Pengantin Pesanan di Tiongkok Dipulangkan, Cegah Korban TPPO Lainnya

Ilustrasi : Internet

“…ketika jaringan nasional ini menemukan pengantin yang dipesan oleh WNA, barulah melakukan sejumlah pembayaran-pembayaran” Kombes Pol Veris Septiyansyah, Direktur Reskrimum Polda Kalbar

eQuator.co.id – Pontianak-RK. Kasus tindak pidana perdagangan orang (TPPO) bermodus kawin kontrak di Kalbar diharapkan tidak terulang. Aparat kepolisian terus memetakan semua wilayah di Kalbar yang disinyalir menyimpan masalah yang sama.

“Pemetaan wilayah hampir semua, hanya belum terungkap saja. Tadi kan sudah disampaikan, Sintang sudah ada, Sanggau, Landak, Sambas, Pontianak, Mempawah, Kubu Raya dan terakhir di Ketapang,” kata Direktur Reskrimum Polda Kalbar, Kombes Pol Veris Septiyansyah diwawancarai usai Dialog Interaktif, Kamis, (8/8) siang. Dialog digelar Kanwil Kemenkumham Kalbar dengan tema “Bahaya Kawin Kontrak Wanita Indonesia Dengan Orang Asing, Dalam Perspektif Hukum Negara Indonesia”.

Berbagai langkah pencegahan atau pre-emtif melalui sosialisasi dan memberikan pemahaman kepada  masyarakat terus dilakukan Polda Kalbar. Tentu tak cukup peran kepolisian saja. Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil, Imigrasi hingga instansi terbawah di masyarakat harus punya peran dalam pencegahan.

Upaya penegakan hukum kasus TPPO, kata Veris, Polda Kalbar telah menunjukan keseriusan. Meskipun ada permasalahan petugas seperti regulasi. “Regulasi kita belum mengikat secara rigid terkait pihak-pihak warga negara asing,” ungkapnya.

Tujuan mereka (WNA) dan niat jahat mereka mengawini orang Indonesia juga belum terbukti melakukan eksploitasi dan kekerasan terhadap korban. “Itu kan di akhir, di hilir, bukan di hulu yang kita ketahui itu,” jelasnya.

Sehingga muncullah pertanyaan rekan-rekan media terkait penganiayaan yang dialami  para wanita kita di sana.”Sehingga kita kemudian berbicara tempus delicti dan lopus. Di mana kejadiannya,” tuturnya.

Sementara setiap negara pun memiliki regulasi tersendiri. “Misalnya Tiongkok. Tadi  disampaikan Pak Kanwil. Kalau masuk ke ranah privat mereka, maka polisi tidak bisa serta merta masuk. Ada laporan dia diperiksa dan lain sebagainya, karena itu ranah privat  mereka,” terangnya.

Dari hasil keterangan masing-masing korban yang ia dapatkan. Kombes Pol Veris menilai bahwa secara materil tidak ada kerugian yang dialami korban. Karena sebelum berangkat saja mereka telah mendapatkan uang.

“Namun setelah berangkat itulah, saya katakan tadi, korban secara immateril yang dia lakukan. Adanya eksploitasi, disuruh bekerja tanpa digaji dan sebagainya sehingga nampak TPPO di sana,” ujarnya.

Polda terus mengembangkan kasus TPPO dan berhasil mengamankan sedikitnya empat tersangka. Mulai yang berperan membantu, perekrut sekaligus mak comblang yang melakukan proses sampai terjadinya perkawinan kontrak itu.

Sepanjang tahun 2017 hingga 2019, Polda Kalbar berhasil mengungkap berbagai kasus TPPO dengan beragam modus. Mulai dari prostitusi, pekerja migran, TKI, TKW, dan terbaru pengantin pesanan.

Hasil penyelidikan sementara: modus operandi yang digunakan para pelaku adalah menggunakan tiga jaringan. Yang terdiri atas Jaringan Internasional, Jaringan Nasional, dan Jaringan Lokal.

“Jaringan Internasional inilah yang berperan untuk meminta jaringan nasional mencari pengantin-pengantin pesanan. Ketika jaringan  nasional ini menemukan pengantin yang dipesan oleh WNA, barulah melakukan sejumlah pembayaran-pembayaran,” jelasnya.

Jaringan nasional tidak bisa bekerja sendiri karena tidak bisa menjangkau jaringan-jaringan di wilayah sehingga mereka punya kaki tangan.

Sementara itu, Plt Kepala Kantor Imigrasi Klas 1A Pontianak, Agustianur, berharap kasus TPPO dengan pengantin pesanan tidak terjadi lagi di Kalbar.

“Kita berharap kerja sama seluruh stake holder terkait. Sehingga bersama sama menindak atau  melakukan penegakan hukum kasus TPPO,” harapnya.

