eQuator.co.id – Jakarta-RK. Sebuah momen langka mewarnai pertandingan cabang olahraga (cabor) pencak silat Asian Games 2018 di Padepokan Taman Mini Indonesia Indah ( TMII), Rabu (29/8). Dua calon presiden yang akan bertarung di pilpres 2019 mendatang, Joko Widodo dan Prabowo Subianto, berpelukan dalam balutan merah putih.
Sebuah momen yang harus menjadi titik kembalinya bangsa Indonesia menjadi bangsa yang damai tanpa perselisihan. Untuk menjadi bangsa yang kuat.
Adalah atlet pencak silat Indonesia, Hanifan Yudani Kusuma, yang menyatukan kedua tokoh besar Indonesia tersebut. Saat selebrasi setelah mengalahkan pesilat asal Vietnam, Thai Linh Nguyen, pada partai final kelas 55-60 kg putra dan memastikan raihan medali emas bagi Indonesia, Hanifan dengan bendera merah putih berlari menuju tribun VVIP.
Baca Juga: Prabowo Pilih Dua Nama, Jokowi Tinggal Daftar
Ia mendatangi Prabowo yang juga Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Pencak Silat Indonesia (IPSI). Di samping Prabowo, hadir Presiden Jokowi. Ada juga Wapres Jusuf Kalla, Presiden ke-5 Megawati Soekarno Puteri, Menko Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Puan Maharani serta sejumlah pejabat lainnya.
Setibanya di tribun VVIP, Hanifan memeluk Prabowo dan mencium tangannya. Berlanjut ke Jokowi, dengan hal yang sama. Lantas, terjadilah momen mengharukan itu. Hanifan memegang tangan Prabowo dan Jokowi yang kemudian menyatukannya. Ketiganya pun berpelukan, berbalut merah putih.
Sontak penonton teriak,”Indonesia.. Indonesia… Indonesia…” Begitu juga dengan pejabat yang hadir, tampak penuh suka cita.
“Saya ingin Indonesia damai. Pak Prabowo dan Pak Jokowi dua tokoh besar milik bangsa Indonesia. Saya ingin pilpres tidak memecah belah kita. Kita harus satu,” kata Hanifan kepada wartawan setelah berakirnya kegiatan.
Hanifan mengaku, idenya untuk naik ke podium VVIP dan menyatukan Prabowo-Jokowi itu muncul spontan. “Di pencak silat, kami diajarkan untuk menciptakan hati yang damai, hidup yang damai. Solat jangan tinggal, ibadah lainnya juga demikian. Saya sedih melihat perpecahan. Sosmed (ribut) ini itu. Saya maunya bangsa ini damai dan kuat,” kata Hanifan lagi.
Baca Juga: Jokowi 4 Menit, Prabowo 8 Menit
Presiden Jokowi dan Prabowo pun saling puji saat memberikan keterangan pers. Suasana sejuk sebelumnya juga tampak saat keduanya duduk berdampingan di tribun VVIP. Mereka terlibat perbincangan hangat. Sesekali Prabowo mendekatkan wajahnya ke kuping Jokowi. Begitu juga ketika Prabowo bicara kepada Puan Maharani yang duduk di samping kirinya.
“Pertama, saya hadir di sini, untuk mendukung dan mengucapkan terima kasih. Kedua ingin memberikan selamat untuk teman baik saya, sahabat saya, Pak Prabowo Subianto, yang mengomandani cabang olahraga Pencak Silat. Beliau adalah Ketua IPSI sehingga semuanya mendapatkan emas dari cabor pencak silat ini 14, sehingga total kita mendapatkan 30 (medali emas). Saya kira ini untuk Indonesia, untuk negara, untuk rakyat,” kata Jokowi.
Pujian yang sama juga dilontarkan Prabowo atas nama masyarakat pencak silat Indonesia kepada seluruh tokoh yang hadir, khususnya kepada Jokowi selaku Presiden RI, Jusuf Kalla dan Megawati Soekarnoputri.
