Air Jarang Ngalir, Tagihan Leding Malah Naik 100 Persen

ilustrasi. net

eQuator.co.id – SANGGAU-RK. Keluhan terhadapa pelayanan PDAM Tirta Pancur Aji kembali diutarakan pelanggan. Abang Ibrahim, warga lingkungan Setompak RT 005/RW 002 Kelurahan Sungai Sengkuang Kecamatan Kapuas mengaku dalam dua bulan terakhir tagihan ledingnya berkisar antara Rp150-Rp160 ribu perbulan. Padahal biasanya hanya di kisaran Rp 80 ribu.

“Itupun airnya jarang ngalir. Di tempat saya itu airnya ngalir hanya beberapa jam, dari jam 23.00-03.00. Airnya juga keruh, rasanya tidak bisa dipakai,” kata Ibrahim.
Sebenarnya, pria paruh baya itu mengaku tidak masalah jika terjadi kenaikan harga, namun harus sesuai dengan pemakaian.

“Ini kan pemakaiannya tidak sesuai. Kalau sesuai apa yang saya pakai sih tidak masalah, dan kualitas airnya bersih tidak keruh,” keluh Ibrahim.

Keluhan serupa diutarakan Sukri, warga Jalan Masjid Agung. Biasanya, ia hanya membayar Rp 80 ribu sampai Rp 90 ribu per bulan, tapi beberapa bulan terakhir, dia terpaksa merogoh kocek lebih dalam yakni sebesar Rp 160 ribu sampai dengan Rp 180 ribu perbulan.

“Kaget juga pas mau bayar, harganya tiba-tiba mahal. Saya hanya minta penjelasan dari PDAM, kenapa begitu mahal, sementara pemakaian tidak sesuai,” ungkap Sukri.
Pelanggan lainnya, Usnadi, warga Komplek Panjur Aji Aliong, selama dua pekan air leding di rumahnya tak mengalir.

“Kemariau sedikit, macet (air leding). Musim hujan baru lancar. Padahal musim hujan tong air sudah penuh semua. Sekarang tong air kering, air (leding) tak ngalir. Kalau seperti itu, ndak usah gunakan leding saja. Padahal kita berharap leding bisa dipakai begitu musim kemarau. Sementara tagihan datang tiap bulan,” beber Usnadi. Akibatnya, warga komplek tersebut terpaksa membeli air bersih.

Menanggapi keluhan itu, Direktur PDAM Tirta Pancur Aji Sanggau, Andriyus Wijaya menegaskan bahwa pihaknya tidak pernah menaikan tarif. Kenaikan tarif hanya dapat dilakukan melalui persetujuan pemilik dalam hal ini adalah Pemerintah Daerah yang diwakili Bupati Sanggau.

“Yang jelas ini disebabkan pola cara membaca meteran. Selama ini mohon maaf, petugas kami jarang ke lapangan. Bahkan mungkin tidak ke lapangan. Jadi mereka tidak melihat meteran sehingga pemakaian real pelanggan tidak tercatat. Istilahnya tebak-tebakan atau dikira-kiralah hanya menggunakan asumsi di atas meja,” kata Andre sapaan akrabnya.

Akibatnya lanjut Andre, membuat tagihan PDAM terkesan murah. “Misalnya si A ini dibuatlah Rp.20 ribu perbulan. Bulan berikutnya Rp 20 ribu dan begitu terus hingga belasan tahun. Memang pelanggan merasa nyaman dengan kondisi itu, tetapi dampaknya akan sangat merugikan PDAM itu sendiri sehingga wajar pendapatan PDAM tidak pernah meningkat. Bagaimana kita mau meningkatkan pelayanan kalau selama ini pemasukan PDAM tidak sesuai pemakaian,” jelasnya.

Saat ini, kata Andre, pihaknya sudah menggunakan aplikasi dan pola foto. “Bulan lima misalnya kita foto, bulan enam juga kita foto. Nah, dari selisih antara bulan lima dan enam itu kan pasti angkanya nambah. Jadi angka meteran bulan enam akan dikurangi meteran bulan lima, itulah pemakaian realnya yang harus dibayar pelanggan,” jelasnya.

Jika pelanggan masih merasa keberatan dengan hasil hitungan petugas, masyarakat bisa saja mengajukan komplain ke PDAM melalui bagian hubungan pelanggan.

“Nanti kita cek lagi ke lapangan, dan kita tera ulang. Karena memang meteran kita ini usianya sudah banyak yang di atas lima tahun dan sudah mestinya sudah diganti,” pungkasnya.

Laporan: Kiram Akbar