eQuator.co.id – JAKARTA– Daftar warga negara Indonesia (WNI) yang diduga terlibat kelompok Islamic State of Irak and Syiria (ISIS) bertambah. Baru-baru ini, seorang tenaga kerja Indonesia (TKI) dideportasi dari Korea Selatan (Korsel) karena terindikasi bergabung dalam organisasi tersebut.
Data Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) menyebutkan, TKI tersebut bernama Abdullah Hasyim (32). Awalnya, warga Desa Leuwigede, Kecamatan Widasari, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat, itu ditangkap oleh otoritas setempat karena pelanggaran imigrasi. Dia terbukti menjadi TKI ilegal di negera tersebut sejak 2007 lalu.
Namun, dalam proses wawancara yang dilakukan, kasus menjadi berkembang. Sebab, mereka berhasil membongkar niatan aksi pria yang biasa dipanggil Carsim itu. ”Saat diwawancara seusai penangkapan, dia memang mengakui bahwa punya tekad jihad. Dia pun ingin segera menjadi martir untuk mati syahid,” tutur Kepala BNP2TKI Nusron Wahid di Jakarta kemarin (6/3).
Sebagai respons dari pengungkapan tersebut, pemerintah Korsel memutuskan untuk mendeportasi Carsim. Dia dipulangkan dengan ditemani seorang pejabat militer Korea Selatan. Mereka tiba Jumat (1/4) di Jakarta dan langsung diterima perwakilan Densus 88.
Usai serah terima, Carsim dibawa ke kampung halamannya. Di sana, dia diserahkan kepada pihak keluarga yang diwakili sang Ayah Sarya, adik dan pamannya, Aditiya Nugraha dan Warono. Proses penyerahan yang dilakukan di Mapolsek Widasari, Indramayu, itu turut disaksikan oleh kepala desa setempat. ”Sudah diserahkan Sabtu lalu,” ungkapnya. Setelah kembali ke tanah air, imbuh dia, yang bersangkutan akan mendapat pengawasan khusus menyangkut dugaan keterlibatannya dalam ISIS.
Nusron mengatakan, keterlibatan TKI dalam gerakan radikal menimbulkan kegelisahan tersendiri. Dia pun merasa wajib membuat upaya antisipatif sebelum memberangkatkan TKI ke negara orang. ”Kita harus semakin hati-hati. Harus dipantau khusus. Ini jadi warning bagi BNP2TKI, bahwa banyak sekali TKI kita di luar yang rawan dipenetrasi kelompok radikal,” papar mantan anggota DPR periode 2009-2014 itu. Oleh karenanya, pihaknya berencana menambahkan materi deradikalisasi dalam pelatihan TKI. (mia/sof)