-ads-
Home Rakyat Kalbar Bengkayang Heboh Mahluk di Sungai Soga Bengkayang

Heboh Mahluk di Sungai Soga Bengkayang

Gerombolan Cacing di Musim Kawin

CACING. Salah seorang warga menunjukkan cacing yang ditangkapnya dari Sungai Soga Desa Karimuntung, Kecamatan Sungai Raya Kepulauan, Kabupaten Bengkayang, Selasa (7/11) pagi. Dok

eQuator.co.idPONTIANAK-RK. Selasa (7/11) pagi, warga Desa Karimuntung, Kecamatan Sungai Raya Kepulauan, Kabupaten Bengkayang dihebohkan kemunculan gerombolan hewan yang mengambang di Sungai Soga. Ternyata ribuan mahluk tersebut adalah cacing yang sedang kawin.

Adalah Dosen Kelautan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (MIPA) Universitas Tanjungpura, Syarif Irwan Nurdiansyah, SSi, MSi yang memastikan itu adalah cacing. Namun dirinya belum bisa memastikan spesies apa.

“Kita harus melihat sifat morfologis badannya dulu, jadi ndak bisa menentukan spesiesnya apa, tidak bisa kalau hanya sekali pandang,” ucapnya ditemui Rakyat Kalbar di ruang kerjanya, Kamis (9/11).

-ads-

Menurut pria 31 tahun yang akrab disapa Wawan itu, cacing tersebut dari Kelas Polychaeta, Genus Namalycastis. Karabat dekatnya adalah cacing nipah (Namalycastis Rhodochorde). Mereka keluar dari sarangnya untuk proses perkawinan.

“Cacing itu melakukan spawning (kawin/pemijahan) pada saat waktu tertentu dalam satu tahun. Ini kan banyak (bergerombol) Kalau Genus Namalycastis yang saya teliti, dia dalam setahun satu kali puncaknya spawning,” terangnya.

Habitatnya, cacing Kelas Polychaeta berada di dekat laut. Ada juga ditemukan di sungai dan danau air tawar. Sebagian lainnya ditemukan di daratan di dalam tanah di lingkungan berair.

Cacing Kelas Polychaeta ini perkembangbiakannya dilakukan dengan cara seksual. Setelah bertemu pasangannya cacing-cacing tersebut akan mati. Telur dilepas di perairan atau habitat berair.

“Setelah mengeluarkan sperma dan beberapa hari setelah mengeluarkan telur dia akan mati, tetapi telur yang dikeluarkan ribuan,” ujarnya.

Cacing memiliki kelamin terpisah (heteroprodit) dan ada juga yang memiliki dua alat/organ kelamin yaitu jantan dan betina (hermaprodit). Hermaprodit bukan berarti cacing itu bisa mengawini dirinya sendiri. Tetapi cacing juga akan kawin dengan  cacing lainnya. Ada yang mengeluarkan sel sperma, ada yang mengeluarkan sel telur.

Jjika dilihat dari bentuk morfologi tubuhnya, betina berbeda dengan jantan. Pada Heteroprodit cacing betina keluar dari sarangnya terlebih dahulu kemudian mengeluarkan hormon. Kemudian hormon tersebut ditangkap oleh sang jantan.

“Betina mengeluarkan feromon glutation yang memberikan sinyal pada jantan untuk spawning, setelah mendapat rangsangan itu si jantan akan keluar dan kumpul untuk kawin,”  paparnya.

Ciri-ciri kelas cacing ini akan akan kawin dilihat dari fisiknya warna berubah menjadi gelap. Sementara jika cacing belum dewasa agak pucat. Tubuhnya agak menjadi membengkak, sebab cairan caelom sudah siap berproduksi dan tekstur kulitnya menjadi lembut. Ini disebabkan sebagian besar tubuhnya  berisi sel sperma dan telur.

“Jika cacing itu dilukai akan mengeluarkan cairan berwarna yang disebut coelom di dalam cairan itu terdapat sperma dan feromon pada betina,” ujarnya.

Kebiasaan cacing keluar dari sarangnya bergerombol. Selain itu, untuk kelangsungan berkembang biak mencari makan biasanya pada cacing muda. “Selain ada masa puncaknya spawning, ada juga swarming (mencari makan).  Swarming kebanyakan cacing yang belum dewasa,” jelasnya.

Kelas cacing ini tidak semua spesies setiap tahun melakukan perkawinan. Misalnya cacing nipah, selama hidupnya hanya sekali melakukan reproduksi. Tetapi ada juga yang beberapa kali.

Fenomena ini juga terjadi sepanjang tahun. Genus Namalycastis misalnya waktu perkawinan akan bergeser dari waktu ke waktu.

“Berdasarkan pengamatan selama tiga tahun oleh para dosen dari cacing nipah puncak kawin pada April 2012. Tiap tahun puncaknya akan bergeser, tahun depannya lebih ke akhir April,” kata Wawan.

Beberapa faktor yang menyebabkan cacing ini keluar dari sarangnya baik untuk kelangsungan perkembangbiakan maupun mencari makan adalah pasang surut air. Bersamaan dengan cahaya bulan merangsang si betina untuk mengeluarkan hormon sehingga berinteraksi dengan jantan. Maka terjadilah cacing berkumpul dalam jumlah yang banyak, kondisi fisika kimia dari perairan tersebut.

“Tetapi musim hujan bukan memicu mereka untuk bereproduksi,” ungkapnya.

Hewan ini habitatnya di dasar air di dalam tanah dan dalam tanah kondisi berair. Sementara cacing nipah di pelelah nipah yang sudah busuk.

Mengapa saat ditemukan warga cacing-cacing tersebut berenang atau mengambang di sungai? Dijelaskan Wawan, itu demi mempertahankan kelangsungan spesiesnya atau untuk berkembang biak. Itu lah yang menjadi keunikan cacing ini. Mereka berani menghadap risiko, bahkan nyawa mereka dipertaruhkan.

“Sebenarnya dia tidak berenang bebas, tubuhnya kan lembut, kalau dia beranang bebas akan menjadi sasaran predator,” jelasnya.

“Misalnya saja hari ini dia bereproduksi, mengorbankan dan mengeluarkan banyak energi, kalau misalnya tidak menemukan pasangannya, dia juga tetap mati,” timpal Wawan.

 

Laporan: Ambrosius Junius

Editor: Arman Hairiadi

Exit mobile version