna memperdalam usul tersebut karena dinilainya sangat menarik.
”Ini merupakan gagasan yang sangat berani dan jauh melihat ke depan. Namun, sayangnya hal itu tidak dilanjutkan kabinet (Soekarno) untuk meneruskan gagasan pemindahan ibu kota negara,” sesal Lukas.
Tapi, kemarin semua jejak sejarah yang memperlihatkan Palangka Raya sebagai ibu kota negara baru yang disiapkan Soekarno itu pupus. Presiden Joko Widodo mengumumkan bahwa lokasi ibu kota negara baru berada di Penajam Paser Utara dan Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur (Kaltim).
Gubernur Kalteng Sugianto Sabran meminta keputusan presiden tersebut tak lantas membuat warga Palangka Raya dan Kalteng putus asa. ”Kalteng tidak jadi ibu kota tidak jadi masalah, tetap harus bergerak. Tetaplah jadi diri sendiri, tetaplah bermartabat,” tutur Sugianto setelah memimpin upacara HUT Ke-85 Pramuka di Sebangau, Palangka Raya.
Sugianto menambahkan, selama pengkajian proses pemindahan ibu kota ke Pulau Kalimantan, pihaknya tidak pernah meminta, apalagi melobi, pusat. Tetapi, Kalteng jelas memiliki sejarah yang diukir Presiden Pertama RI Ir Soekarno saat datang ke Kota Palangka Raya pada 1957.
”Kami memang tidak memaksa presiden untuk masuk dalam sejarah. Tetapi, perlu diingat, apabila bangsa melupakan sejarahnya, siap-siap bangsa tersebut menuju kehancuran,” ujarnya.
Selain Kaltim, Kalteng dan Kalsel (Kalimantan Selatan) adalah kandidat lokasi ibu kota negara baru. Juga Sulawesi Barat. Para gubernur provinsi-provinsi itu sudah pernah dipanggil ke Jakarta dalam kaitan tersebut. Belakangan presiden mengumumkan bahwa ibu kota negara baru bakal berlokasi di Kalimantan dan kemarin dipastikan berada di Kaltim.
Padahal, menurut Wijanarka, penulis buku Sukarno & Desain Rencana Ibu Kota RI di Palangkaraya, saat menancapkan tiang pertama, Soekarno sempat berpesan agar Palangka Raya harus dijadikan acuan pembangunan ke depan. Pasalnya, Palangka Raya merupakan kota pertama yang dibangun Indonesia, bukan kota dengan desain dan warisan dari penjajah. ”Jadikan Kota Palangka Raya sebagai modal dan model,” kata alumnus Universitas Diponegoro Semarang itu mengutip ucapan Soekarno.
Meski Kalteng batal menjadi ibu kota, Bupati Barito Timur Ampera A.Y. Mebas tetap menganggap provinsi tersebut bisa mengambil dampak positifnya. Terutama untuk wilayah yang dia pimpin yang berbatasan dengan Kaltim.
Barito Timur bisa menjadi daerah penyangga. ”Misalnya dalam pemasaran beras dan pengembangan peternakan serta perikanan,” katanya. (Jawa Pos/JPG)