eQuator.co.id – Jakarta–RK. Klimaks rencana moratorium ujian nasional (unas) muncul kemarin (7/12). Gagasan moratorium unas oleh Kemendikbud, dipatahkan dalam rapat kabinet paripurna di kantor Presiden. Kesimpulan forum rapat yang dipimpin Joko Widodo dan Jusuf Kallah itu memutuskan, sampai saat ini Indonesia masih memerlukan unas.
Hal itu disampaikan Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) saat ditemui di Istana Wapres kemarin. ’Usulan moratorium itu tidak disetujui. Tapi disuruh kaji ulang,’’ ujarnya.
Pengkajian yang diharapkan adalah bagaimana meningkatkan mutu ujian nasional yang sudah ada saat ini sehingga hasilnya lebih maksimal. Sudah banyak contoh negara di Asia yang menerapkan ujian nasional, bahkan dilakukan dengan ketat.
Misalnya, Tiongkok, India, dan Korea Selatan. Secara umum, negara-negara di Asia, termasuk Asia Tenggara, masih menerapkan Ujian Nasional. Namun, memang ada beberapa negara pula yang tidak menerapkannya. Seperti Jepang yang hanya menerapkan ujian masuk perguruan tinggi.
JK menuturkan, bagaimanapun unas masih dibutuhkan. Meskipun, memang butuh upaya keras untuk meningkatkan mutunya secara merata. Tanpa ujian nasional, bagaimana bisa mengetahui bahwa daerah ini kurang atau tidak,’’ lanjutnya.
Untuk mengetahui hal itu, harus menggunakan soal yang hampir sama, sehingga kualitas tiap-tiap daerah bisa dipetakan. Mana saja daerah yang harus didoprong lagi kualitas pendidikannya.
Tanpa ujian nasional, daya saing kita, semangat anak-anak untuk belajar berkurang,’’ lanjut Pria kelahiran Watampone, Sulsel, itu. JK menambahkan, dia meminta ada rapat kabinet kembali untuk membahas unas. Bukan untuk mencari alternatif pengganti ujian. Melainkan, mencari formula untuk meningkatkan efektivitas unas.
Sementara itu, Mendikbud Muhadjir Effendy tidak mau berkomentar soal pembatalan rencana moratorium unas itu. ’’Saya tidak mendapat perintah untuk memberikan keterangan (kepada wartawan, red),’’ jelasnya kemarin. Keterangan lebih komplit soal pembatalan moratorium unas dikeluarkan oleh Seskab atau Sesneg.
Wakil Ketua Komisi X DPR Ferdiansyah mengatakan sampai kemarin belum mendapatkan informasi detail hasil rapat soal unas. Dia menuturkan inti dari unas adalah, jangan dijadikan sebagai kelulusan.
Sebenarnya masyarakat sudah adem ketika unas ditetapkan tidak sebagai penentu kelulusan,’’ tuturnya. Ferdi menegaskan kepentingan utama adalah masyarakat. Dia menyatakan polemik pelaksanaan unas jangan sampai merugikan masyarakat. Ferdi menuturkan pemerintah jangan gegabah untuk memutuskan menghentikan atau moratorium unas.
Sontak keputusan rapat yang menolak usulan moratorium itu mendapat respon negatif dari publik. Sekjen Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) Retno Listyarti menyayangkan pembatalan rencana moratorium unas itu. Apalagi rencana moratorium itu mendapatkan respon positif dari masyarakat.
Termasuk dari DPR juga memberikan dukungan kepada moratorium unas. Ini kemunduran,’’ tuturnya. Terlepas dari siapa pengambil kebijakan dalam forum rapat di Istana, Retno mengatakan tidak kaget jika JK menyampaikan unas tetap dilanjutkan. Sebab menurut Retno, JK adalah salah satu yang membidani lahirnya unas.
Kekecewaan atas batalnya moratorium unas juga disampaikan peneliti ICW Febri Hendri. Dia menuturkan publik harus mendapatkan penjelasan yang detail soal pertimbangan penolakan moratorium unas. Keputusan ini menunjukkan bahwa politik lebih menjadi pertimbangan dalam kebijakan unas, dari pada aspek pendidikannya,’’ tuturnya. (Jawa Pos/JPG)