Upaya pencegahan Imigrasi selama ini pun telah dilakukan. “Untuk Imigrasi Pontianak. Sampai Juli saja sudah sekitar 80 pemohon paspor yang kita tangguhkan. Termasuk menunda keberangkatan melalui Bandara Supadio,” ungkapnya.

Pihak Imigrasi Pontianak lanjut Agustianur, mewaspadai hal hal tersebut saat melakukan wawancara pada si pemohon paspor. “Kita lakukan penolakan, usai wawancara jika terindikasi TPPO,” pungkasnya.

Korban TPPO Pulang

Kantor Imigrasi Singkawang mencekal permohonan paspor 30 wanita muda, diduga ke luar negeri untuk ‘kawin kontrak’ dengan warga asing.

“Menindaklanjuti TPPO yang viral, kami dari Imigrasi memperdalam wawancara, dan ditemukan adanya indikasi perkawinan campur WNI dengan warga asing yang tidak sesuai aturan,” ungkap Kasi Lalu Lintas dan Status Keimigrasian Kota Singkawang, Rejeki Putra Ginting.

Ia mengatakan usai Rakor Pencegahan dan Penangulangan Kasus TPPO, di Ruang Bumi Bertuah Kantor Wali Kota Singkawang, Rabu (7/8).

Ada 30an pemohon paspor yang dicekal berjenis kelamin perempuan yang masih berusia muda. Diantaranya dari Kabupaten Kubu Raya, Kabupaten Landak dan Kota Singkawang. “Kebanyakan dari mereka dengan tujuan Tiongkok,” ungkapnya.

Kepala Dinas Sosial, Pemberdayaan Perempuan, dan Perlindungan Anak Kota Singkawang, Martinus Misa mengatakan, rapat koordinasi ini diperlukan untuk melakukan pencegahan dan penanggulangan TPPO.

“Pemda lebih kepada pencegahan, sosialisasi dan pasca pemulangan, termasuk dampak-dampak psikologisnya, sedangkan pihak kepolisian penindakan,” katanya.

Di tempat yang sama, Kanit PPA Satreskrim Polres Singkawang, Ipda Indah SW mengungkapkan, sepanjang 2019 ini baru satu kasus TPPO di Kota Singkawang.

Humas Polres Singkawang, Bripka Muhammad Irvan menegaskan, pihaknya sudah berkomitmen untuk melakukan pencegahan dan penindakan TPPO.

“Saya imbau jangan takut melapor, dan kami siap membantu dan lapor polisi tidak perlu pakai biaya,” katanya.

Polres Singkawang belum lama ini membantu kepulangan Yusfika (26), warga Kabupaten Ketapang, Kalbar, yang diduga menjadi korban TPPO dari Tiongkok. Semua berawal dari laporan korban yang masuk ke pengaduan Polres Singkawang sekitar satu Minggu yang lalu melalui akun Facebook Humas Polres Singkawang.

“Korban melaporkan bahwa dia dianiaya, suaminya memukul dia sehingga mengalami luka,” ujar Irvan.

Dia berkoordinasi dengan Kapolres Singkawang, AKBP Raymond M Masengi yang memerintahkan untuk segera ditindaklanjuti. Koordinasi dilanjutkan dengan instansi terkait sehingga korban berhasil dipindahkan ke KBRI.

Dalam proses pemulangannya, koordinasi juga dilakukan pada Polres Ketapang. “Sekarang ini posisi yang bersangkutan sudah di Pontianak,” katanya.

Korban kerap mengalami kekerasan suaminya. Merasa tersiksa karena luka di tangan dan kepala dan memar di bagian tubuhnya. “KDRT dialami korban sekitar empat bulan belakangan sejak menikah dan tinggal di sana kurang lebih satu tahun,” katanya.

Ke Tiongkok bermula dari perkenalan dengan Mak Comblang di Ketapang. Setelah menikah, Mak comblang itu bohong. Meski begitu pihak keluarga mendapatkan sejumlah uang sekitar puluhan juta dari pernikahan tersebut.

“Polres Ketapang telah menetapkan satu orang tersangka. Sementara yang lainnya sedang dalam proses pengejaran,” ujarnya.

Kapolres Singkawang, AKBP Raymond M Masengi merasa mendapat kepercayaan masyarakat dan Humas Polres Singkawang menjadi motor penggerak.

“Sebenarnya ini bisa pulang karena ada perhatian dari publik, netizen, bantuan dari semua pihak sehingga ini bisa kembali,” katanya.

Raymond berharap hal ini menjadi hasil yang baik bagi Kota Singkawang dan Kalbar. Tak hanya itu juga menjadi penggerak bagi seluruh Polres yang ada untuk menjalankan tugas untuk mengembalikan para korban.

“Para orangtua jangan terbuai,” pesannya.

 

Laporan: Andi Ridwansyah, Suhendra

Editor: Mohamad iQbaL