eQuator.co.id – Pontianak-RK. Kendati masih dugaan, kasus oknum Jaksa yang dilaporkan ke Polda Kalbar melakukan pelecehan seksual terhadap anak kandung tentu membuat publik terkejut. Nasib penegak hukum di Kejaksaan Tinggi (Kejati) Kalbar itu akan ditentukan hasil penyidikan dan penyelidikan.
“Oknum Jaksa, sebagai penegak hukum, dan merupakan representasi dari negara,” ucap Pakar Hukum Universitas Tanjungpura (Untan) Pontianak, Hermansyah kepada Rakyat Kalbar, Rabu (8/8).
Baca Juga : Diduga Lecehkan Anak Kandungnya, Oknum Jaksa Dipolisikan
Sebagaimana diketahui, oknum Jaksa yang dilaporkan berinisial AJ. Dia dituding melakukan pelecehan seksual kepada anak laki-lakinya yang berusia 4 tahun 6 bulan, AF. Mantan istrinya, MA akhirnya melaporkan AJ ke Polda Kalbar.
Hermansyah menuturkan, proses penyidikan Polda Kalbar Nanti akan menentukan nasib AJ. Apabila menurut hasil penyidikan dan ada bukti cukup, tentu akan dilimpahkan ke pengadilan. Jika kasus tersebut sudah dilimpahkan ke pengadilan, pelaku tentu juga akan mendapatkan sanksi disiplin dari institusinya. “Dia bisa dipecat, di copot dari jabatannya, dan dinonaktifkan dari jabatan fungsional kejaksaanya,” lugasnya.
Kendati begitu kata Dosen Fakultas Hukum Untan Pontianak ini, hukum pidana Indonesia mengenal dan mengedapankan praduga tak bersalah. Setiap orang dianggap tidak bersalah, sebelum mendapatkan putusan ingkrah. Walau pengadilan telah menyatakan bersalah.
“Jadi selama belum sampai ke proses itu, siapapun berhak melakukan pembelaan atas dirinya, melalui jalur hukum yang disediakan. Termasuk pemulihan nama baik apabila dia tidak bersalah,” terangnya.
Menurut Hermansyah, kejaksaan bukan hanya sebagai lembaga penegak hukum. Tapi juga sebagai lembaga moral. Apabila benar terjadi dan ditemukan orang di dalamnya justru memperlihatkan perilaku tidak memiliki moral, tentu dapat mencoreng institusi tersebut. Karena akan menambah imej negatif kepada lembaga hukum kejaksaan.
Baca Juga: Difitnah dan Terzalimi, AF Bakal Lapor Balik
“Lembaga yang ada di dalam sistem peradilan kita inikan sudah cukup banyak masyarakat melakukan kritikan, sehingga tingkat kepercayaan masyarakat terhadap sistem peradilan pidana kita ini rendah,” lugasnya.
Lembaga-lembaga sistem peradilan di Indonesia kata dia, mengalami degradasi. Bisa dilihat dari banyaknya kasus main hakim sendiri. Itu sebagai salah satu bentuk ekspresi dari rasa ketidakpercayaan masyarakat terhadap lembaga hukum.
Kaca mata hukum pidana menjelaskan, apabila ada laporan pihak korban ke polisi terkait kasus pelecehan seksual, pastinya penyidik akan mengambil langkah-langkah dalam penanganan perkaranya.
“Standar normatif lah, apabila kasus ini sudah masuk ranah pelaporan, misalnya meminta keterangan terduga pelaku dan melakukan visum,” jelasnya.
Dia mengatakan, visum tidak menjelaskan secara langsung sudah terjadinya pelecehan. Namun setidaknya menjadi petunjuk. Misalnya telah terhadi perubahan pada kulit korban akibat kontak fisik.
“Entah karena benda tumpul, benda tajam atau apa, kemudian dilanjutkan dengan keterangan saksi, keterangan korban, menjadi bagian dalam rangka melihat kasus ini terbukti atau tidak,” paparnya.
Setelah dirasakan cukup alat buktinya, secara normatif penyidik akan melimpahkan kasus tersebut kepada kejaksaan sebagai lembaga penuntutan. Ini tentu akan berhubungan dengan institusi adhyaksa. Kemudian menjadi pertanyaan publik apakah pihak kejaksaan juga akan melakukan tuntutan kepada terduga oknum Jaksanya. “Jawabanya tentu akan dilakukan, karena nanti akan menjadi pertanyaan publik, karena kasus itu juga telah menjadi konsumsi publik,” imbuh Hermansyah. Dia menuturkan, jika pihak kejaksaan dapat melakukan sesuai dengan prosedur, maka citra lembaga itu sedikit akan menjadi baik.
