eQuator.co.id – Tak punya duit untuk biaya usai persalinan, dua warga negara Indonesia (WNI) nekat meninggalkan bayi kandung masing-masing di Rumah Sakit Bintulu, Sarawak, Malaysia. Kini dua bayi tersebut diserahterimakan ke kerabat Si Ibu dan orangtua angkat.
Ocsya Ade CP, Sarawak
Kedua ibu tersebut adalah Mustiar dan Fitri Asmuni. Fitri merupakan warga Dusun Penjulung, Desa Puringan, Kecamatan Teluk Keramat, Kabupaten Sambas. Sedangkan Mustiar belum teridentifikasi asalnya. Hingga kini, mereka belum diketahui keberadaannya.
Terungkapnya penelantaran bayi ini berawal pada 12 Agustus 2016. Saat itu Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) Kuching, Sarawak, menerima surat dari Jabatan Kebajikan Masyarakat (JKM) Bahagian (Dinas Sosial) Bintulu tentang permohonan pengesahan kewarganegaraan bagi dua orang WNI atas nama Mustiar dan Fitri Asmuni.
“Dalam surat tersebut, diberitahukan bahwa kedua WNI ini telah melarikan diri dan meninggalkan bayi mereka di Rumah Sakit Bintulu, karena mereka tidak mampu membayar biaya melahirkan di Rumah Sakit dimaksud,” tutur Konsul Jenderal RI Kuching, Jahar Gultom, dalam keterangan tertulis yang diterima Rakyat Kalbar (27/10).
Berkaitan dengan hal tersebut, lanjut dia, KJRI Kuching langsung berkoordinasi dan mengirim surat ke Dinas Sosial Kalimantan Barat yang didalamnya terdapat permohonan penjemputan kedua orang tersebut. Kemudian, pada 11 Oktober 2016, KJRI Kuching menerima surat dari JKM Bahagian Bintulu tentang permohonan kehadiran pihak KJRI Kuching dalam persidangan di Mahkamah Bagi Kanak-kanak (MBKK) Bintulu pada 26 Oktober 2016 pukul 09.00 waktu setempat.
Sementara waktu, sembari menunggu penyelesaian kasus di Pengadilan Bintulu dan pengesahan serah terima kedua bayi tersebut dari JKM Bintulu ke KJRI Kuching di Mahkamah Bintulu, kedua bayi ditampung dan dirawat di Rumah Kanak-kanak Puan Hajah Norkiah, Kuching.
Sebelum menghadiri persidangan, pada 20 Oktober 2016, KJRI Kuching mendatangi Rumah Kanak-kanak Puan Hajah Norkiah untuk melihat keadaan dan kondisi serta mengambil dokumen berupa akte kelahiran kedua bayi WNI tersebut yang telah dikeluarkan oleh Pemerintah Malaysia. Hal ini untuk pembuatan Surat Perjalanan Laksana Paspor (SPLP) bagi kedua bayi tersebut.
Dari dokumen yang didapat, diketahui bahwa Fitri Asmuni merupakan warga Sambas, kelahiran Tambangan, 7 Juli 1980, nomor paspor B 1612216. Ia melahirkan bayi perempuan di RS Bintulu pada 16 Juni 2016. Bayi tersebut diberi nama Aqila. Sedangkan Mustiar, belum diketahui asalnya. Yang terdata hanya nomor paspor AL 193616/A8265165. Mustiar melahirkan bayi laki-laki di RS Bintulu pada 31 Maret 2016. Bayi tersebut diberi nama Budiman.
Saat persidangan di MBKK Bintulu berlangsung 26 Oktober, pihak KJRI Kuching hadir untuk pengesahan serah terima dua orang bayi WNI dari Dinas Sosial Bintulu ke pihak KJRI. Dalam persidangan itu, Hakim Muhammad Hafiz Bin Moh Noor telah memutuskan dan mengeluarkan surat perintah untuk menyerahkan kedua bayi tersebut kepada KJRI Kuching sesuai dengan Undang-Undang Anak-anak pasal 25 (2) a, tentang Permohonan Untuk Penjagaan Kanak-Kanak di Suatu Tempat Yang Selamat.
