eQuator.co.id – JAKARTA –RK. Di Stasiun Moda Raya Terpadu (MRT) Lebak Bulus, Jakarta, momen bersejarah dan sarat makna terjadi kemarin (13/7). Untuk kali pertama pasca bersaing dalam kontestasi Pilpres 2019, Presiden Joko Widodo dan Prabowo Subianto bertemu.
Saat pintu lift di lantai dua stasiun terbuka dan Jokowi berjalan keluar pukul 10.07, teriakan histeris pengguna MRT seketika pecah. Suasana makin riuh ketika Prabowo yang lebih dulu tiba menyambut dengan penuh kehangatan. Dia memberi hormat. Kemudian, dua tokoh nasional itu berjabat tangan, berbicara diselingi tawa, dan saling berpelukan.
Situasi yang semula begitu tertib mendadak tidak terkendali. Masyarakat di stasiun tersebut berlomba-lomba menerobos penjagaan. Tidak ingin kelewatan untuk mengabadikan momen sejarah tersebut. Jokowi dan Prabowo membalas dengan melambaikan tangan. Keduanya yang kompak mengenakan kemeja putih langsung menuju ke gerbong MRT.
Jokowi dan Prabowo duduk bersebelahan dalam gerbong MRT. Sejumlah tokoh yang mendampingi mengambil jarak agak jauh. Di antaranya, Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Budi Gunawan, Sekretaris Kabinet Pramono Anung, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi, dan Ketua TKN Erick Thohir yang mendampingi Jokowi. Sementara itu, Prabowo ditemani Sekjen Partai Gerindra Ahmad Muzani serta Wakil Ketua Umum Gerindra Edhy Prabowo dan Sufmi Dasco Ahmad.
Sepanjang 17 menit perjalanan dari Lebak Bulus menuju Stasiun Istora Mandiri, kawasan Senayan, Prabowo dan Jokowi terlibat perbincangan santai. Sesekali tersenyum dan tertawa. Pertemuan lantas dipungkasi dengan makan siang bersama di Restoran Sate Senayan, Mall FX Sudirman. Rombongan berjalan kaki dari stasiun MRT menuju restoran.
Duduk berdampingan dalam satu meja, Jokowi dan Prabowo menikmati hidangan yang disiapkan. Di antaranya, sate kambing, sate ayam, lontong, pecel Madiun, ongol-ongol, dan es kelapa batok.
Kepada media, Jokowi menyebut momen spesialnya dengan Prabowo sebagai pertemuan seorang sahabat, kawan, dan saudara. Dia mengaku sudah merencanakan pertemuan sejak lama. Namun, aktivitas keduanya yang padat membuat keinginan itu belum bisa terlaksana.
“Dan alhamdulilah pada pagi hari ini, kita bisa bertemu dan mencoba MRT,” ujarnya di Stasiun Istora Mandiri, Senayan Jakarta.
Jokowi berharap, pertemuan tersebut bisa meredam panasnya tensi politik setelah 10 bulan tahapan pemilihan presiden (pilpres) berlangsung. Diakuinya, selama momen Pilpres, rivalitasnya bersama Prabowo sangat ketat dan keras. Dan itu juga berdampak pada perseturuan antar pendukungnya di akar.
“Setelah pilpres usai, silaturahim antara saya dan Prabowo bisa kita lakukan pada pagi hari ini. Alhamdulilah,” imbuhnya. Prabowo yang berdiri tepat disampingnya, tampak mengangguk dengan gesture mengapresiasi pernyataan Jokowi.
Jokowi juga menginginkan hal yang sama dilakukan para pendukung kedua pasangan calon presiden. Di mana hubungan yang sempat renggang, bisa kembali dirajut. Untuk itu, dia meminta agar sebutan atau panggilan bernuansa saling ejek mulai ditanggalkan.
“Tidak ada lagi yang namanya cebong. Tidak ada lagi yang namanya kampret. Yang ada adalah garuda. Garuda pancasila,” tuturnya lantas disambut teriakan pengunjung FX Sudirman. Menurutnya, sudah saatnya seluruh elemen bangsa menyatukan langkah menghadapi kompetisi global yang semakin ketat.
Saat mendapat giliran berbicara, Prabowo juga menyampaikan pandangan serupa. “Jadi saya sangat setuju. SUdah ga ada cebong-cebong, ga ada kampret-kampret. Semuanya merah putih,” kata dia disambut tepuk tangan dan teriakan pengunjung.
Prabowo menambahkan, meski pertemuan tidak dilakukan secara formal namum memiliki dimensi dan arti yang sangat penting bagi negara. Dalam kesempatan itu, Prabowo juga menceritakan alasannya yang belum sempat menyampaikan ucapan selamat kepada Jokowi. Menurutnya, menyampaikan dari jarak jauh bukanlah hal yang baik.
“Bagaimanapun ada ewuh pekewuh, ada toto kromo. Jadi kalau ucapan selamat maunya langsung tatap muka,” imbuhnya langsung disambut tepuk tangan.
Mantan Danjen Kopassus itu menceritakan, dirinya dan Jokowi merupakan sahabat dan kawan yang sudah cukup lama. Kalaupun ada rivalitas ataupun saling kritik, hal itu merupakan konsekuensi dari proses demokrasi yang dianut Indonesia. Namun yang terpenting, setelah kompetisi usai, semuanya harus kembali dalam keluarga besar bangsa Indonesia. “Kita sama-sama anak bangsa. Kita sama-sama patriot, dan sama-sama ingin berbuat terbaik untuk bangsa,” kata dia.
