Harapkan Administrasi Perkebunan Cantumkan Tanah Adat

masyarakat mengikuti seminar adat di aula kantor bupati Landak. Antonius

eQuator – NGABANG-RK. Ratusan pemangku adat dan masyarakat adat di sektiar perkebunan kepala sawit HPI Group mengikuti seminar adat di aula kantor Bupati Landak, Sabtu (31/10).
Diharapkan terjalin sinergi antara perusahaan dan pemangku adat dalam mewujudkan kelestarian adat masyarakat di sekitar perusahaan.
Sekda Landak, Ludis, ketika membuka acara tersebut mengaku seminar adat ini sangat penting, agar perusahaan dan masyarakat bisa mengetahui yang mana menyakut hukum adat dan yang mana hukum positif.
“Selama ini banyak terjadi permasalahan antara perusahaan dan masyarakat dalam pembangunan kebun dan untuk menyelesaikannya juga masih terjadi kesalahpahaman,” katanya.
Ia menilai apapun yang sudah terjadi antara masyarakat dan perusahaan, baik dari mulai pembukaan lahan, bagi hasil, atau urusan managemen, selama ini sudah di urus dengan baik.
“Sedangkan selama ini perusahaan hanya memegang hukum formal. Tapi bagi masyarakat, jika menggunakan hukum formal untuk mengklaim tanah adat itu sudah sulit. Padahal awalnya, semua tanah adat,” terangnya.
Ludis juga berharap ke depan, dalam adminisrasi perkebunan bisa menyebutkan istilah tanah adat dalam hak guna usaha (HGU). Ini juga supaya ada pertimbangan dari pemerintah pusat, supaya jika sudah selesai tanah ini bisa kembali lagi ke masyarakat.
“Selama ini, karena tanahnya sudah di bayar Ganti Rugi Tanam Tumbuh (GRTT) nya oleh perusahaan, lalu sudah dianggap tanahnya sudah dibeli dan tidak ada lagi urusan dengan masyarakat, sehingga nanti tanahnya kembali ke negara. Jadi, di izinnya sudah disebut tanah negara. Harapan masyarakat setelah limit waktu yang sudah di tentukan sesuai injinya, tanahnya kembali lagi ke adat atau masyarakat,” terang Ketua Dewan Adat Dayak Landak ini.
Sementara Thadeus Yus, sebagai narasumber seminar adat mengatakan, masa kolonial Belanda berlaku hukum Belanda dan hukum adat. Setelah kemerdekaan berlaku hukum warisan Belanda dan hukum adat berdasarkan pasal II aturan peralihan UUD 1945.
“Ajaran UUD 1945 bagian penjelasan I dan III hukum posistif di Indonesia. Yakni hukum tertulis peraturan per udang-undang, dan hukum tidak tertulis yakni hukum adat,” terangnya.
Dijelaskannya, pengertian hukum posistif, hukum yang berlaku pada tempat tertentu dan waktunya tertentu.
“Sedangkan hukum adat menurut prof. Dr. Supomo, hukum adat berurat berakar pada kebudayaan tradisional. Jadi hukum adat adalah hukum yang hidup karena ia menjelmakan perasaan hukum yang nyata dari rakyat sesuai dengan fitrahnya sendiri, hukum adat terus menerus dalam keadaan tumbuh dan berkembang seperti hidup itu sendiri,” paparnya. (ius)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.