Sebelumnya Komisi Pendampingan dan Perlindungan Anak Daerah (KPPAD) Kalbar mengklaim yakin 99 persen AJ telah melakukan pelecehan seksual terhadap anaknya. AJ merasa keberatan dengan pernyataan KPPAD tersebut. Dia menilai, KPPAD tidak punya wewenang menjadi penyidik.
“Dengan menyatakan saya 99 persen adalah pelaku, dan pelaku tunggal. Bisa nyatakan seperti itu, apa alat buktinya,” tanya AJ, Kamis (9/8).
AJ keberatan disebut pelaku lantaran punya alat bukti kuat. Ia berjanji nantinya akan menunjukkan alat bukti yang dimaksud. “Tapi tidak mungkin di sini, nanti pada saat pemeriksaan pihak kepolisian,” pungkasnya.
Mestinya konferensi pers KPPAD tidak perlu dilakukan. Karena KPPAD harus netral. KPPAD cukup mengawasi anak dan memantau kepolisian dalam menangani perkara ini. “Tapi jangan terlalu intervensi secara dalam,” sebutnya.
Berdasarkan pengakuan KPPAD, konferensi pers dilakukan karena banyaknya awak media massa datang. Wartawan datang bergilir bertanya kasus tersebut. “Jadi itu alasan mereka untuk melakukan konferensi pers,” ucapnya.
Dirinya menyarankan, KPPAD cukup menyampaikan bahwa pelapor sudah buat laporan ke Polda. Dan mempersilahkan kawan-kawan media konfirmasi ke Polda. “Kenapa mereka harus membuat statemen ke media, itu yang tidak bisa saya terima,” kesalnya.
KPPAD juga mempermasalahkan dirinya melaksanakan konferensi pers di kantor. Dia menjawab, bahwa pemberitaan di media massa menyebutkan oknum jaksa cabuli anak dan sebagainya. Sehingga telah membawa statusnya sebagai jaksa.
“Untuk itulah kita punya prosedur sendiri dengan kita melapor ke pimpinan. Kita gunakan hak jawab sesuai undang-undang, kita lakukan konferensi pers secara resmi di kantor,” tuturnya.
Dia mengaku, sikap itu dilakukan karena pemberitaan tidak hanya menyangkut dirinya. Tapi juga institusi. Kecuali pemberitaan di media mengatakan ayah cabuli anak kandung, berarti konteksnya secara individu.
“Saya bilang ke orang KPPAD, masak saya harus konferensi pers di warung kopi, sedangkan pemberitaan membawa institusi,” ucapnya.
Setelah membaca berita konferensi pers KPPAD, AJ mengaku sangat cemas dengan kondisi anaknya. Lantaran dikatakan anaknya muntah ketika makan bubur. Terus shock dan ketemu laki-laki takut. Apalagi ketemu ia, anaknya trauma.
“Itu yang saya ingin konfirmasi, karena saat saya antar tanggal 20 Juli, diambil oleh ibunya, anak ini dalam kondisi yang normal,” katanya.
Maka pada Rabu (8/8) dia bersama keluarganya mendatangi KPPAD Kalbar. Karena ingin tahu kondisi anaknya. Namun tidak diizinkan. Dia menilai, KPPAD harus netral dalam memberikan perlindungan anak. “Jangan KPPAD melindungi anak sementara si ibu ada di situ, dan keluarganya bisa besuk dan bersama-sama ada di situ,” ujarnya.
AJ tidak mempermasalahkan dirinya dilarang bertemu dengan anaknya. Lantaran ia diduga pelaku. “Namun izinkan keluarga saya, minimal ibu saya, dan tante-tantenya bisa melihat,” harapnya.
Karena tidak diizinkan KPPAD, dia mengaku tidak mengetahui keberadaan dan kondisi anaknya. Padahal pihak keluarganya sangat khawatir dengan kondisi anak tersebut. AJ menduga, KPPAD takut keberadaan AF diketahui pihaknya. “Setelah keluarga saya melihat, tau ni posisi anak di situ dan saya, akan datang mengambil tindakan,” pikirnya.