Terkait masa depannya di pemerintahan, Prabowo mengaku sangat terbuka. Diakuinya, menjadi presiden bukanlah hal yang mudah. Oleh karenanya, jika diperlukan, pihaknya siap membantu pemerintah. Hanya saja, dia tidak menjelaskan secara detail maksud kesiapannya.
Saat ditanya ulang, Prabowo masih belum juga menegaskan sikap politiknya ke depan. Namun dia menegaskan siap kalau harus menjadi oposisi dalam lima tahun ke depan. “Oposisi juga siap. Check and balance siap,” tuturnya.
Jokowi sendiri belum berani berbicara jauh terkait kans masuknya Gerindra ke Koalisi Indonesia Kerja (KIK). Pasalnya, keputusan tersebut tidak sepenuhnya ada di tangannya. Namun harus dibicarakan bersama partai-partai anggota koalisi. “Saya harus juga merundingkan mendiskusikan dengan sahabat-sahabat saya di koalisi Indonesia Kerja. Ya saya kira pak Prabowo juga melakukan hal yang sama. Dengan relawan juga akan saya diskusikan,” tuturnya.
Diakhir pernyataan pers bersama, Jokowi dan Prabowo kembali berpelukan untuk kedua kalinya. Hal itu mereka lakukan setelah para pengunjung memintanya untuk berpelukan. “Inilah demokrasi pak. Kita disuruh-suruh,” celetuk Prabowo.
Sementara itu, Sekretaris Kabinet yang juga politisi senior PDIP Pramono Anung mengatakan, kepastian masuknya Gerindra ke KIK masih akan dibahas. Menurutnya, akan ada pertemuan lanjutan antara Jokowi dan Prabowo. Untuk kepastian lokasi dan waktunya akan dibicarakan lebih lanjut.
“Detailnya kan Pak Jokowi dan Pak Prabowo yang nanti. tetapi yang jelas berdua akan saling mengunjungi,” ujarnya.
Disinggung soal adakah kesepakatan pembebasan kasus Habieb Rizieq Sihab dalam proses rekonsiliasi yang dijalankan, Pram membantahnya. Menurutnya, tidak ada pembahasan terkait hal itu sama sekali. “Jadi tidak ada pembahasan yang ada di MA, maupun pemulangan seseorang dari manapun,” pungkasnya.
Direktur Eksekutif Indikator Politik Burhanuddin Muhtadi menilai momentum pertemuan Jokowi dan Prabowo sangat tepat. Peremuan itu mengirim sinyal ke masing-masing pendukung agar dilakukan rekonsilisasi massa di tingkat akar rumput. Bahwa kontestasi pilpres sudah usai.
Di sisi lain, Burhanuddin menangkap sinyal pertemuan Jokowi-Prabowo mengindikasikan terbukanya pintu koalisi. Bahwa pembicaraan yang selama ini berlangsung di belakang layar kini sedikit demi sedikit mulai muncul ke permukaan. Disampaikan, kemungkinan koalisi itu bukan sekedar mengakomodir kepentingan Gerindra di dalam kabinet. Koalisi seperti itu dinilai sangat politis dan pragmatis.
Sejauh ini memang belum ada konfirmasi apakah Gerindra akan masuk dalam struktur kabinet atau tidak. Sebab sampai sekarang, belum ada yang mengkonformasi apakah Prabowo bergabung ke koalisi pemerintahan Jokowi -Ma’ruf atau tidak.
“Karena masih bersifat spekulatif,” tambahnya.
Nah, untuk masuk dalam lingkaran koalisi Jokowi-Ma’ruf, sambungnya, Prabowo sepertinya akan berfikir jauh ke depan. Begitu juga dengan pihak Jokowi. Sebab masuknya Gerindra dalam gerbong koalisi bakal mengurangi jatah kursi menteri parpol pendukungnya.
“Sehingga bisa saja nanti ada opsi koalisi di parlemen. Bukan di kabinet,” tambahnya.
Lebih jauh disampaikan, narasi politik yang dibangun saat kampanye seharusnya berlanjut pascapemilu. Parpol yang kalah pilpres, contohnya, idealnya harus berada di luar pemerintah atau menjadi kekuatan oposisi. Oposisi yang mengontrol kinerja pemerintah sangat dibutuhkan agar kebijakan yang ditempuh tidak salah arah.
Sebaliknya, parpol yang menang dalam kontestasi, harus mewujudkan janji kampanyenya. Janji itu, beber dia, salah satunya bisa terlihat dari komposisi kabinet. ’’Apakah dagang sapi atau tidak. Kita lihat komposisi menterinya,” ujar Burhanuddin.
Terkait komposisi menteri, pihaknya tidak sepakat jika ada dikotomi menteri profesional dan menteri partai. Disampaikan, kabinet Jokowi-Ma’ruf harus seratus persen profesional. Kriterianya adalah kompetensi, kapabel dan berintegritas . ’’Termasuk kalangan parpol kan banyak juga yang profesional,” imbuhnya. (Jawa Pos/JPG)