eQuator.co.id – PONTIANAK-RK. Ahad (15/9), akhirnya apa yang dikhawatirkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) terwujud juga. Penerbangan dari dan ke Bandara Internasional Supadio pagi hingga sore sempat lumpuh. Setelah pukul 18.00 WIB, pesawat baru landing dan take off.
Jarak pandang yang pendek penyebabnya. Asap pekat menyelimuti landasan pacu. Pelaksana tugas (Plt) Officer in Charge (OIC) Bandara Internasional Supadio, Didi Herdiansyah, mengatakan dari pagi hingga pukul 12:05 WIB saja setidaknya 15 penerbangan yang terdampak akibat kabut asap. Sepuluh keberangkatan dan lima kedatangan delay.
Akibatnya, delapan penerbangan keberangkatan terpaksa ditunda, bahkan dua pesawat keberangkatan terpaksa dibatalkan. “Sedangkan empat pesawat kedatangan dialihkan ke bandara lain, dan satu kembali ke bandara asal, tidak bisa mendarat karena jarak pandang yang buruk,” jelas Didi.
Rakyat Kalbar yang sejak pagi memantau layar monitor ruang OIC Bandara Supadio, jarak pandang runway pada Minggu pagi hingga siang kemarin hanya berkisar antara 500-700 meter saja. Jarak pandang memang fluktuatif, naik turun. Bergantung angin berembus. Jika angin kencang, jarak pandang cenderung membaik. Begitu angin diam asap kembali pekat.
Didi menjelaskan, standar jarak pandang penerbangan minimal di angka 1000 meter. Walaupun pda kisaran 800 meter penerbangan masih bisa dilakukan.
“Tapi tergantung maskapai dan pilotnya,” ungkapnya.
Sekitar pukul 15.00 WIB, jarak pandang di runway Bandara Supadio berangsur membaik menjelang petang. Kepekatan asap perlahan menipis. Barulah otoritas Bandara update pada pukul 16.00 WIB. Total jadwal keberangkatan di Bandara Supadio kemarin 25 maskapai.
“Yang berangkat di-cancel ada 19 penerbangan, delay enam, (pesawat) kedatangan ada 18 yang cancel, yang delay 7, itu termasuk lima drivet (dialihkan ke bandara terdekat), hari ini yang paling parah,” beber Andri Pelani, juga Plt, OIC Bandara Internasional Supadio.
“Sebelumnya pernah delay, tetapi hanya beberapa menit saja,” tuturnya menarik nafas, dan menyambung, “Untuk jarak pandang hingga pukul 15.32 WIB di runway 15, sudah mencapai 2300 meter, dan runway 33 jarak pandang sudah di angka 2400 meter”. Dengan kondisi jarak pandang kembali normal, semua aktivitas penerbangan di Bandara pun kembali normal.
Ranti, penumpang tujuan Jakarta, kesal dengan kondisi cuaca akibat ulah manusia tersebut. Gegara asap, ia batal terbang ke Jakarta. Padahal, ia punya agenda penting. Yang menyangkut karirnya.
“Saya hari ini harusnya mengikuti training di Jakarta. Tapi batal. Karena pesawat tak bisa terbang, akibat asap ini,” sesalnya.
Pesawatnya dijadwalkan take off pukul 11.30 WIB, yang saat itu jarak pandang hanya 500 meter. Lantas cancel atau batal.
Akibatnya, Ranti menganggap pemerintah lamban menangani Karhutla sehingga kebakaran meluas. Asap semakin tebal dan akhirnya mengganggu penerbangan.
“Tiap tahun selalu begitu, pemerintah lamban menanganinya,” pungkasnya.
Presiden saat kunjungan kerja ke Pontianak meminta Gubernur Sutarmidji cepat menangani Karhutla jangan sampai ganggu penerbangan dan perekonomian. Namun cuaca dan fenomena alam tak berpihak kepada Kalbar.
“Saya sudah sampaikan ke Pak Gubernur, jangan sampai kebakaran lahan menggangu aktivitas ekonomi dan penerbangan,” kata Jokowi diwawancarai wartawan usai membagikan sertifikat tanah di rumah Radank, Pontianak, belum lama ini.
Kebakaran Hutan dan Lahan (Karhutla) memang memicu kabut asap pekat di Kalbar. Yang berdampak luar biasa terhadap semua sektor. Utamanya perekonomian.
Aktivitas ekonomi Kalbar kini mulai “sesak nafas” akibat bencana yang telah menjadi “tradisi” karena tak kunjung bisa diatasi. Meski pucuk pimpinan pemerintahan daerah telah berganti.
“Kalau dari sisi kesehatan, tentu ini sudah pasti dirasakan oleh masyarakat akibat kabut ini, sama halnya dengan kegiatan perekonomian yang juga ikut terpengaruh,” tutur pengamat ekonomi dari Universitas Tanjungpura (Untan), M. Fahmi, Minggu (16/9).
