eQuator.co.id – PONTIANAK-RK. Kantor Divisi Regional Bulog Kalimantan Barat, memastikan ketersediaan daging pada saat Ramadan dan Idulfitri tahun ini tercukupi bagi masyarakat.
“Untuk daging sapi sendiri, kita sudah melakukan permintaan ke pusat untuk tambahan daging beku kerbau sebanyak 28 ton,” ungkap Kadivre Bulog Kalbar, Bubun Subroto, Kamis (9/5).
Daging beku tersebut disuplai dari Jakarta. Sedangkan untuk daging lokal tidak ditangani oleh Bulog. Akan tetapi ada instansi terkait yang menangani daging sapi lokal. Secara keseluruhan komoditi strategis yang ditangai Bulog seperti gula untuk menghadapi Lebaran ini cukup.
“Kita punya jaringan, kita bekerjasama dengan masyarakat untuk bentuk RPK. Jadi masyarakat tidak berbondong-bondong untuk mendapatkan sembako. Sudah ada pangan strategis yang ada di Bulog,” kata Bubun.
Dia mengutarakan terdapat peningkatan
tiga sampai lima persen kebutuhan sembako, namun tidak mmperngaruhi ketersediaan yang ada di Bulog.
“Jadi masyarakat tidak perlu khawatir. Untuk Kalbar, kita sudah siapkan artinya Lebaran ini kebutuhan daging di masyarakat kita jamin tercukupi. Dan untuk harganya sendiri, daging beku ini kita jual Rp80.000 per kg di tingkat konsumen,” ungkapnya.
Kepala Dinas Pertanian dan Perikanan Kota Pontianak, Bintoro menyebutkan, stok daging sapi untuk bulan puasa dan Lebaran dipastikan aman bagi masyarakat Kota Pontianak.
“Baik sapi yang masih di karantina, di masyarakat lalu ditambah lagi ada yang didatangkan dari Pulau Jawa, artinya stok daging sapi kita masih mencukupi,” kata Bintoro.
Meski demikian, Bintoro tak menampik adanya kenaikan harga daging sapi di awal Ramadan. Mencapai Rp 130 ribu per kilo. Namun harga inu menurut Bintoro berangsur stabil kembali.
“Daging sapi yang mahal ini dari pantauan kami kemarin karena ini pemotongan milik masyarakat pribadi yang bukan bekerjsama dengan kita. Tapi sekarang harga sudah stabil,” ucapnya.
Sementara itu dikutip dari Bisnis.com, pelaku usaha sapi potong meminta agar pemerintah mengkaji kembali opsi impor daging beku.
Direktur Eksekutif Gabungan Pelaku Usaha Peternakan Sapi Potong Indonesia (Gapuspindo) Joni Liano menilai,selama ini upaya tersebut tidak bisa menurunkan harga daging sapi di bawah Rp100.000 per kg.
“Jangan upaya jangka pendek terus karena takut inflasi dan lain-lain. Toh juga harga daging tidak turun karena yang diminta konsumen daging segar. Daging kerbau masuk supaya harga di bawah Rp100.000 per kg, tetapi sekarang stabil di Rp107.000 per kg. Jadi, pemerintah harusnya mengkaji ulang dalam melihat upaya stabilisasi harga,” katanya.
Joni mengusulkan, supaya pemerintah memperhitungkan antara biaya produksi peternak lokal dan biaya produksi daging sapi impor. Pasalnya, bila ada kesenjangan yang jauh, Joni mengkhawatirkan Indonesia akan terjebak pusaran impor daging sapi.
Menurutnya, bila daging sapi lokal tidak bisa bersaing dengan daging impor dari sisi harga, konsumen akan beralih. Dengan begitu, tidak ada lagi alasan untuk meneruskan industri peternakan dalam negeri karena akan merugi. Akibatnya ketergantungan akan impor makin panjang.
Dia menilai bahwa pemerintah boleh berpihak ke konsumen, tetapi perlu memberikan perlindungan ke produsen.
“Kalau pemerintah terus berpikir dalam jangka pendek ketergantungan kita terhadap daging sapi impor akan makin berat. Itu yang dikatakan jebakan pangan. Pemerintah seharusnya berpikir impor yang punya nilai tambah,” katanya.
Menurutnya, impor dalam bentuk sapi bakalan akan memberikan nilai tambah di dalam negeri.
Ketua Umum Pusat Perhimpunan Peternak Sapi dan Kerbau Indonesia (PPSKI) Teguh Boediyana mengatakan bahwa selama impor daging dilakukan dari negara yang bebas penyakit mulut dan kuku, hal itu tidak menyalahi peraturan.
“Kami tidak bisa melarang impor karena bisa dituntut. Cuma saja kembali pemerintah dengan masuknya daging India dan nanti Brasil atau Argentina yang jelas beri perlingdungan pada peternak dalam negeri,” tegasnya.
Laporan : Nova Sari
Editor : Andriadi Perdana Putra