eQuator – Komisi I DPR tak setuju Indonesia terlibat dalam kesepakatan perdagangan Trans Pasific Partnership. Alasannya, banyak sektor di Indonesia belum siap untuk memasuki pasar bebas global.
Di samping itu juga DPR belum melakukan kajian secara komprehensif tentang TPP.
Demikian disampaikan Ketua Komisi I DPR, Mahfudz Shiddiq kepada wartawan di gedung Nusantara II, Senayan, Jakarta, Senin (8/11).
“Komisi I masih tetap meminta pemerintah fokus di MEA (Masyarakat Ekonomi ASEAN),” ujarnya.
Untuk menghadapi MEA saja, Mahfudz menilai pemerintah masih membutuhkan berbagai persiapan.
“Tingkat persiapan Indonesia kan masih belum maksimal. Mau masuk TPP gimana, sementara kita belum kaji regulasi dan konsekuensinya. Itu kan berat,” tutupnya.
Jatuh ke Tangan Asing
Presiden Joko Widodo memutuskan Indonesia bergabung bersama Trans Pasific Partnership (TPP) saat melawat ke Amerika Serikat beberapa waktu lalu.
Ketua Umum Partai Bulan Bintang (PBB) yang juga pakar hukum tata negara, Prof. Yusril Ihza Mahendra, menilai Jokowi terlalu terburu-buru dalam membuat keputusan.
“Sekarang kita ini kan mau menghadapi Masyarakat Ekonomi Asean (MEA). Itu saja harus banyak belajar. Evaluasi dulu lah soal itu,” kata Yusril.
Menurutnya, untuk menghadapi MEA saja Indonesia masih belum siap. Pemerintah belum memiliki kesiapan yang jelas soal menjawab bagaimana saat semua masyarakat dan barang di Asia Tenggara bisa bebas keluar masuk di Indonesia.
“Jadi kalau sekarang gabung TPP, itu banyakan rugi dibanding manfaatnya,”kata Yusril.
Apalagi, sambung Yusril, jika masuk ke TPP, badan usaha milik negara (BUMN) tidak akan ada keistimewaannya lagi. Indonesia pun akan kebeboloan secara kedaulatan.
“TPP itu tidak sejalan dengan sosialisme atau nawacita. BUMN nggak akan istimewa lagi. Kalau negara lain sih enak-enak saja karena sumber daya alam mereka tidak ada. Ini bakalan banyak yang jatuh ke tangan asing. Jadi Jokowi fokus dulu MEA baru TPP,” demikian Yusril.
Upeti Jokowi ke AS
Keputusan Presiden Joko Widodo menyepakati Indonesia bergabung dalam perdagangan bebas kawasan Pasufik atau Trans Pacipic Partnership (TPP) terus menuai kecaman.
Bagi sebagian pengeritik, kesepakatan kerja sama itu tak lebih sebagai ‘upeti’ yang disetorkan Jokowi kepada Amerika Serikat.
“Nampaknya Jkw (Jokowi) benar-benar ingin menyenangkan Amrik sehingga menghadap Obama dengan mempersembahkan TPP sebagai upeti. Tidak mikir akibatnya pada perkonomian nasional!” kata ekonom senior Fuad Bawazier dalam pesan elektorniknya kepada Kantor Berita Politik RMOL, Minggu (1/11) lalu.
Menurut Fuad, Jokowi tidak bisa serta merta memutuskan Indonesia masuk dalam TPP. Jokowi harus meminta persetujuan DPR terlebih dahulu sebelum keputusan kerjasama diberlakukan.
“Lagi pula belum ada study tentang manfaat dan kesiapan Indonesia bila masuk TPP,” imbuh Fuad.
Tetapi karena Jokowi sudah nyelonong terlalu jauh, Fuad mendesak DPR untuk tidak tinggal diam. DPR, menurut mantan Menteri Keuangan ini, perlu segera memanggil Jokowi.
“DPR harus memanggil Presiden Jkw untuk menjelaskan dan mempertanggung-jawabkan maksudnya bergabung ke TPP,” demikian Fuad. (rmol)