“Bayangkan, semua hadir di sini di saat-saat kritis, ingin bangkitkan semangat. Masyarakat pencak silat merasa bangga bisa berperan untuk bangsa. Bisa berbuat yang terbaik untuk negara dan bangsa. Kalau untuk negara dan bangsa, kita semua bersatu, tidak ada perbedaan,” tegas Prabowo.
Momen ini mendapat sambutan sukacita dari berbagai kalangan. Semuanya ingin agar momen tersebut dijadikan sebagai titik dimulainya sebuah kehidupan yang damai, menghindari perselisihan hanya karena berbeda pilihan, untuk Indonesia yang kuat.
Baca Juga: SBY dan Salim Solid Capreskan Prabowo
Tommy Apriantono, misalnya. Selaku pengamat olahraga, ia turut memberikan pujian atas sikap kedua tokoh penting yang akan bertarung di Pilpres 2019 mendatang itu. “Ya, seharusnya di dalam olahraga, memang seperti itu. Alangkah baiknya budaya politik juga bisa mencontoh olahraga,” kata Tommy kepada INDOPOS (Jawa Pos Group), Rabu (29/8).
Dalam olahraga, katanya, ada budaya fair, tidak melakukan kecurangan. Ketika kalah menghormati sama yang menang. “Begitu juga yang menang, tidak melecehkan yang kalah. Karena suatu saat yang menang, bisa kalah juga. Inilah olahraga, semua bersatu demi Merah-Putih,” kata Tommy.
Sementara, Pakar komunikasi politik Emrus Sihombing menegaskan, momen berpelukan Jokowi dan Prabowo bersama atlet Pencak Silat peraih emas Hanifan, menjadi sebuah pesan bahwa pilpres 2019 harus berlangsung damai.
“Kedua capres itu sudah menunjukkan diri bahwa mereka bukanlah rival. Tetapi teman bersaing. Artinya tetap terjalin sebagai teman bukan musuh. Dan ini haru menjadi contoh untuk para pendukungnya,” kata Emrus.
Ia menjelaskan, berdasar ilmu komunikasi, jika kedua orang menjadi musuh, jangankan untuk berpelukan, untuk duduk berdekatan saja atau sekadar bertemu, pasti tidak akan mau.
Baca Juga: Jokowi vs Neno Warisman
“Nah, dalam peristiwa ini sangat terlihat bahwa baik Prabowo dan Jokowi sama-sama tersenyum dan memeluk erat meski diajak oleh seorang atlet,” tandasnya.
Atas dasar itu, lanjutnya, para pendukung yang beberapa hari ini saling berhadap-hadapan, antara tagar 2019 ganti presiden dengan Jokowi 2 Periode harus dihilangkan.
“Jadi mari semua pendukung, bermainlah dengan ide dan gagasan. Bukan dengan berita hoaks atau black campaign. Apalagi dengan adanya hastag atau tagar. Karena itu memicu perseteruan antar kelompok. Tak perlu lagi ada Jokowi dua periode atau ganti presiden. Marilah kita bicara dalam bingkai NKRI,” pungkasnya.
Terpisah, pengamat politik dari Universitas Al Azhar Dr Ujang Komarudin, MS mengatakan, senang dan bangga menyaksikan momen berpelukan antara Prabowo dan Jokowi. “Tentu kita senang dan bangga. Baik untuk kontentasi politik ke depan. Damai, adem, penuh keceriaan,” kata Ujang.
Situasi tersebut menurut dia, sangat menenangkan dan menentramkan. Jika sikap kedua kontestan Pilpres tersebut tetap dijaga, maka Pilpres 2019 akan adem, aman, dan damai.
“Ini menjadi momen terbaik untuk menyatukan yang selama ini berbeda. Perbedaan tidak terelakan dalam konteks interaksi sosial dan politik. Namun dengan rukunnya para calon presiden tersebut, perbedaan menjadi rahmat,” tegasnya.
Dikatakan, semua ini menjadi contoh positif bagi masyarakat Indonesia. “Perbedaan itu sunatullah. Momen tesebut harus menjadi momen yang baik untuk menjaga persatuan dan kesatuan bangsa. Dan para pendukung masing-masing harus mencontoh para capresnya yang akur dan penuh keakraban,” kata Ujang. (INDOPOS/JPG)