eQuator.co.id – Pontianak-RK. Serbuan tenaga kerja asing di era Masyarakat Ekonomi Asean (MEA), membuat Indonesia boleh jadi kewalahan dan Kalimantan Barat kelabakan. Walaupun tak masuk anggota Asean, namun buruh-buruh Republik Rakyat China (RRC), kini mendominasi sektor pertambangan, kehutanan, perkebunan dan kelistrikan.
Setidaknya, HJ Simamora,SH.MH, Kepala Bidang Pengawasan Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Kalbar, mencatat sejumlah pelanggaran ketenagakerjaan.
“Telah terjadi penyalahgunaan izin Tenaga Kerja Asing (TKA) atau pelanggaran TKA yang tidak memiliki Izin Memperkerjakan Tenaga Kerja Asing (IMTA),” ungkap Simamora kepada Rakyat Kalbar, saat ditemui di kantornya, Senin (8/8).
Pelanggaran itu sebagai temuannya dari pengecekan di lapangan. Ada tiga kasus di Kabupaten Bengkayang dan satu di Kubu Raya.
Di Bengkayang kasus terjadi di proyek pembanguanan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) dan dua lagi Sektor Pertambangan.
Sebelumnya, delapan warga RRC ditangkap tim gabungan Kodim 1207 dan Kantor Imigrasi Kelas I Pontianak, di perusahaan kayu CV. Sari Pasific, Jalan Adisucipto, Sungai Raya, Kubu Raya, Kamis (21/4) pagi. (baca juga Rakyat Kalbar, Jumat- 21/4).
Simamora mengungkapkan, paling banyak TKA asal RRC itu di PLTU Bengkayang. “Kemarin kita temukan ada 42 orang TKA yang tidak memiliki IMTA (Izin Mempekerjakan Tenaga Asing) pada maret 2016,” katanya.
Perusahaan tersebut diminta untuk menghentikan kegiatan TKA yang tidak dilindungi visa kerja.
“Diminta TKA diberhentikan, tidak boleh melakukan aktivitas sampai proses perizinan ada. Ternyata mereka laksanakan dan perintahkan tidak boleh berada di tempat kerja,” ungkap Simamora, kemarin (8/8).
TKA yang tidak memliki IMTA dideportasi. Ternyata, itu mucul lagi. Kata Simamora, TKA itu sudah dilengkapi dokumen resmi dan sudah ditindaklanjuti pihak PLTU.
Sementara untuk kasus PT Megah Permata Karya Sukses yang bergerak di bidang pertambangan, diketahui mempekerjakan 12 TKA yang semuanya tidak memiliki IMTA. “Akhirnya 12 TKA ini sudah dideprotasi,” katanya.
Di Bengkayang, Polres setempat tengah menangani kasus TKA tanpa IMTA di sektor pertambangan. Sudah dua orang dideprotasi.
Meredam Gejolak
Kasus di Kubu Raya melibatkan CV Sari Pasifik yang mempekerjakan TKA sebanyak 14 orang. Ada delapan orang tidak memiliki IMTA akhirnya dideprotasi.
“Deportasi dilakukan kerjasama Tim bersama Imigrasi,” ujarnya.
Tim yang turun ke lapangan, dan menemukan TKA di perusahaan, langsung dikeluarkan nota tindakan lansgung pemberhentian TKA di tempat kerja sampai tahap penjelasan IMTA sudah terbentuk. “Kita berikan waktu untuk mengurus kembali adminsitrasi ketenaga kerjaannya secara lengkap,” jelasnya.
Menurut Kepala Disnakertrans Kalbar, M Ridwan, pengawasan TKA di Kalbar melibatkan semua elemen.
“Mulai dari Imigrasi, polisi, stake holder terkait dan masyarakat. Pengawasan pun termasuk melibatkan pers yang bisa memberikan informasi keberadaan tenaga kerja asing illegal,” katanya.
Ridwan beralasan, pengawasan diperlukan untuk meredam gejolak dengan tenaga kerja lokal. Pengawasan memantau berapa banyak WNA yang menjadi pekerja di Kalbar. “Jika IMTA yang dikeluarkan itu tidak sebanyak warga negara asing yang bekerja berarti selisih dan itu illegal,” kata dia.
Disnakertrans Kalbar akan menurunkan tim pengawas kemudian data yang diperoleh disinkronkan dengan stakeholder lainnya. “Untuk melihat sampai sejauh mana warga asing itu sebagai pekerja melihat dari izin tinggal terbatas (ITAS) atau Ijin tinggal tetap (ITAP),” katanya.
IMTA, kata Ridwan, merupakan kebijakan yang dikeluarkan Kementrian Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Saat ini terus menghimpun data mengenai TKA yang bekerja di Ketapang. Yakni perusahaan pertambangan raksasa WHW di Kendawangan yang mempekerjakan TKA.
“Untuk TKA ini data-data sedang kita sinkronkan. Jangan sampai nanti antara jumlah IMTA yang dikeluarkan tidak sesuai. Kita komunkaiskan berbagai instasi dan perusahaan untuk alkuturasi data,” katanya.
Menurutnya memang tidak menutup kemungkinan TKA yang bekerja tidak smapai setahun. Misalnya ada TKA yang bekerja dalam waktu tiga atau sampai enam bulan namun tentunya harus mempunyai IMTA.
Terus Bertambah
Kepala Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kabupaten Kubu Raya, Nursyam Ibrahim, mengakui setidaknya ada 54 TKA bekerja di wilayahnya.
“Mengantisipasi pekerja asing ilegal, kami langsung mengecek ke setiap perusahaan. Pekerja asing paling banyak itu di perusahaan kelapa sawit,” kata Nursyam yang sudah mendaftar 293 perusahaan beroperasi di sembilan kecamatan.
“Apapun aktivitas perusahaan, tetap melaporkan ke Pemda, sehingga pekerja asing mudah didata. Dari jumlah 293 itu, bermacam-macam perusahaannya, baik bidang perkebunan, tambang, properti maupun yang lain,” katanya.
Nursyam mengatakan, izin kerja dikeluarkan langsung dari pusat. Kabupaten hanya melakukan pengawasan dan. “Semuanya yang mengeluarkan izin dilakukan pusat. Kami hanya memperpanjang saja,” katanya.
TKA di Kubu Raya kebanyakan berasal dari Thailand dan Filipina. TKA negara Thailand lebih dominan pada sektor perkebunan kelapa sawit, dengan posisi jabatan direktur atau manajer. Sedangkan warga Filipina berprofesi sebagai guru di sekolah-sekolah bertaraf internasional yang ada di Kubu Raya.
Kata Nursyam, pekerja asing yang tidak melapor akan diminta keluar dari perusahaan walaupun dokumen sudah lengkap. Karena dikategorikan ilegal walaupun dokumennya lengkap.
“Kami juga akan mengawasi TKA di Kubu Raya, karena bisa saja visanya kunjungan ternyata ke Indonesia untuk bekerja. Ini akan kita koordinasikan dengan pihak Imigrasi,” pungkasnya.
Laporan: Isfiansyah dan Syamsul Arifin
Editor: Hamka Saptono