eQuator.co.id – PONTIANAK-JAKARTA-RK. Undang-undang (UU) Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan mengamanatkan, penanganan penyakit menular yang berpotensi mewabah agar dilakukan dengan cepat.
Menindaklanjuti hal tersebut, Dinas Kesehatan (Dinkes) Provinsi Kalbar kini membangun sistem penanganan berjejaring, dengan memanfaatkan teknologi.
Dengan begitu, diharapkan, potensi penyakit menular yang bersifat emerging diases atau berpotensi mewabah, bisa segera terdeksi dan ditangani secara cepat. “Kami di Dinas Kesehan sudah membentuk Tim Gerak Cepat. Untuk mengantisipasi penyakit yang bersifat emerging diases ini,” kata Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Kalbar, Hary Agung Tjahyadi, belum lama ini.
Menurutnya, penanganan penyakit yang berpotensi mewabah dengan sistem jejaring itu, turut melibatkan panyak pihak. Termasuk pihak Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP), Kantor Wilayah Kementerian Agama (Kemenag) dan penyedia jasa travel umrah.
Pihak-pihak tersebut sengaja dilibatkan. Sebagai antisipasi penularan virus dari luar negeri. Seperti virus Mars Cov yang ditularkan dari binatang unta, maupun Cacar Monyet yang baru-baru ini ramai diberitakan. “Kita sudah mengadakan rapat membuat jejaring, untuk penanganan penyakit yang berpotensi membuat kedaruratan kesehatan masyarakat,” ucapnya. “Kita sudah undang pihak KKP, rumah sakit, Biro Kesra dan Kemenang dan travel umrah,” timpalnya.
Jejaring tersebut dibentuk untuk membantu pempercepat mendistribusikan informasi dalam mendeteksi potensi penyakit menular. Sehingga jika ada temuan di lapangan bisa diatasi dengan cepat. “Kalau misalnya KKP, menemukan penyakit menular yang dibawa dari luar, maka mereka bisa cepat menyampaikan informasi itu, melalui jejaring yang kita bentuk,” katanya.
Hary meyakini, sistem jejaring itu mampu membangun komunikasi dengan efektif. Dan tidak membatasi waktu. “Ini yang sedang kita bangun,” ujarnya.
Ia mengaku, dewasa ini, bermunculan beragam penyakit menular jenis baru. Seperti Avian Flu, Flu Burung, Flu Babi, Mers Mov atau Flu Unta. Dan yang terbaru adalah Cacar Monyet. “Penyakit ini berpotensi mewabah. Dan harus diantisipasi dengan cepat,” tegasnya.
Begitu pula dengan merebaknya informasi tentang wabah penyakit cacar monyet (monkeypox). Penularan penyakit itu pertama ditemukan di Singapura. Agar tak menular ke Indonesia, Kementerian Kesehatan langsung merespon. Pindai Thermo Scanner diberlakukan terhadap penumpang di bandara dan pelabuhan di seluruh wilayah Indonesia. Tidak terkecuali di Kalbar.
Sebab, cacar monyet berpotensi menjadi kedaruratan kesehatan masyarakat. Karena potensi penularannya bisa terjadi dengan cepat.
Hary mengungkapkan, endemis cacar monyet berasal dari Afrika Barat. “Orang Afrika membawa penyakit itu ke Singapura. Satu penderitanya sudah diisolasi,” terangnya.
Menurutnya, penyakit cacat monyet, sama saja jenisnya dengan cacar biasa. Hanya saja, cacar monyet ditularkan dari binatang melalui cairan. “Tampilian klinis cacar monyet ini memang lebih besar. Kalau cacar biasa kan kecil-kecil,” terangnya.
Sampai saat ini kata dia, wabah cacar monyet belum terjadi di Indonesia. Kendati demikian, seluruh daerah telah di-warning agar waspada.
