eQuator.co.id – Mempawah-RK. Selasa (24/5), Muhammad Rendra tak menyangka bakal disiksa hingga nyaris tuli oleh orang yang seharusnya mengayominya. Seperti biasa, mengendarai tunggangan kesayangannya, siswa kelas 1 salah satu SMA di Kota Mempawah itu berangkat untuk menuntut ilmu diiringi restu Sang Ayah yang tangannya dicium sebelum pergi.
Nahas buat Rendra. Pagi itu, ketika melewati Taman Air Mancur, Mempawah, Satuan Lalu Lintas (Lantas) Polres setempat sedang melakukan Operasi Patuh 2016. Knalpot motor bebeknya yang bersuara bising membuat Rendra distop polisi Lantas yang tengah getol-getolnya merazia.
Dengan patuh, remaja 17 tahun itu berhenti. Malangnya, Rendra lupa membawa SIM dan STNK. Dia pun disuruh pulang untuk mengambil dokumen-dokumen tersebut. Namun, tak disangka, Rendra disiksa terlebih dulu oleh seorang oknum polisi yang mungkin lupa dengan perannya sebagai pengayom masyarakat. Atau, bisa jadi arogan karena berseragam aparat.
Rupanya, menilang Rendra saja dianggap tak cukup. Si Oknum Polisi menyuruh Rendra berjongkok dan mendekatkan telinganya persis di lubang knalpot motornya. Tak lama kemudian, gas motor berknalpot racing itu digeber oleh Si Oknum Polisi beberapa kali. Rendra pun sulit mendengar, hampir tuli.
Orangtua mana yang tak geram anaknya diperlakukan seperti itu? Sang Ayah, Murni, pun membeberkan insiden tersebut kepada koran ini.
“Awalnye, saye belum tau kalau ade kejadian seperti itu. Anak saye cuma pulang ngambil STNK dan SIM. Terus saye bantu bawa knalpot standar dan dibawa ke bengkel untuk ditukar. Pulang dari bengkel, barulah saye dikasih tau kalau anak saye dikerjekan (dikerjai,red) oleh polisi itu,” ungkap Murni dengan logat Melayunya yang kental di kediamannya, Jumat (27/5) pagi.
Ia mengakui anaknya salah, motornya berknalpot racing dan berkendara dengan dokumen tak lengkap. “Tapi ketike anak saye disuruh jongkok depan lubang knalpot, didekatkan telingenye. Dari pake helm sampai buka helm, teros gas motor digeber semaok-maoknye (tarik tuas gas motor seenaknya,red), itu yang saye sesalkan,” geram Murni, seraya memperagakan perbuatan oknum polisi tak terpuji tersebut.
Seharusnya, lanjut dia, anaknya cukup dibina dan aturan ditegakkan dengan ditilang saja. “Sampai sekarang anak saye masih mengeluh sakit di bagian telingenye gare-gare kena geber,” kesalnya.
Cerita ini tak hanya didapatnya dari Sang Anak. Beberapa tetangganya yang juga ada di lokasi tersebut juga melihat dan menceritakan peristiwa itu kepada Murni.
“Orang yang kenal kalau itu anak saye, ngasi tau saye. Sedeh mereke liat anak saye digitukan. Saye ndak habis pikir dan ndak terima (dengan kelakuan Si Oknum Polisi,red),” keluh pria yang berkesehariannya usaha batako pres.
Sayang disayang, arogansi polisi tak hanya sampai di situ. Murni yang melaporkan kejadian itu ke Provos Polres Mempawah lagi-lagi direspon kurang baik. “Saye bertanya kepada pihak Provos, apeke (apakah,red) ade aturan yang mengharuskan seperti itu dan dijawab oleh Provos, “Memang ade!”. Die (Si Oknum Provos Polisi,red) ndak tau bagaimane saketnye orang, sesekali biar die ngerase (merasakan,red),” bebernya.
Menurut Murni, dua jam dia berada di Provos Polres Mempawah berupaya mencari keadilan akan nasib anaknya. “Dan akhirnya laporan saye pun tidak ditanggapi,” sesalnya.
Tak puas, Murni pun mencoba menemui yang berwenang di Satuan Lantas Polres Mempawah. Beruntung, Kepala Satuan Lantas, AKP Tri Budi, bukan tipe orang yang menyepelekan warga. “Selaku pimpinan saya bertanggung jawab. Dan saya bertanggung jawab atas perbuatan anak buah saya,” ucap Murni mencontohkan apa yang dikatakan Tri Budi kepada dirinya.
