eQuator.co.id – Pontianak-RK. Setelah puluhan warga lapor ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Kalbar perihal kasus penipuan dengan identitas KTP, sepekan lalu (11/7), besoknya Polda Kalbar meringkus seorang terduga, Jumat (12/7).
Rusdi Hardanto alias Rusdi, 36, warga Jalan Tanjung Raya II, Pontianak, dicokok polisi tengah malam. Korbannya tak kurang 80 orang yang ”dipinjam” Kartu Tanda Penduduk (KTP)-nya. Identitas pribadi itu digunakan untuk pinjam uang baik via bank maupun online.
Kapolda Irjen Pol Didi Haryono menuturkan kasus terungkap dari laporan puluhan warga yang mengaku telah menjadi korban kepada kepolisian. Mereka mengaku mendapat tagihan bank yang beragam. Padahal tidak pernah merasa melakukan pengajuan kredit ke bank.
Ditreskrimsus Polda Kalbar melakukan penyelidikan dan penyidikan berhasil menangkap pria bernama Rusdi Hardanto alias Rusdi. Dia mengaku aksi kejahatan itu bermula Maret 2019 lalu.
“Pelaku melakukan praktik pinjaman dana secara online menggunakan media paylater dari Traveloka, yang menjual tiket pesawat dan hotel. Syarat untuk melakukan paylater ke Travolaka, cukup dengan mengirimkan identitas berupa KTP dan foto pemilik KTP,” jelas Kapolda dalam keterangan pers di Mapolda, kemarin.
Aksi penipuan diawali dengan pengumpulan 80 identitas warga berupa KTP dan foto diri pada Maret hingga Mei 2019. “Ke 80 orang tersebut terdiri dari masyarakat Komplek Yuka 40 orang, Sungai Rengas 20 orang dan warga Pal VI 20 orang,” jelasnya. Berhasil mengumpulkan data tersebut, pelaku menyiapkan masing-masing satu satu sim card atau kartu nomor telepon baik Indosat atau Telkomsel.
Kata Didi Haryono, pelaku meng upload identitas warga tersebut tanpa persetujuan terlebih dahulu maupun pemberitahuan, ke akun Traveloka guna mendapatkan persetujuan bisa atau tidak paylater oleh Traveloka. “Kemudian satu orang yang terdaftar di Data Base Traveloka akan mendapatkan limit pinjaman sebesar satu sampai dengan delapan juta rupiah, dalam bentuk poin tiket pesawat dan kamar hotel,” paparnya.
Setelah poin diperoleh, sambung Didi, pelaku pun menjual sendiri tiket pesawat dan kamar hotel kepada masyarakat yang akan membeli dengan menggunakan akun media sosial Facebook dengan harga yang sangat murah. “Misalnya saja standar satu tiket dari Traveloka 1, 2 juta, namun hanya dijual pelaku dengan harga 800 ribu,” jelasnya.
Sehingga total keuntungan sementara dari modus pinjaman online Traveloka sebesar Rp350 juta untuk 70 korban. “Seharusnya disetorkan ke Traveloka namun pelaku beroya-foya ke Bali,” Didi.
Menurut Kapolda, aksi itu diketahui setelah belajar dari Facebook. Dari 80 orang yang dimintai KTP, yang berhasil didaftarkan kurang lebih 70 orang. Angka ini, menurut dia, bisa saja bertambah. Dari tangan pelaku, petugas berhasil mengamankan barang bukti berupa 11 foto copy KTP korban, yang tunai Rp1,2.juta, dua unit HP, sebuah kartu ATM dengan saldo 0 rupiah, serta 38 buah informasi Debitur dari OJK (otoritas jasa keuangan).
Kapolda mengatakan pelaku terancam pasal 51 ayat (1) No 19 tahun 2016 tentang perubahan atas UU No. 11 Tahun 2008 tentang informasi dan transaksi elektronik berbunyi: Setiap orang yang memenuhi unsure sebagaimana dimaksud dengan pasal 35 dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 tahun dan denda paling banyak 12 miliar.
Pasal 35 UU No. 19 tahun 2016 tentang perubahan atas UU No. 11 tahun 2008 tentang informasi dan transaksi elektronik yang berbunyi: Setiap orang dengan segaja dan tanpa hak melawan hukum melakukan upaya manipulasi, penciptaan, dan perubahan, penghilangan, pengrusakan informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik dengan tujuan agar informasi elektronik atau dokumen elektronik tersebut seolah olah data otentik.
Sampai sejauh ini belum semua korban melapor. Karena itu Kapolda Kalbar mengimbau agar yang belum segera melaporkan, karena pihaknya akan melakukan tindakan-tindakan selanjutnya.
