Belajar di Bangunan Beratap Daun, Berdinding Kulit Kayu

Tekad Warga Keluas Meniba agar Generasi Penerusnya Tak Putus Sekolah

SUPER SEDERHANA. Belasan pelajar saat proses belajar mengajar di bangunan sekolah jarak jauh di Dusun Keluas Meniba, Desa Harapan Jaya, Kabupaten Melawi, yang memprihatinkan. Bangunan tersebut beratapkan daun, berdinding ulit kayu dan berlantaikan tanah. Foto diambil belum lama ini. Warga for Rakyat Kalbar
SUPER SEDERHANA. Belasan pelajar saat proses belajar mengajar di bangunan sekolah jarak jauh di Dusun Keluas Meniba, Desa Harapan Jaya, Kabupaten Melawi, yang memprihatinkan. Bangunan tersebut beratapkan daun, berdinding ulit kayu dan berlantaikan tanah. Foto diambil belum lama ini. Warga for Rakyat Kalbar

“Sebab, jika anak-anak dari dusun tersebut bersekolah ke sekolah induk, harus menempuh jarak 6 kilometer, melewati hutan belantara, dan naik turun gunung yang memakan waktu berjam-jam”— Kades Harapan Jaya, Sudarmono.

eQuator.co.id – Melawi-RK. Memprihatinkan. Itulah suara yang terdengar dari setiap warga yang melihat kondisi bangunan sekolah jarak jauh. Yang dibangun warga seadanya. Menggunakan atap daun dan dinding dari kulit kayu.

Letaknya di Dusun Keluas Meniba, Desa Harapan Jaya, Kabupaten Melawi. Bangunan sekolah tersebut dibangun karena keberadaan perumahan warga sangat jauh dari sekolah induk SDN 05 Landau Tubun, Kecamatan Tanah Pinoh Barat.

“Sekolah ini dibangun secara swadaya oleh warga menggunakan dana apapun. Tentunya sangat di bawah standar. Super sederhana,” tutur Sudarmono, Kepala Desa (Kades) Harapan Jaya, kepada sejumlah wartawan, Kamis (3/5).

Sekolah itu hanya ada satu lokal kelas. Tanpa jendela dan pintu. Tentu saja, sekolah yang menginduk ke SD Negeri 05 Landau Tubun ini sangat membutuhkan perhatian. Dari pemerintah dan dinas terkait.

“Semuanya ini warga lakukan hanya untuk kepentingan anak-anak mereka agar bisa mengenyam pendidikan, walaupun harus menggunakan atap daun, dindingnya kulit kayu, sedangkan lantainya langsung ke tanah. Papan tulisnya menggunakan papan pengumuman di kantor desa,” beber Sang Kades.

Bangunan SD yang mulai beroperasi sejak akhir tahun 2016 ini hanya berukuran 4×6 meter. Untuk menampung 12 murid Kelas 1.

“Gurunya dua orang, yakni guru umum dan agama. Keduanya masih honor, dibiayai dengan Dana BOS,” ungkap Sudarmono.

Mendirikan SD berstatus filial tersebut, menurut dia, atas permintaan warga serta orangtua murid setempat. Dan didukung sekolah induk. Dasar pertimbangan lainnya: kemanusiaan.

“Sebab, jika anak-anak dari dusun tersebut bersekolah ke sekolah induk, harus menempuh jarak 6 kilometer, melewati hutan belantara, dan naik turun gunung yang memakan waktu berjam-jam,” paparnya.

Ia menambahkan, Dusun Keluas Meniba tersebut hanya berisikan 41 Kepala Keluarga (KK) dan tidak seorangpun yang tamat SD. Tetapi keinginan tinggi mereka untuk menyekolahkan anak-anaknya sangat luar biasa.

“Tidak ingin generasi mereka terus-terusan putus sekolah, tidak merasa kesetaraan pendidikan yang dirasakan oleh daerah lain. Kebutuhan pendidikan anak-anak harus diperhatikan, sebab suksesnya pendidikan juga menunjukkan kesuksesan dalam pembangunan,” terang Sudarmono.

Tersentuh dengan semangat warga dusun, Sang Kades membantu proses belajar mengajar di SD jarak jauh itu. “Kita rencanakan untuk membantu honor dua guru di sekolah tersebut, menggunakan dana desa,” jelasnya.

Dia juga berharap Pemkab Melawi dan Pemprov Kalbar bisa membangun gedung SD yang refresentatif di Dusun Keluas Meniba. Masyarakat sudah menyiapkan lahan untuk dihibahkan. Sebagai lokasi pembangunan gedung sekolah tersebut.

Belum diketahui tanggapan Pemkab Melawi soal ini. Hanya saja, Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Melawi, Joko Wahyono, pernah menjelaskan, sesuai aturan yang ada dilarang mendirikan SD jarak jauh atau filial. Dengan alasan inefisiensi.

“Jika dirikan SD jarak jauh, maka syarat utama harus bisa menjaring minimal 60 siswa,” sebut dia.

Sementara itu, Anggota DPRD Melawi asal Kota Baru, Nur Ilham, mengaku sangat prihatin dengan kondisi sekolah jarak jauh di Dusun Keluas Meniba. Sekolah tersebut menjadi alternatif satu-satunya agar para anak-anak bangsa yang berada jauh dari sekolah induk juga bisa mengenyam pendidikan seperti yang lainnya.

“Jika memang aturan yang dimaksud Kadisdikbud tidak membolehkan pembukaan sekolah jarak jauh atau filial, maka harus ada solusi yang disediakan pihak pemerintah. Jangan sampai terbenturnya aturan membuat anak-anak tersebut terkesan diabaikan tanpa perhatian pemerintah,” ucapnya.

Pemerintah, dalam hal ini Disdikbud, harusnya menginventarisir persoalan-persoalan pendidikan. Seperti persoalan jarak, banyaknya murid yang jauh dari sekolah induk.

“Setelah itu mencari solusi atau terobosan agar persoalan sekolah jarak jauh ini bisa teratasi,” pungkas Ilham.

 

Laporan: Dedi Irawan

Editor: Mohamad iQbaL