Antisipasi Sengketa Lahan Perkebunan

ilustrasi. net

eQuator – Nanga Pinoh-RK. Di Melawi banyak sekali pembukaan lahan untuk kepentingan perkebunan. Dipastikan pembukaan perkebunan tersebut akan berdampak positif bagi perekonomian Melawi. Meskipun demikian, agaknya sulit dihindari keberadaan perkebunan ini akan berdampak terhadap alih kepemilikan lahan.

“Beberapa tahun ini pembukaan lahan begitu marak, terutama perkebunan. Namun perlu diwaspadai ekspansi tersebut juga akan mengakibatkan menyempitnya lahan pertanian bagi rakyat,” tegas aktivis lingkungan, Syamsul Bahru, kemarin.

Menurutnya, dampak buruk dari pembukaan lahan adalah munculnya potensi konflik penguasaan lahan antara pemodal dengan warga setempat. Belakangan hal ini bisa disaksikan di televisi bagaimana maraknya perebutan lahan antara pemodal dengan warga setempat.

Lantas, hubungan harmonis antara warga dengan pemilik modal memang sulit untuk terjadi. Lantaran memiliki keinginan yang sama untuk mengelola lahan yang ada. Artinya terkait dengan hajat hidup untuk sejahtera.

Namun begitu, hubungan harmonis pemilik modal dengan rakyat bukan hal yang mustahil. Asalkan diantisipasi sejak dini. Salah satu jalan antisipasi tersebut adalah komunikasi intensif antara warga dengan pemilik modal.

“Pertama, semua pihak mesti menyadari bahwa sengkata lahan ini bisa saja terjadi. Kedua, hal tersebut merupakan ancaman serius di masa mendatang. Oleh karena itu, mesti diantisipasi secara dini,” paparnya.

Syamsul menyarankan, Pemkab Melawi membentuk sebuah komisi daerah yang akan berfungsi sebagai jembatan komunikasi antara pemilik modal dengan warga. Diharapkan, ada hubungan yang harmonis sejak awal pembukaan lahan.

“Perlu dipikirkan untuk membentuk sebuah komisi penanggulangan sengkata lahan yang melibatkan unsur independen dari masyarakat. Sebagai mediasi kepentingan warga dengan pemodal,” ulasnya.

Komisi independen, ulasnya, bertugas untuk membuka jalur-jalur komunikasi, dimana warga bisa menyampaikan persoalannya dengan pemilik modal. Jika ada sengketa maka komisi ini yang terdepan untuk membuka jalur musyawarah.

Selain itu, Syamsul mengingatkan, selain perebutan lahan, adanya perusahaan perkebunan akan memberi pengaruh terhadap perubahan ekologi. Sebelum dibuka lahan masih ada pohon-pohonnya. Namun, setelah dibuka maka akan terjadi perubahan sistem ekologi. Sebelumnya didominasi kayu, namun akan berganti komuditas lain. Perubahan ekologi ini jelas berdampak bagi lingkungan sekitar.

Jangan sampai perubahan tersebut berdampak hingga timbulnya bencana. Oleh karena itu, kaidah-kaidah yang telah ditetapkan pemerintah mengenai ekologi mesti dipatuhi oleh perusahaan.

“Kita sangat mendukung adanya perkebunan yang mematuhi kaidah-kaidah ekologi yang telah ditetapkan pemerintah. Bagaimanapun kerusakan ekologi akan berdampak bencana. Bencana tersebut jauh lebih mahal dari pada nilai investasi perkebunan,” lugasnya.

Reporter: Sukartaji

Redaktur: Andry Soe