Getah Karet Campur Tanah Bikin Nilainya Turun Kembali

Harga Sempat Merangkak Naik

KUALITAS. Anto, salah seorang pengepul karet memperlihatkan bak penampungan karet miliknya di Jalan Sekadau-Sintang, KM 7, Selasa (3/5). Mutu karet tersebut dinilai kurang baik sehingga bisa memicu penurunan harganya. Abdu Syukri

Sreeet-sreeet-sreeet. Suara merdu bagi Asnah (43 tahun) kala menghoreskan alat sadap ke sejumlah batang karet di kebun miliknya. Sebagai penyadap karet, bunyi itu menjadi teman karib mencari nafkah.

Abdu Syukri, Sekadau, dan Andreas, Kapuas Hulu

eQuator.co.id – Senin (2/5), mentari masih malu-malu menampakkan sinarnya. Butiran embun juga masih bercengkerama di pucuk dedauanan sebelum menjatuhkan diri ke bumi. Udara dingin masih terasa cukup menyengat, namun kondisi itu tidak menyurutkan semangat Asnah, warga Kemawan, Desa Mungguk, Sekadau, melakoni pekerjaannya sebagai penyadap karet.

Di kebun Asnah, kawasan Jalan Balai Benih Ikan (BBI) Kemawan, KM 7, Jalan Sekadau-Sintang, Desa Mungguk, Sekadau Hilir, ia ditemui tengah mengenakan celana training sedikit lusuh didominasi warna biru muda plus baju kaos yang dibalut sweater berwarna biru gelap. Wanita berambut sebahu itu berusaha melawan dinginnya udara pagi dengan semangat bak orang muda terus berusaha menyadap satu persatu karet di sana.

“Biasanya turun jam 05.00 atau jam 05.30 WIB pagi,” ucap tiga anak tersebut kepada Rakyat Kalbar.

Tangannya yang cekatan terus mengayunkan pisau sadap dari satu pohon karet ke pohon lainnya. Sesekali ia memperbaiki posisi penadah agar air karet yang meluncur dari bekas batang yang disadap, tepat menetes ke dalamnya.

Asnah merupakan satu dari ribuan warga Sekadau yang mengantungkan diri dari menyadap karet. Ia bekerja tiap hari saat kondisi cuaca cerah. Kalau hujan, kebanyakan penyadap karet mengurungkan niat bekerja. Tiap hari, ada ratusan batang karet yang harus ditoreh Asnah. Ratusan batang karet itu tumbuh di tanah seluas satu hektar miliknya.

“Saya hanya sendiri saja noreh. Sedangkan suami saya, kerja nyenso (kerja motong kayu untuk bahan bangunan),” ulasnya.

Perhari, Asnah biasanya mendapatkan 11 kilogram getah. “Kalau dulu, harganya murah sekali. Hanya Rp3 ribu saja per kilogramnya,” kenang dia.

Diakuinya, dengan harga tersebut, tidak mencukupi kebutuhan keluarga sehari-hari. Terlebih 3 anak yang ia miliki sudah sekolah dan membutuhkan biaya tidak sedikit.

Namun, kepedihan Asnah ini, sedikit banyak mulai berkurang. “Sekarang harganya mulai naik. Kalau tidak salah, sudah Rp6.500 per kilogramnya,” ucap Asnah.

Ia tentu senang dengan kenaikan harga karet tersebut. Berharap kedepannya harga bisa meningkat. “Mudah-mudahan kedepan bisa lebih dari Rp10 ribu per kilogramnya,” tutupnya.

Meski begitu, terpetik kabar, kenaikan harga karet itu tidak berlangsung lama dan kini kembali mengalami penurunan. Siti (28 tahun), petani karet Sekadau lainnya menuturkan, kenaikan dari Rp5 ribu ke Rp7 ribu itu sebentar saja.

“Sekitar seminggu dua minggu lalu saya sempat jual harga karet mencapai Rp7 ribu. Tapi saya dengar beberapa hari ini malah turun lagi,” keluhnya, Selasa (3/5).

Dengan kondisi seperti itu, tentu memupuskan semangat Siti menyadap karet. Apalagi, kata dia, harga kebutuhan pokok terkadang tidak sebanding dengan penghasilan yang didapatkan.

“Lagi semangat-semangatnya harga karet naik, sekarang malah turun lagi,” ulasnya.

Turunnya harga itu dibenarkan Sugeng Hariyanto (30 tahun). Pengepul karet di Sekadau itu menuturkan, kenaikan harga sempat dirasakan kurang lebih sebulan lamanya. Namun, dua hari lalu, kembali mengalami turun.

“Paling kalau untuk sekarang paling berani ngambil Rp6.400 saja perkilogramnya. Dulu harganya hanya Rp5.500, saya hanya berani ngambil Rp6.500. Harganya turun lagi Rp300,” ungkap pria yang biasa dipanggil Anto itu.

Dikatakan dia, harga karet memang bervariasi. Yang menjadi pertimbangan yaitu mutu dari karet yang dijual oleh petani itu sendiri. “Kalau ngambil dilihat dari mutunya. Banyak kurang bagus, banyak kulit kayu dan dicampur tanah,” bebernya.

Jika mutu karet bagus, lanjut Anto, dirinya berani membeli Rp8.100 hingga Rp8.200 perkilogram. “Tapi kalau mutunya seperti ini saya tidak mau ambil resiko,” ujarnya.

