Sungguh malang nasib S, guru SMPN 1 Sungai Tebelian, Kabupaten Sintang yang menjadi korban penganiayaan salah seorang orangtua muridnya. Berstatus honorer, sebulan gajinya hanya Rp700 ribu.
Saiful Fuat, Sintang
eQuator.co.id – Kenyatan itu diungkapkan Endang Purwantini, Kepala SMPN 1 Sungai Tebelian mengatakan, guru mata pelajaran olahraga itu mengajar di sekolah yang dipimpinnya sejak 2013 silam.
“Dia satu-satunya guru olahraga di sekolah kami. Kalau sampai dia mengundurkan diri, kami ndak punya guru olahraga lagi,” kata Endang, Kamis (14/3).
Karena berstatus honorer, Endang menjelaskan, S hanya menerima honor yang tidak begitu besar dari sekolah. Honor yang diterima berdasarkan jam mengajar di sekolah. “Honornya Rp35.000 per jam. Jadi, kalo ngajar 20 jam seminggu, dia hanya terima honor Rp700.000 per bulan,” katanya.
S kata Endang, mengajar kelas 9 dengan 6 rombongan belajar (Rombel). Dia mengajar kelas 7 dengan 3 rombel. Selain mengajar olahraga, yang bersangkutan juga menjadi pelatih Pasukan Pengibar Bendera (Paskibra) di sekolah tersebut. “Tim Paskibra yang diajarnya selalu bertugas tiap tahun di desa,” ungkapnya.
Meski guru honorer, korban dikatakan Endang, banyak berkontribusi pada kegiatan belajar mengajar, termasuk ekstrakurikuler. “Kita harapkan ada keadilan untuk korban. Kita harus minta kejelasan soal kasusnya,” pungkasnya.
Sebagaimana diberitakan sebelumnya, puluhan anggota Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Kabupaten Sintang mendatangi Polsek Sungai Tebelian, Selasa (12/3) pagi.
Kedatangan mereka, menuntut kejelasan status oknum pelaku yang memukuli S, salah satu guru SMPN 1 Negeri Sungai Tebelian, Selasa (5/3) lalu. Sebab, pelaku hanya sehari berada di Mapolsek Tebelian, usai melakukan pemukulan, setelah itu dibebaskan kembali.
Alasan Polsek melepaskan pelaku, karena mengalami gangguan jiwa. Makanya, para pendidik meminta kondisi kejiawaan pelaku dibuktikan secara hitam di atas putih, bahwa memang benar pelaku mengalami gangguan jiwa.
Menindaklanjuti desakan para guru, pihak kepolisian melakukan pemeriksaan pelaku kepada psikolog. Jika memang terbukti tidak mengalami ganguan jiwa, maka proses hukum akan dilanjutkan. Sebaliknya, jika memang menderita gangguan jiwa, pelaku akan dirujuk ke Dinas Sosisl (Dinsos) Kabupaten Sintang. Kemudian, ke Rumah Sakit Jiwa Kalbar di Budug, Kota Singkawang.
Editor: Yuni Kurniyanto