Gadis 15 Tahun Dicabuli 28 Kali oleh Ayahnya

Coba Mamak Lihat Kalender di Atas TV

AYAH BEJAT. AB, tersangka pencabulan terhadap anaknya, menunjukkan sejumlah barang bukti di Mapolsek Pontianak Timur, Selasa (2-8). Salah satunya lembaran Curhat korban atas penderitaannya setahun terakhir. OCSYA ADE CP

eQuator.co.id – Pontianak-RK. Setan yang bertengger di kepala Amirudin tak mampu dihalaunya. Berdalih mendapat bisikan mahluk halus, dia tega mencabuli dan memperkosa anak kandungnya yang baru berusia 15 tahun. Berkali-kali.

Sebut saja korban sebagai Bunga. Polisi pun menyebut Amirudin dengan inisial AB. Saking tak tahu harus berbuat apa, Bunga hanya bisa mencatat pencabulan, yang beberapa diantaranya berakhir dengan persetubuhan, terhadapnya berlangsung 28 kali selama setahun terakhir.

Kini, AB yang tinggal di kawasan Parit Mayor, Pontianak Timur, mendekam di tahanan Polsek setempat. Ditemui di ruang pemeriksaan, karena sudah ketahuan, seperti biasa pelaku kejahatan mengaku khilaf.

“Saya melakukannya tanpa kesadaran, ada bisikan dari mahluk halus yang menyuruh saya untuk melakukan perbuatan itu,” kilahnya, Selasa (2/8). Setiap datangnya suara-suara itu, AB beraksi. Anehnya, bisikan selalu datang saat istrinya tak berada di rumah.

Perlakuan yang diterima Bunga berawal dari memegang dan meraba alat vital pelajar salah satu SMP itu pada Juli 2015. Kemudian, berlanjut ke persetubuhan. Di tahun itu, 13 kali pelecehan seksual dilakukan AB terhadap Bunga. Terhitung dari awal tahun hingga akhir Juli 2016 ini, persetubuhan dilakukan sebanyak 14 kali dan sekali ‘cuma’ mencium plus meraba alat vital korban.

“Totalnya lebih dari 20 kali saya melakukannya di rumah kami,” ujar AB yang juga mengaku pernah menuntut ilmu hitam.

Kata dia, sebanyak perbuatan itu dilakukan, tidak pernah memaksa. Hanya merayu Bunga dengan dalih mimpi dan mendapat bisikan.

“Saya bilang ke dia, kalau saya dapat mimpi. Saya tidak ada maksa dan mengancam. Karena mungkin yang namanya anak mau saja menurut apa kata orangtuanya,” tutur AB. Ia menyatakan penyesalannya, padahal hubungan badan dengan istrinya, M, rutin dilakukan.

Penangkapan terhadap AB sendiri berdasarkan laporan polisi oleh M pada 1 Agustus. Selama setahun, kepahitan disembunyikan Bunga dari ibunya.

“Ibu korban melaporkan kejadian itu setelah membaca surat dari korban dan catatan korban yang setiap kali disetubuhi ayah kandungnya itu. Korban selalu mencatat kejadiannya dengan cara mencoret tanggal-tanggal yang ada di kalender,” ungkap AKBP Veris Septiansyah, Wakil Kepala Polresta Pontianak, di kantornya.

Setelah semuanya terungkap, lanjut dia, korban bersama ibunya membuat laporan di Polsek Pontianak Timur. Polisi pun segera mengumpulkan semua barang bukti dan langsung menangkap tersangka di kediamannya. Hal ini, dari catatan Rakyat Kalbar, sedikit berbeda dengan perlakuan terhadap tersangka kasus pencabulan yang dilakukan seorang akademisi Pontianak belum lama ini.

“Pengakuan tersangka selalu mendapat bisikan-bisikan untuk menyetubuhi korban. Ini akan kita dalami. Bisikan apa ini, karena bisa saja bisikan-bisikan yang dibuat-buat. Dan, hal itu terjadi ketika istrinya tidak ada di rumah,” ujarnya.