Terpisah, seorang korban bernama Hendi menceritakan, sekitar Maret lalu mendapat informasi dari teman bahwa Traveloka lagi bagi-bagi uang ada promo. “Kalau mau ke Hotel Star,” katanya kepada wartawan di Mapolda Kalbar, Rabu (17/7) siang.
Hendi pun tergiur dengan ajakantersebut dan langsung ke hotel Star. “Saya datang, saya tanya, ini betul. Betul kata dia. Identitas kita bagaimana, tidak kata dia. Hanya ambil poin saja. Data kita tidak digunakan apa hanya ambil poin,” terangnya.
Setelah itu, pelaku kemudian diminta identitasnya berupa KTP saya dan foto diri. “Setelah itu saya serahkan. Saya menunggu beberapa lama. Setelah berhasil saya kemudian diberi uang 100 ribu,” ungkapnya.
Kemudian, dia diminta mencari teman-teman yang lain. Termasuk komunitas Grab dan rekan-rekannya pun mau ikut.
“Untuk Grab puluhan oranglah yang ikut,” kata Hendy.
Tak berapa lama, mereka digegerkan dengan kejadian penipuan yang menimpa warga Yuka. “Jadi kita baru tau kejadian di Yuka. Baru kita cek ke OJK. Ternyata kenak tipu semua,” ungkapnya.
Celakanya, dirinya sendiri harus bayar Rp 6 juta lebih. Sementara rekan-rekannya yang lain bervariasi dari Rp10 juta hingga Rp23 juta dan lain sebagainya.
Korban lainnya, Bagus, mendapatkan informasi setelah mengetahui ada korban yang terungkap di Yuka. “Di situ baru terpikir, Jangan-jangan ini yang kemarin waktu di hotel Star. Setelah itu kita cek kebenaran, Senin kemarin (15/7), ke OJK. Ternyata benar-benar ada,” tuturnya.
Kata Bagus, saat pertemuan di Hotel Star tidak diminta tanda tangan apapun, selain hanya meminta data pribadi. “KTP, di foto aja. Karena pelaku sendiri bilang hanya ingin menaikkan ratingnya di Traveloka,” paparnya.
Bagus juga tak mengenal pelaku. Sebab ia dikoordinir langsung dari komunitas dan komunitas pun juga tidak ada yang curiga. Sama seperti rekan-rekannya yang lain, Bagus pun mengaku bahwa ia dibebankan biaya sebesar 1,3 juta.
Kepala Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Kalbar, M. Riezky F Purnomo, mengatakan hingga saat ini masih ada sejumlah masyarakat yang mendatangi kantornya untuk melakukan pengecekan data. Baik perbankan maupun perusahaan Fintech sudah memiliki kebijakan peminjaman yang sangat mempermudah masyarakat. Di mana hanya dengan identitas diri dan foto selfi, sudah bisa melakukan transaksi pinjaman.
“Tapi sayang, kebijakan mempermudah masyarakat kecil ini dimanfaatkan orang-orang yang tak bertanggung jawab,” tandasnya.
Sejauh ini modus penipuan itu baru terjadi di Kalbar saja. Dia memastikan karena sudah berkoordinasi dengan kantor OJK pusat dan pihak perbankan dan perusahaan multifinance lainnya di luar Kalbar.
Riezky akan berkoordinasi lebih dulu ke pihak-pihak yang menyalurkan pinjaman ini. Pasalnya jika harus dibebaskan pinjaman ini, bukan hanya masyarakat saja yang dirugikan tapi pihak-pihak bank dan fintech ini juga.
“Ini kan tertipu masyarakat, bank juga. Kami sudah berkoordinasi dengan pusat, apakah penagihan ini ditagih atau ada pengurangan akan kami koordinasikan lagi. Juga dilihat kemampuan banknya. Karena berat juga kan,” ungkapnya.
Artinya, dirinya harus memastikan apakah pihak bank dan fintech mampu menyerap kerugian ini. “Saya berharap tidak ditagih. Tapi kita harus lihat kemampuan banknya. Apakah bisa menyerap kerugian. Karena ketika bank memberikan fasilitas ini, bank juga sudah ada persiapan,” kata Rezky.
Ia juga mengakui, memang tidak mudah bagi bank untuk menghapus data debitur di Sistem Layanan Informasi Keuangan (LSIK). “Karena dalam hal ini, bank juga sebagai korban penipuan,” pungkasnya.
Laporan: Andi Ridwansyah
Editor: Mohamad iQbaL