Tri Budi kemudian meminta Murni membawa anaknya ke dokter untuk diperiksa. “Dan Beliau sempat memanggil petugas medis dari Polres untuk mendapat rujukan ke Pontianak,” tutup Murni.
Dikonfirmasi, Tri Budi membenarkan peristiwa itu. Dengan tenang, ia kembali mengungkapkan permohonan maaf kepada Murni dan Rendra. Juga kepada seluruh masyarakat Mempawah jika dalam Operasi Patuh Kapuas 2016 yang dijalankan terjadi hal-hal yang tidak berkenan di hati.
“Namun kami tetap meminta kepada masyarakat luas untuk tidak menggunakan knalpot racing karena mengganggu ketertiban masyarakat itu sendiri,” pintanya.
Tri pun mengakui anak buahnya tidak seharusnya melakukan perbuatan negatif seperti itu. Yang ia perintahkan adalah: seyogianya menemui knalpot racing, jajaran Satuan Lantas Mempawah hanya melakukan tindakan penyitaan sebagai barang bukti saja.
“Agar pengendara kembali menggunakan knalpot standar pabrik,” tuturnya.
Ia menambahkan, dirinya bertanggung jawab atas kelakuan anak buahnya. Dan, berjanji akan melakukan pembinaan kepada jajarannya untuk melaksanakan tugas secara benar.
“Untuk korban, kami akan menanggung pembiayaan perobatan hingga sembuh. Untuk personel, akan saya bina kembali dan juga kita lihat beban disiplinnya. Kalau memungkinkan adanya tindakan disipilin, kita akan berkoordinasi dengan pihak Provos atau Propam untuk mengambil tindakan,” pungkas Tri Budi.
Memang, saat Operasi Patuh dimulai belum lama ini, Kapolres Mempawah AKBP Dedi Agustono Sik telah berjanji menindak tegas anak buahnya yang melanggar aturan saat bertugas. “Silakan melapor saja, biar kita diproses langsung walaupun itu polisi. Kalau anak buah saya salah, pasti saya bilang salah. Kalau ada keluhan atau komplain masyarakat, silakan langsung SMS atau telpon ke nomor saya 081250096197,” tegasnya.
Terpisah, Kasubid Humas Polda Kalbar, AKP Cucu Safiudin juga membenarkan kejadian tersebut. “Ada mas kejadiannya,” jawab Cucu via telpon.
Dijelaskannya, pelajar SMA tersebut mengendarai sepeda motor berknalpot racing. Polantas yang sedang melaksanakan strong point di simpang Pasar Mempawah menyetopkannya.
“Pelajar SMA tersebut mengganggu pengguna jalan lain karena berisik suara knalpotnya. Oleh petugas disuruh mendengar sendiri suara yang keluar dari knalpotnya,” terang dia.
Kejadian tersebut memang berbuntut panjang. Orangtua Si Pelajar tak terima karena telinga anaknya mengalami gangguan atau sedikit tak mendengar.
“Orangtuanya komplain, namun sudah diselesaikan secara kekeluargaan. Untuk anaknya sudah dibawa oleh anggota kita ke dokter THT,” tukas Cucu.
Menurut dia, ini menjadi pelajaran bagi semua pihak. Baik pengendara sepeda motor maupun anggota Polisi Lantas. “Kami berpesan, jangan lagi menggunakan knalpot racing karena suaranya mengganggu pengguna jalan lainnya. Dan, untuk petugas Polantas kalau memberikan pelajaran harus lebih mendidik,” pintanya.
Bagi pemerhati sosial masyarakat Mempawah, Mulyadi Jaya, permohonan maaf tidak menyelesaikan masalah. “Hukum harus tetap dijalankan,” tuturnya.
Kata dia, masyarakat wajib menuntut. Sebelum kejadian ini, dia mendapat kabar Polisi Lantas Mempawah pernah mengejar pelanggar hingga nyaris terjadi kecelakaan. “Tidaklah boleh polisi sampai berbuat seperti itu, itu arogansi,” ujarnya.
Laporan: Ari Sandy dan Ocsya Ade CP
Editor: Mohamad iQbaL