Sektor ekonomi yang paling merasakan dampak kabut asap, yakni usaha jasa transportasi, khususnya di udara atau penerbangan. Banyak pesawat terlambat bahkan urung terbang lantaran minimnya jarak pandang. Wajar saja, sebab Maskapai tak mau ambil risiko.
“Cancel-nya penerbangan dampaknya berantai, tentu keinginan orang untuk berkunjung ke Kalbar menjadi terhambat, apalagi mereka yang sudah membuat janji harus batal, belum lagi tamu yang sudah memesan kamar hotel, tentu akan batal pula,” tuturnya.
Gagal terbang juga berpengaruh pada sektor pariwisata yang ikut memicu merosotnya pendapatan usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) di Kalbar. “Sebab kita tahu bahwa pariwisata ini juga men-trigger (memicu,red) pertumbuhan ekonomi khususnya UMKM, kunjungan berkurang hal-hal demikian tentu sangat berdampak besar bagi pelaku UMKM,” jelas Fahmi.
Belum lagi, sambung dia, dari sisi usaha kargo yang juga bakal terhambat. Jasa pengiriman barang bisa mandek karena pesawat kesulitan terbang.
Fahmi pun berharap pemerintah segera memikirkan secara detil solusi terhadap penanganan kabut asap ini. Langkah serta regulasi bersifat taktis dan parsial dibutuhkan untuk menyudahi polemik kabut tersebut.
“Sampai ke punishment bagi yang punya lahan, yang kaitannya dengan tanggung jawab dan menjadi kesalahan mereka, sebab menurut penelitian hampir 90 persen lahan terbakar bukan terjadi secara alami,” bebernya.
Imbuh Fahmi, “Untuk itu perlu treatment-treatment yang dilakukan, seperti pencegahan, bukan hanya tindakan hukum, sebab ini kejadiannya berulang setiap tahun, tentu ini jadi perhatian serius untuk melakukan solusi-komperehensif di semua sisi”.
Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Kalbar, Andreas Acui Simanjaya, sepemahaman dengan Fahmi. Akibat kabut asap tersebut, sangat berdampak pada semua aktivitas masyarakat. Tak terkecuali bagi pelaku usaha.
“Jelas sangat berdampak sebab berbagai aktivitas jadi terhambat, termasuk perekonomian,” jelasnya.
Senada, Ketua Association of The Indonesian Tours And Travel Agencies (ASITA) atau Asosiasi Perusahaan Perjalanan Wisata Indonesia Kalbar, Nugroho Henray Eka Saputra. Ia juga menyebut kejadian kabut asap membuat pesawat banyak yang membatalkan penerbangan.
“Tentu dengan cancel ini menyebabkan kerugian bagi penumpang,” terang pengusaha travel itu.
Kata dia, kondisi seperti ini tentu menggerus keinginan orang yang hendak berpergian dan berwisata menjadi turun, sehingga penjualan tour and travel juga merosot baik yang menuju atau dari Kalbar.
“Harapannya pemerintah harus mencari solusi mengenai asap ini secara permanen. Sehingga kejadian ini tidak terulang terus tiap tahun,” pungkasnya.
BANDARA-BANDARA
KALIMANTAN JUGA CLOSE
Ternyata, selain Supadio, beberapa bandara lainnya juga sempat ditutup. Antara lain Bandara Kalimarau Berau, Bandara Juwata Tarakan, Bandara APT Pranoto Samarinda, dan Bandara Syamsudin Noor Banjarmasin.
Kepala Bandar Udara Kalimarau Bambang Hartato menyampaikan, setelah mendapatkan Note To Air Man (Notam) yang dikeluarkan AirNav Indonesia Nomor C8334/19, pihaknya menutup bandara. Isi Notam, perubahan jarak pandang bandar udara sehingga layanan penerbangan harus ditutup.
”Sampai hari ini (kemarin, Red), visibility 500 meter. Sementara standar instrument aproach procedure itu minimal, jarak pandangnya 3500 meter,” kata Bambang.
Awalnya, sejumlah maskapai menunggu kondisi cuaca membaik. Beberapa penerbangan seperti Garuda Indonesia, Sriwijaya Air dan Express Air mengalami delay. Namun akhirnya diputuskan batal terbang.
”Kami sampaikan permohonan maaf kepada pengguna jasa transportasi udara, kami harap masyarakat bisa memaklumi kondisi ini,” harapnya.
Direktorat Jenderal Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan mengimbau kepada seluruh stakeholder penerbangan untuk tetap mengutamakan keselamatan bagi pengguna jasa transportasi udara. Menurut Direktur Jenderal Perhubungan Udara Polana B. Pramesti, Ditjen Hubud selalu melakukan pemantauan dan terus berkoordinasi melalui Kantor Otoritas Bandar Udara (OBU) di Kalimantan dan Sumatera.
”Kami meminta operator penerbangan terutama yang menutup pelayanan penerbangan ataupun terdampak delay akibat karhutla, untuk sigap membantu mengkomunikasikannya kepada para penumpang,” ujarnya. Dia pun mengintruksikan agar stakeholder terkait memberikan pelayanan sesuai aturan yang berlaku.