Veris mengatakan, hasil pengembangan sementara, tersangka mengancam untuk mencabut nyawa korban jika berani menolak ajakan untuk berbuat tak senonoh dan menceritakannya kepada orang lain. Makanya, selama setahun, korban bungkam.

“Diancam bunuh oleh tersangka jika berani membeberkan kejadian itu,” bebernya.

Sebelum persetubuhan terjadi, masih dikatakan Veris, aksi tersangka didahului dengan pencabulan. Meraba bagian sensitif korban.

“Kita juga sudah melakukan langkah-langkah olah TKP (tempat kejadian perkara), menyita barang bukti seperti tilam, pakaian luar dan dalam korban, surat yang memperkuat bahwa korban anak kandung tersangka, visum korban, dan gelar perkara,” papar dia.

Tersangka diancam Pasal 81 ayat 2 dan 3 UU RI No 35 Tahun 2014 tentang perubahan atas UU RI No 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak jo. Pasal 64 KUHP. “Dengan ancaman hukuman maksimal 15 tahun penjara,” tegas Veris.

Namun, yang terpenting adalah penanganan trauma dan pemulihan mental korban. Untuk itu, koordinasi dengan pemerintah dalam hal ini KPAI, Dinas Pendidikan, Dinsos, P2TP2A, Depag, Kelurahan, BP3AKB, dan Psikolog, dilakukan.

“Kita juga akan melakukan pemeriksaan terhadap kejiwaan tersangka,” tutupnya.

Berikut Curahan Hati Korban kepada Ibunya

Untuk Mamak (panggilan Ibu), dari Bunga (nama samaran korban).

Tolong baca surat ini pada saat orang tidak ada.

Mamak, sebelumnya Bunga minta maaf sebesar-besarnya. Kenapa demikian, jawabannya ada pada suami Mamak. Dia yang menyebabkan Bunga untuk meminta maaf kepada Mamak.

Surat ini yang akan menjelaskan kenapa Bunga harus minta maaf sama Mamak. Bunga minta Mamak jangan kasih tahu sama suami Mamak. Mak., suami Mamak sudah melecehkan Bunga setiap Mamak dan adik tidak ada di rumah. Dia selalu mencari kesempatan itu. Kenapa Bunga baru bilang sekarang, karena Bunga takut.

Asal mula dia melecehkan Bunga, berawal dari mimpi dia. Suami Mamak bilang: “Long (panggilan anak tertua, red), long sayang tidak sama Ayah?”. Bunga jawab: “Sayang, Kenapa?”. Ayah jawab: “Ayah mimpi, Long telanjang depan Ayah”.

Bunga langsung terkejut dan Bunga memang punya firasat yang tidak enak. Waktu itu malam Jumat, Mamak kan yasinan. Pas Mamak pergi yasinan, Ayah suruh adik belajar. Mengapa waktu itu Bunga tidak lancar haid sampai dua bulan, gara-gara itulah dia.

Mak, Bunga minta Mamak jangan tolong orang. Kalau Mamak tolong orang, Ayah akan mengambil kesempatan itu. Ayah mulai melecehkan Bunga pas Bunga kelas 8. Mak, ingat yak mengapa Bunga dizinkan Ayah boleh pramuka, karena itulah.

Dengan baca surat ini, Bunga minta Mamak jangan kasih tahu sama Ayah. Bunga takut. Nanti Bunga jelaskan semuanya pada saat Ayah dan adik Shalat Jumat. Bunga minta sikap Mamak sama Ayah biasa saja.

Coba Mamak lihat di kalender kecil yang ada di atas TV Bunga. Kalau ada silang, hari itulah dia melecehkan Bunga. Kalau ada silang (x), pada saat itulah dia mencari kesempatan.

Laporan: Ocsya Ade CP dan Achmad Mundzirin

Editor: Mohamad iQbaL