Dia juga mengaku sangat terkejut dengan pemberitaan yang mengatakan bahwa anaknya mengalami perubahan dalam waktu sekitar 3 minggu. “Itu yang saya cemaskan dan saya sudah punya saksi-saksi dan buktinya sudah saya siapkan,” ucapnya.
AJ menegaskan, sebagai orang hukum dirinya mengerti tentang hukum. Dia menyakinkan tidak akan melakukan perbuatan yang melawan hukum. Misalnya, mengambil anaknya secara paksa. “Apalagi mengambil tindakan ekstrem,” lugasnya.
Setelah dilarang bertemu, pihak keluarga AJ hanya diminta untuk meninggalkan nomor handpone. Namun sampai dengan kemarin, pihaknya belum mendapatkan informasi lebih lanjut dari KPPAD.
Dia menceritakan, kepribadian anak semata wayangnya dengan mantan istri sangat pintar. Diajarkan bahasa Inggris dan segala macam cepat tanggap. Apalagi disuruh menghapal seperti itu selama 3 minggu. “Itu yang saya takutkan, dicuci otak. Tapi saya percaya Polda Kalbar bisa menilai mana yang benar, bisa profesional,” lugasnya.
Setiap Senin dan Kamis AF selalu dibawa ke kantornya. Setelah dia menjemput AJ pulang dari sekolah. “AF bermain, dan tidur di sofa ini. Itu rutinitas Senin sampai Kamis,” jelasnya.
Jika Jumat, AF pulangnya awal. Dia membawa anaknya itu Salat Jumat. Sehingga AF tidak ia bawa ke kantornya. “Sekitar jam dua belas, habis dzuhur, baru saya antarkan dia di rumah, saya suapin makan, dia kemudian bersama neneknya dan saya kembali ke kantor,” ceritanya. AJ juga memperlihatkan sendal dan selimut warna pink sering dipakai AF selama beristirahat di ruangan kerjanya.
AJ mengaku akan menyerahkan semuanya pada proses hukum.
Dia tidak akan membangum opini publik. “Saya tidak ingin mencari kebenaran, silahkan masyarakat menilai, masyarakat mengawasi, dan melihat sendiri, hasilnya seperti apa silahkan masyarakat menilai,” harapnya.
AJ yakin dirinya dalam posisi yang benar. Tidak melakukan perbuatan sebagaimanya yang dituduhkan. Untuk itu, dirinya akan melaporkan MA dan membuka orang-orang yang bermain di belakangnya. Karena AJ saya yakin MA tak sendiri.
“Namun saya akan melihat perkembangan nanti, dan tidak akan tergesa-gesa sehingga menimbulkan masalah baru,” sebutnya.
Dirinya merasa terzalimi atas tuduhan tersebut. Bukan hanya di Kalbar, semua teman-temannya satu angkatan se Indonesia pada tahu dan bertanya. “Alhamdullilah mereka memberikan dukungan positif terhadap saya, karena menilai itu semua tidak benar,” katanya.
Dia mengaku tidak khawatir dengan teman-teman se kantornya. Sebab rekan-rekan kantornya sudah sangat mengerti dan mengetahui karakter dirinya. “Saat ini beban moral saya, justru pada masyarakat yang tidak mengetahui karakter saya,” sebutnya.
Di rumah, AJ tinggal bersama tujuh orang lainya. Ibu, kakak, abang ipar beserta ibunya, dan dua Keponakan yang seusia AF. Sehingga mereka sedikit terganggu dengan pemberitaan kemarin. “Apalagi dirumah ibu saya, di buat sebagai tempat penitipan anak,” jelasnya.
Pihak Kejati Kalbar kata dia, telah membentuk Tim Klarifikasi untuk melakukan pemeriksaan secara internal. Cuma ia belum tahu kapan pemeriksaanya. Namun sebagai jaksa di Kejati, dia diikat dengan prosedur yang ada. Lembaga akan mendalami kasusnya guna mengetahui dirinya bersalah atau tidak.
“Kalau saya bersalah, maka akan mendapat funisment dari internal. Akan tetapi jika saya dianggap benar, maka saya juga akan didampingi Persatuan Jaksa Indonesia yang didampingi pak Gerson AS,” ungkap AJ
Laporan: Andi Ridwansyah
Editor: Arman Hairiadi