Selain transportasi udara, atensi juga diberikan untuk transportasi laut. Direktorat Jenderal Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan mengimbau nakhoda kapal untuk meningkatkan kewaspadaan terhadap ancaman kabut asap yang dapat mengganggu keselamatan pelayaran.
Direktur Kesatuan Penjagaan Laut dan Pantai (KPLP) Ahmad menginstruksikan agar Kepala Unit Pelaksana Teknis (UPT) Ditjen Perhubungan Laut di wilayah Sumatera dan Kalimantan yang terpapar oleh kabut asap meningkatkan pengawasan dan memperhatikan kondisi cuaca juga lingkungan sebelum menerbitkan Surat Persetujuan Berlayar (SPB).
”Tunda penerbitan SPB bila kondisi kabut asap sangat tebal yang mengganggu jarak pandang,” tegas Ahmad.
Sementara itu, kabut asap yang menyelimuti Kabupaten Kotawaringin Barat (Kobar) Kalimantan Tengah juga berdampak pada terganggunya jarak pandang di sektor transportasi laut. Kepala Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) Kelas IV Kumai Capt. Wahyu Prihanto mengatakan nakhoda kapal harus selalu memperhatikan perubahan-perubahan cuaca, terutama cuaca di sekitar teluk Kumai.
”Kami menerbitkan Notice to Marine (Notam) kepada kapal-kapal yang akan masuk ke teluk Kumai, khususnya terhadap para nakhoda kapal pelayaran rakyat dan juga para nelayan agar memperhatikan jarak pandang,” terang Wahyu.
Hal serupa juga dilakukan oleh Kepala KSOP kelas II Tanjung Buton Zainuddin yang telah mengeluarkan Notam terhadap pemilik dan nakhoda kapal yang melintas di wilayah selat Bengkalis. Selain itu juga krpada kapal yang menuju Tanjung Buton.
”Dengan kondisi kabut asap ini seluruh nakhoda ataupun operator kapal agar berhubungan dengan stasiun radio pantai terdekat dan melaporkan kondisi cuaca saat berlayar dan kita juga sudah meminta kepada stasiun radio pantai agar menginformasikan kepada seluruh kapal yang melewati alur pelayaran di Selat Bengkalis, Selat Lalang atau pun sungai Siak untuk berhati-hati,” kata Zainuddin.
Agar kondisi itu cepat teratasi, penanggulangan karhutla terus dilakukan. Bukan hanya Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), TNI dan Polri juga terlibat aktif. Terhitung sejak Sabtu (14/9), Panglima TNI Marsekal TNI Hadi Tjahjanto turun langsung ke lokasi terdampak karhutla di Sumatera. Kemarin, dia bertolak ke Kabupaten Pelelawan, Riau. Di sana dia menyebut, instansinya bakal mengerahkan drone untuk memantau titik api.
Rencananya, drone akan dikerahkan pada malam hari. Hadi optimistis, pemantauan titik api bakal semakin optimal dengan menggunakan drone.
”Dengan menggunakan drone akan mempermudah proses mitigasi lokasi kebakaran hutan, karena lokasi yang tidak terpantau pada siang hari dan sore hari dapat terlihat dengan jelas pada malam hari,” beber Hadi. Disamping mitigasi, drone juga efektif melihat titik-titik yang baru terbakar.
Hadi menjelaskan bahwa instansinya sudah melakukan banyak hal untuk memadamkan api dan mencegah karhutla. Termasuk di antaranya dengan modifikasi cuaca untuk menurunkan hujan buatan. Mereka mengerahkan helikopter dan pesawat.
”TNI dan Polri beserta seluruh stakeholder tidak akan tinggal diam untuk membantu mencegah terjadinya karhutla,” imbuhnya.
Berdasar laporan yang dia terima, modifikasi cuaca termasuk efektif memadamkan api dan mengurangi asap. Buktinya, kata dia, jumlah titik api di Riau turun signifikan. Sampai kemarin, dia menyebut tinggal 44 titik api yang terpantau di sana.
”Kalau kami mengukur hasilnya, untuk hotspot sudah mulai turun dan kalau kami lihat juga secara visual asap yang ada di Pekanbaru saat ini sudah menurun,” jelas Hadi.
Mantan Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU) itu pun menyebut, jarak pandang untuk penerbangan perlahan sudah mulai naik. Lebih lanjut, dia menyebutkan, TNI sudah memitigasi dan mengerahkan alutsista dan prajurit untuk memastikan objek vital seperti sumur minyal milik PT Pertamina tidak turut terdampak karhutla.
”Ada 109 sumur minyak yang masig aktif. Dan syukur Alhamdulillah bahwa api sudah dapat dipadamkan,” imbuhnya.
Laporan: Abdul Halikurrahman, Nova Sari, Jawa Pos/JPG
Editor: Mohamad iQbaL