Pencegahan penularan wabah cacar monyet dilakukan dengan cara pemindaian penumpang dari Singapura, baik di bandara maupun di pelabuhan. “Daerah-daerah yang berdekatan dengan wilayah berpotensi menularkan cacar monyet, harus melakukan kewaspadaan dini,” katanya. “Kita sudah melakukan pemeriksaan terhadap penumpang, dengan menghidupkan thermo scanner di bandara dan di pelabuhan,” timpalnya.
Menurut Hary, alat thermo scanner yang dioperasikan itu, mampu mengidentifikasi gejala klinis terkait dengan cacar. Termasuk, cacar monyet tersebut.
Bila ditemukan gejala klinis penumpang yang tertular cacar monyet, maka standar penanganannya, pasien akan langsung dirujuk ke rumah sakit. Dengan penanganan di ruang isolasi. “Dalam SOP kaitan dengan penyakit yang berpotensi wabah, memang ketika terjadi langsung alarmnya dinyalakan. Semua tindakan kesehatan harus siap,” pungkas Hary.
Seperti diketahui, berdasarkan Surat Edaran Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan Nomor SR.03.04/II/1169/2019 tentang Kewaspadaan Importasi Penyakit Monkeypox, KKP diminta melakukan pengawasan intensif. Pengawasan tersebut dikhususkan bagi kru dan pelaku perjalanan dari Sigapura dan negara-negara di Afrika Barat dan Tengah. Pemeriksaan kesehatan juga dilakukan terhadap kru dan pelaku perjalanan yang terdeteksi demam atau sakit yang diduga terkait Monkeypox. ”Sebagai pengelola bandara internasional, kami telah mengidentifikasi potensi ancamanvirus tersebut untuk masuk ke Indonesia, khususnya melalui bandara internasional yang dikelola Angkasa Pura I,” ujar Direktur Utama PT Angkasa Pura (AP) I (Persero), Faik Fahmi dikutip dari Jawapos.
Untuk mencegah masuknya virus monkeypox, bandara di wilayah AP 1 memasang alat deteksi suhu tubuh atau thermoscan di beberapa titik area kedatangan. Jika terdapat penumpang yang teridentifikasi suspect atau terduga terjangkit virus monkeypox, maka penumpang akan ditangani terpisah oleh KKP. Untuk mendapatkan identifikasi dan perawatan, pasien yang dicurigai akan dilarikan ke rumah sakit rujukan menggunakan ambulance KKP. ”Jika penumpang merasa tidak sehat, jangan ragu untuk melaporkan kepada awak pesawat di pesawat atau petugas bandara pada saat kedatangan,” tutur Faik.
Tak hanya di bandara wilayah AP I, bandara lain di wilayah AP 2 juga melakukan pengamanan. Misalnya saja yang dilakukan di Bandara Soekarno Hatta, Tangerang. Petugas melakukan pemeriksaan kepada mereka yang baru saja berkunjung dari Singapura.
Kementerian Kesehatan juga meminta dinas kesehatan provinsi dan kabupaten/kota, rumah sakit, dan puskesmas untuk mewaspadai penyakit tersebut. Kewaspadaan harus dilakukan mengingat posisi negara Singapura dekat dengan Indonesia. ”Yang paling dekat dengan Singapura adalah Batam. Jadi kami imbau dinkes dan UPT Kemenkes di sana untuk waspada,” kata Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Anung Sugihantono.
Berdasarkan data Sistem Karantina Kesehatan (Sinkarkes) dari Januari hingga 10 Mei 2019, kedatangan kapal ke Indonesia terbanyak adalah dari Singapura, yakni 18.176 kapal. Di samping itu, penerbangan dari Singapura relatif cukup banyak sehingga kemungkinan terjadinya penyebaran penyakit monkeypox bisa terjadi. KKP, rumah sakit, dan puskesmas juga diminta untuk menyebarluaskan informasi tentang monkeypox kepada masyarakat. Anung menambahkan untuk mereka yang memberikan layanan kesehatan diminta menggunakan alat pelindung diri seperti masker dan sarung tangan.
Laporan: Abdul Halikurrahman, Jawapos/JPG
Editor: Yuni Kurniyanto