Ia pun berharap para petani menjaga kualitas karetnya. “Jangan sampai karena mutunya jelek, harganya terus turun,” tukas Anto.

Terpisah, Camat Nanga Mahap, Hermanto mengatakan kenaikan harga karet sudah sangat dinanti oleh masyarakat. Apalagi, kata dia, barang kebutuhan pokok juga cukup tinggi.

“Naiknya harga karet sangat ditunggu-tunggu oleh masyarakat. Cukup senang masyarakat, kalau bisa jangan turun lagi harga karetnya,” ucapnya singkat.

UPAYAKAN PABRIK MINI

Tak hanya di Sekadau, membaiknya harga getah karet belakangan ini kembali membuat petani di Kapuas Hulu bergairah. Meski kenaikan baru mencapai Rp1000-Rp1.500 perkilo, masyarakat sudah mulai bisa ‘bernafas’. Mereka kembali membersihkan kebun karetnya yang selama ini sempat tak diurus.

“Ini kabar gembira bagi kami petani karet, karena beberapa tahun lalu, harga karet hanya bertahan di kisaran Rp5 ribu-Rp6 ribu, tapi sekarang sudah mulai naik jadi Rp7 ribu perkilonya,” tutur Abang Adion, petani karet Desa Kedamin Darat, Kecamatan Putussibau Selatan, Minggu (1/5).

Adion berharap, kedepan harga karet semakin membaik dan mampu mengimbangi harga bahan kebutuhan pokok. “Terutama harga kebutuhan hari-hari, seperti beras, gula, kopi dan bahan konsumsi rumah tangga lainnya,” kata dia.

Kepada Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kapuas Hulu bersama pihak terkait lainnya diharapkan mengambil langkah strategis, dengan membuat kebijakan baru dalam memproteksi harga karet di daerah tersebut. “Ya mudah-mudahan pemerintah kita cepat tanggap, sehingga kenaikan harga yang baru ini terus bergulir hingga normal mencapai belasan ribu perkilo,” harapnya.

Diakui Adion, kenaikan harga karet sekarang menjadi motivasi sekaligus evaluasi bagi para petani untuk bekerja jujur. Karena hasil sadapan sangat menentukan kualitas karet di pasaran dunia.

“Kita sebagai petani harus menjaga kualitas, mungkin saja harga karet yang anjlok dalam beberapa tahun ini karena kualitas karet kita tidak dianggap baik,” bebernya.

Padahal, menurut dia, kebutuhan akan bahan baku karet ini selalu ada. Sehingga sampai kapanpun karet tetap dibutuhkan pasar.

“Apalagi sekarang memasuki MEA (Masyarakat Ekonomi Asean) ini menjadi peluang kita petani karet di daerah menjadi penyuplai karet,” tutup Adion.

Wakil Bupati (Wabup) Kapuas Hulu, Antonius L. Ain Pamero, punya harapan kondisi harga karet yang mulai membaik saat ini bisa bertahan hingga terus meningkat seperti beberapa tahun lalu. “Paling tidak harga karet itu seimbang dengan harga kebutuhan hari-hari masyarakat, misal harga satu Kg karet sama dengan harga gula 1 Kg gula. Mudah-mudahan kenaikan harga ini bertahan bahkan kita harapkan semakin meningkat,” tuturnya kemarin.

Tambah dia, “Karena kita mau usaha lain terlalu banyak aturan yang melarang. Sementara penghasilan utama masyarakat kita karet”.

Anton sepakat dan siap mendorong  komitmen semua pihak untuk merencanakan hilirisasi karet di Kapuas Hulu. “Kedepan pemerintah tetap komitmen dengan adanya perusahaan daerah yang dimiliki Pemkab Kapuas Hulu, perusahaan tersebut bisa menjadi motor penggerak untuk pelaksanaan misalkan pembuatan pabrik karet mini di Kapuas Hulu,” ulasnya.

Dikatakan dia, wacana pembangunan pabrik mini itu sering dibahas kala dirinya masih menjabat Anggota DPRD Kapuas Hulu. Maka, Anton yakin saat ini Pemkab Kapuas Hulu terus berupaya memikirkan untuk mengadirkan pabrik karet mini di daerah.

“Karena pabrik mini sangat dibutuhkan masyarakat, pertama untuk menjaga kualitas dan kesetabilan harga, kemudian biaya angkut oleh lebih murah, harga lebih tinggi,” papar Anton.

Wabup beranggapan, posisi Kapuas Hulu yang strategis membuat tataniaga karet ini lebih mudah. Karena Kapuas Hulu berbatasan langsung dengan negara Malaysia.

“Maka regulasi yang ada jangan sampai mempersulit masyarakat dalam melakukan tataniaga karet ini, kalau umpama kita bawa karet ke Jawa dulu baru dikirim ke lain, sementara kita dari Kapuas Hulu bisa langsung ke Malaysia, maka menurut saya itu lebih praktis. Masalah perizinan ini harus menguntungkan masyarakat,” jelasnya.

Anton juga mengingatkan masyarakat agar tetap menjaga kualitas karet yang dihasilkan. Karena kualitas ataupun mutu karet sangat berpengaruh terhadap harga dan minat beli di pasaran.

“Kalau harga karet mau bertahan baik, maka perlu menjaga mutu karet tersebut. Jangan campur tanah, campur batu, pasir. Itu satu yang berbuat semua kenak getah. Ini yang harus kita jaga,” pesan Anton Pamero. (*)