eQuator – Pontianak-RK. Lima konsumen mewakili 15 rekannya mendatangi Polda Kalbar, membuat pengaduan atas dugaan penipuan di bidang pembangunan perumahan yang dilakukan developer PT. Sang Pengembang.
Tak tanggung-tanggung, nilai kerugian korban diperkirakan mencapai miliaran rupiah. “Kami bersama teman-teman mau melaporkan adanya dugaan penipuan yang dilakukan pihak developer. Karena sampai saat ini, rumah yang kami lunasi belum ada serah terimanya,” kata Wiyan, warga Jalan Karvin, Pontianak Selatan ditemui di Polda Kalbar usai membuat pengaduan, Senin (1/2).
Sebelum para konsumen ini mengadu, dijelaskan Wiyan, mereka sudah kerap kali mempertanyakan status rumah dan toko yang sudah dilunasi kepada developer yang berkantor di Kompleks Perdana Square, Pontianak Selatan tersebut. Namun developer hanya janji saja dari hari ke hari hingga bertahun-tahun. “Apa yang menjadi hak kami belum dipenuhi,” kesalnya.
Padahal kata Wiyan, pelunasan sudah dilakukan pada 2013 lalu, sesuai surat Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB). Di dalam PPJB itu juga tertera beragam pasal yang disepakati, kemudian akan diserahterimakan pada Desember 2014.
“Hingga kini belum ada kejelasan. Alasannya kekurangan dana. Inikan sudah setahun lebih,” ujar Wiyan.
Wiyan menjelaskan, harga jual rumah dan toko berlabel Te Sepakat Town House di Jalan Sepakat II, Pontianak Tenggara itu berkisar Rp250 hingga Rp300 juta. Terdapat lebih dari 50 unit rumah yang dibangun. “Kita tidak tahu juga konsumen yang lain sudah diserahterimakan atau belum. Kita juga tidak kenal. Tapi kemungkinan banyak,” jelas Wiyan.
Untuk dirinya saja, sudah melunasi Rp275 juta dalam pembelian rumah type 60 berlantai dua, atasnama istrinya, Diana. Dalam PPJB yang ia miliki, pelunasan tanda jadi pada 14 Juni 2013. Pelunasan DP pada 23 Juli 2013. Pembayaran cicilan pertama 24 September 2013. Cicilan kedua pada 10 Oktober 2013 serta cicilan terakhir sekaligus pelunasan pada 10 Nopember 2013.
Pengaduan dugaan ini sedianya sudah diterima penyidik Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Kalbar dan langsung digelar. Wiyan berharap dengan pengaduan ini segera dilakukan proses penyelidikan maupun penyidikan dari kepolisian. Dikhawatirkan, kata Wiyan, jika dibiarkan nanti rumah yang sudah dilunasi konsumen menjadi kepemilikan ganda.
“Karena ada kemungkinan seperti itu. Satu rumah dimiliki lebih dari satu orang. Seperti konsumen lainnya,” jelasnya.
Konsumen yang dimaksud Wiyan adalah Novita Candra, warga Pontianak Kota. Novita menjelaskan, ia tidak bisa balik nama sertifikat tanah dimana berdirinya rumah yang dilunasi seharga Rp250 juta, pada September 2013. “Saya beli rumah di kapling A 11. Saat balik nama tidak bisa, karena saat cek sertifikat di BPN sudah diblokir sama pembeli lainnya. Jadi rumah yang saya beli juga dimiliki orang lain. Infonya ada enam sertifikat yang diblokir,” ungkap Novita yang juga ikut membuat pengaduan.
Karena berlarut belum ada jalan keluar, maka Novita membuat pengaduan tersebut. Padahal segala upaya mediasi sudah dilakukan sebelumnya. Termasuk melakukan pertemuan dengan Ombudsman, pihak konsumen dan developer. “Terakhir minggu lalu saya menanyakan ke developer, tapi belum ada penyelesaian,” kesal Novita.
Christian menambahkan, jika alasan developer yang mempunyai motto ‘harga di bawah pasar’ itu kekurangan dana dalam penyelesaian pembangunan, hanya alasan yang tak masuk akal. “Kami tidak mau tahu itu. Karena sebagai perusahaan harus berani bertanggungjawab dan menyelesaikan masalah,” kata warga Jakarta ini yang anaknya juga membeli rumah tersebut.
Sejauh ini, belum ada keterangan resmi dari kepolisian. Termasuk dari Direktur PT Sang Pengembang yang diketahui bernama Frans Medy Arista. Dua kali dihubungi, warga Komplek Griya Pratama 1 ini belum dapat menerima sambungan telepon dari Harian Rakyat Kalbar. “Iya pak, ntar saya hubungi,” jawabnya membalas pesan singkat awak Rakyat Kalbar. (oxa)