BANGKAI ORANG UTAN DIAUTOPSI

FAHMI FAJRI/BONTANG POST DIBONGKAR LAGI: Bangkai orang utan yang hangus terbakar saat hendak dikubur oleh petugas Balai TNK, Minggu (21/2) lalu. Hari ini, rencananya akan dilakukan autopsi terhadap bangkai primata itu.

DIBONGKAR LAGI: Bangkai orang utan yang hangus terbakar saat hendak dikubur oleh petugas Balai TNK, Minggu (21/2) lalu. Hari ini, rencananya akan dilakukan autopsi terhadap bangkai primata itu.

eQuator.co.id – BONTANG – Bangkai tiga ekor orang utan yang tewas terpanggang saat kebakaran di Jalan Arif Rahman Hakim, Gang Makmur, RT 41 Kelurahan Belimbing, Kecamatan Bontang Barat, memang sudah dikubur, Minggu (21/2) lalu. Kendati demikian, kuburan ketiga primata itu akan dibongkar, Selasa (23/2) hari ini. Ketiga betina itu akan menjalani autopsi.

Center for Orangutan Protection (COP) Kaltim yang bermarkas di Berau dan intens menangani orang utan sengaja mendatangkan dokter ahli untuk menanganinya. Hasil autopsi dapat digunakan sebagai bahan pelengkap proses penyelidikan. Kemungkinan, autopsi akan digelar di Polres Bontang atau Balai Taman Nasional Kutai (TNK).

Sebagai informasi, kasus yang terjadi di lahan milik Masliah itu diklaim yang pertama di Kaltim oleh Balai TNK.

Staf COP Kaltim, Paulinus mengatakan, satwa dilindungi dengan kematian tidak wajar memang perlu diautopsi. Pasalnya, pihaknya tak pernah tahu bangkai yang diduga orang utan itu masuk jenis apa, jenis kelaminnya apa, serta penyebab kematiannya karena apa.

“Kalau orang awam tak mungkin bisa menentukan penyebab kematiannya. Makanya, dibutuhkan tim medis, dan kami memang mendatangkan dokter hewan dari COP untuk melakukan autopsi,” jelasnya kepada Bontang Post, Senin (22/2) kemarin.

Dia menjelaskan, banyak dugaan yang menyebabkan hewan tersebut mati. Misalnya, apa dia mati sebelum kebakaran, hingga akhirnya jasadnya terbakar, atau mati karena terpanggang hidup-hidup. Atau, bisa karena pingsan akibat sesak nafas karena asap, hingga akhirnya mati.

Nah, penyebab-penyebabnya itu bisa diketahui hanya dengan cara autopsi. Meskipun, sudah memasuki hari ketiga dari pasca kebakaran. “Secepat mungkin dilakukan autopsi akan lebih baik, karena jika lebih lama akan mempersulit proses autopsi,” ujarnya.

Linus–sapaannya–mengaku, kasus itu baru kali ini terjadi di Kaltim. Kebetulan, kali ini COP memiliki waktu untuk mendalami kasus tewasnya tiga ekor orang utan serta menangani langsung.

“Ini pelajaran bagi semua pihak, bahwa sebenarnya hutan Kaltim itu memang masih terdapat satwa liar di luar hutan milik TNK. Karena, di manapun ada hutan pasti ada orang utan, apalagi Kaltim terkenal sebagai habitat terbesar orang utan,” terangnya.

Makanya, kata dia, peran masyarakat untuk melaporkan ke pihak yang berwenang sangatlah penting supaya bisa ditangani dengan cara yang aman. Wilayah Bontang dan Kutai Timur (Kutim) sendiri memang terdapat banyak orang utan. Namun, seiring perkembangan kota, membuat banyak hutan yang tersegmentasi.

Sehingga, kata dia, habitat orang utan semakin terancam dan mereka mencari tempat yang dianggap nyaman untuk tinggal, seperti hutan yang dekat aliran sungainya. “Kalau masyarakat melihat, sebaiknya laporkan ke Balai TNK karena jaraknya yang paling dekat,” imbuhnya.

Dokter hewan yang akan melakukan autopsi pun didatangkan dari Pusat Rehabilitasi COP Kaltim. Rencananya, setelah melakukan autopsi hasilnya akan diserahkan kepihak kepolisian dan Balai TNK. COP sendiri akan melakukan pendampingan jika dibutuhkan, serta berencana mengidentifikasi dan memastikan apa masih ada orang utan lainnya di hutan diluar wilayah TNK.

Pihaknya datang ke Bontang karena memang ada memorandum of understanding (MoU) dengan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kaltim dan Kementerian Lingkungan Hidup (KLHK) untuk menangani orang utan di Kaltim. COP berdiri sejak April 2015 dan hingga saat ini sudah 16 ekor orang utan yang sudah dievakuasi ke Pusat Rehabilitasi COP.

Diberitakan sebelumnya, kebakaran lahan di Jalan Arif Rahman Hakim, Sabtu (20/2) lalu makan korban. Minggu pagi, tiga ekor orang utan ditemukan hangus. Lokasinya di dalam hutan yang jaraknya sekitar 200-an meter dari jalan raya.

Jika dilihat posisinya, ketiga bangkai primata bernama latin Pongo pygmaeus mono itu diduga keluarga. Mereka mati terpanggang dengan jarak antara satu dengan lainnya hanya beberapa meter saja. Satu orang utan berusia belasan tahun, satunya berusia 6-7 tahun, dan satu orang utan yang masih bayi dan diperkirakan usianya sekira tujuh bulan. Ketiganya betina.

Mereka ditemukan berdekatan. Posisinya serupa, tangan terangkat ke atas. Akhirnya, mereka dikubur dalam satu liang. Meski dilindungi, diduga mereka dianggap sebagai hama. Meski lokasi kebakaran bukanlah perkebunan.

Orang Utan Borneo adalah bagian dari keluarga besar kera dan merupakan mamalia arboreal terbesar. Kera besar jenis ini hanya ada di Indonesia dan Malaysia. Populasinya tinggal 54 ribu ekor di Kalimantan. Uniknya, kelompok kera besar ini memiliki kesamaan DNA hingga 97 persen dengan manusia, sehingga rentan menularkan penyakit.

Adalah Yuliana, warga setempat, yang pertama mem-posting kejadian itu di media sosial (medsos) facebook. Melalui akun facebook bernama Yulinya Hamid, Yuliana mem-posting lima foto orang utan yang kondisinya sudah terpanggang. Foto-foto tersebut di-posting Minggu sekira pukul 09.04 Wita. (mga)