Setelah itu, bersama-sama perwakilan Pemerintah Kalimantan Barat dan pihak keluarga, pihak KJRI Kuching berkoordinasi dengan JKM Bahagian Bintulu, agar kedua bayi tersebut dapat dibawa keluar dari Rumah Kanak-kanak Toh Puan Hajah Norkiah.
Dalam hal ini KJRI Kuching juga mengupayakan memfasilitasi pihak Dinas Sosial dan pihak keluarga untuk memulangkan kedua bayi tersebut dari Kuching, Sarawak, ke Indonesia melalui jalan darat Perbatasan Tebedu-Entikong, Sanggau. “Saat itu, sambil menunggu proses special pass kedua bayi tersebut ditampung di Shelter KJRI Kuching,” kata Jahar.
Pada 27 Oktober 2016, KJRI Kuching mengurus special pass atas SPLP kedua bayi tersebut dengan membayar masing-masing RM100 (ringgit Malaysia) di Kantor Imigrasi Simpang Tiga Kuching. “Special pass atas SPLP ini digunakan agar dapat dipulangkan secara resmi dari Sarawak ke Kalimantan Barat. Setelah semua dokumen dimaksud selesai diurus,” ujarnya.
Juga dilakukan serah terima kedua bayi tersebut dari KJRI Kuching kepada pihak keluarga atau pengasuh. Untuk bayi Aqila, akan diserahkan kepada Nanong, ibu dari Fitri Asmuni. Sedangkan bayi Budiman, pihak keluarganya tidak dapat diidentifikasi atau ditemukan di Indonesia. Meskipun demikian, pihak Dinsos Kalbar berhasil menemukan orangtua angkat yang mau mengadopsi Budiman.
“Bayi Budiman diangkat dan diasuh oleh Jumadi Sihombing, warga Komplek Puring Akcaya, Sungai Raya, Kubu Raya. Kami mengharapkan agar kedua bayi tersebut dapat dirawat dengan baik pada saat di Indonesia oleh pihak keluarga maupun pihak orangtua asuhnya kelak,” beber Jahar.
Belajar dari peristiwa ini, Pelaksana Fungsi Konsuler 1 KJRI Kuching, Windu Setiyoso mengimbau WNI atau TKW yang hamil memperhitungkan usia kehamilannya saat mengadakan perjalanan darat atau selama bekerja di Kuching. Lain halnya jika menggunakan trasportasi udara.
“Seharusnya mereka yang usia kehamilannya sudah cukup tua bisa segera pulang kampung dan melahirkan di sana. Karena kalau mereka yang bekerja di ladang sawit dan jauh dari kota, kan susah juga,” ujarnya.
Selain itu, pemerintah Malaysia sendiri telah mengeluarkan larangan. Yakni tidak diperbolehkan melahirkan atau melakukan proses persalinan di ladang atau perkebunan serta tempat lain selain di rumah sakit. Seperti pengumuman di ladang Linau Mewah Sdn Bhd.
Di sana, jika ada TKW yang melahirkan di ladang, maka akan di PHK dan dikenakan denda sebesar RM1000 (ringgit Malaysia). Begitu juga jika melahirkan di tempat lain selain rumah sakit, maka permit pekerjaannya akan dibekukan.
“Namun, ada solusi lain. Yakni mereka diberikan kelonggaran untuk melahirkan di rumah sakit atau diizinkan untuk pulang ke Indonesia semasa untuk melahirkan. Dengan catatan, biaya ditanggung TKW itu sendiri,” jelas Windu. Tambah dia, rata-rata perusahaan perkebunan menerapkan sistem yang sama terhadap pekerjaan ladang mereka yang hendak melahirkan. (*)