Potensi Wabah DBD di Kalbar Sangat Tinggi

ilustrasi - net

eQuator.co.id – PONTIANAK-RK. Wabah penyakit demam berdarah dengue (DBD) terjadi di beberapa daerah Indonesia. Ada 10 provinsi menjadi peringkat tertinggi rawan DBD. Tahun ini, Kalimantan Tengah dan Kalimantan Timur masuk dalam sepuluh besar.

Menurut Plt Kepala Dinas Kesehatan Kalbar drg Harry Agung, tahun 2017 dan 2019, kasus DBD di Kalbar termasuk tinggi. Secara statistik polanya sama. Di awal tahun masih sedang dan Februari -Maret turun. “Kemudian April naik, Mei turun, Oktober sampai Desember cukup tinggi,” katanya ketika ditemui di ruang kerjanya, Jumat (8/2).

Harry mengatakan, yang dikhawatirkan data statistik 10 tahun terakhir ini. Tahun 2014, jumlah kasus DBD di Kalbar sangat tinggi. Tahun ini potensi kasus DBD di Kalbar juga meningkat tinggi.

“Dari 2009 kemudian 2014 itu luar biasa tingginya jumlah kasus di Kalbar,” ujarnya.

Kemudian yang patut diwaspadai, apa disebut dengan siklus 3 sampai 5 tahun. Terakhir kasus DBD tinggi tahun 2014. “Berarti khawatirnya tahun 2019 potensi kasus meningkat tinggi,” jelasnya lagi.

Kendati begitu kata dia, peningkatan tersebut tergantung juga dengan iklim. Artinya, pola curah hujan. Saat ini, Kalbar sedang dalam musim pancaroba. Inilah iklim yang buat nyamuk mudah berkembang biak. “Di awal tahun 2019 ini kita harus melakukan upaya kesiapsiagaan,” lugasnya.

Berdasarkan data terakhir Dinkes Kalbar, ada 291 kasus DBD sepanjang Januari 2019. Angka itu tidak jauh berbeda dengan Januari 2018 dan 2017. Dari 291 kasus itu merenggut tiga nyawa. Yaitu di Kabupaten Sanggau, Ketapang, dan Kapuas Hulu. “Kematian kasus DBD kebanyakan keterlambatan penolongan di rumah sakit,” ucapnya.

Harry mengatakan, saat ini masih banyak masyarakat yang belum paham gejala penyakit yang disebabkan nyamuk aedes aegypti tersebut. Justru batuk pilek sekarang bisa menutupi dan trombosit turun. Sehingga keterlambatan membawa ke fasilitas kesehatan (faskes) inilah yang kemudian menyebabkan masuk ke masa krisis.

“Ketika mulai turun demam itu, justru masa kritis. Artinya bukan berarti sehat,” pungkasnya.

Dia mengimbau para orangtua, jika anaknya demam harus berpikir ada kemungkinan DBD. Segera bawa ke puskesmas. “Sesegera mungkin, sehingga bisa dideteksi secara awal,” pesannya.

Ia menuturkan kasus DBD tertinggi di Kalbar terjadi di Kabupaten Ketapang. Jumlahnya 100 kasus. Kemudian Kabupaten Kubu Raya 34 kasus. Selanjutnya Kabupaten Mempawah 24 kasus. Selebihnya ada yang belasan dan di bawah sepuluh.

“Meskipun dibanding Desember jumlahnya menurun, Oktober 519 November 843. Bulan Desember 933 kasus memang turun tapi sama dengan pola awal tahun 2017 dan 2018,” bebernya.

Harry mengatakan, memang harus ada upaya penangan sejak awal di tahun 2019. Pertama dengan memberi informasi sebanyak-banyaknya kepada masyarakat bagaimana upaya pencegahan. Agar bisa menekan kasus DBD ini. “Informasi ini harus disampaikan seluas-luasnya,” imbuhnya.

Bukan hanya orang kesehatan, tapi semua pihak harus bergerak. Baik melalui media massa atau apapun. “Supaya masyarakat paham ada masalah lingkungan dan perilaku yang kemudian bisa diubah untuk menekan kejadian DBD,” papar Harry.

Selain itu, melakukan gerakan massal. Baik komunitas pendidikan, kelompok masyarakat atau sektor lain. Gerakan masyarakat ini tujuannya untuk mengubah perilaku dan lingkungan.

Contohnya yang sangat efektif adalah gerakan 3M. Yaitu menguras tempat penampungan air. Minimal satu minggu sekali. Kemudian menutup tempat-tempat penampungan air. Untuk mengurangi potensi nyamuk bertelur. Terakhir mengubur atau mendaur ulang semua barang-barang yang memungkinkan nyamuk berkembang biak. “Nyamuk itu berkembang biang di air yang tidak bersentuhan langsung dengan tanah,” katanya.

Masyarakat juga bisa berupaya mencegah gigitan nyamuk. Karena Aktivitas utama nyamuk aedes aegypti pagi dan sore menjelang magrib. Jam-jam tersebut orangtua harus paham betul untuk mencegah anak-anak dari gigitan nyamuk. Seperti menutupi tempat tidur bayi dengan kelambu.

Kemudian anak-anak sekolah menggunakan lotion anti nyamuk. Cara lain juga bisa dilakukan. Seperti meletakkan ikan cupang dalam bak air. Dan menanam tumbuhan anti nyamuk.

“Ini upaya plus. Kemudian yang bisa kita lakukan lagi adalah memberi Abate di tempat penampungan air setiap 3 bulan sekali,” tuturnya.

Jika masyarakat secara serentak melakukan upaya tersebut. Ia yakin kasus DBD di Kalbar bisa dikurangi. Sebaliknya, jika tak dilakukan menjadikan potensi terjadinya wabah DBD.

Nyamuk Aedes aegypti punya kemampuan terbang sekitar seratus meter. Setelah dia menggigit kepada penderita DBD bisa menggigit orang lain dengan jarak cukup jauh. “Inilah gerak kita yang harus masif,” tegasnya.

Di samping upaya pencegahan tadi memang harus ada kesiagaan di sisi fasilitas kesehatan. Salah satunya melakukan upaya peningkatan tata laksana penanganan kasus DBD. Dinkes Kalbar memberikan instruksi ke kabupaten/kota untuk penguatan tata laksana penanganan kasus DBD dari Puskesmas ke rumah sakit.

Kemudian memantau tren kasus DBD. Segera harus dilaporkan kepada dinas atau wilayah pasien itu berasal.

“Akan dilakukan tindakan tambahan. Karena kalau sudah satu yang kena akan dipantau di wilayahnya tersebut. Langsung dialkukan foging. Ini harus cepat. Ini yang perlu kita tingkatkan,” terangnya.

Berkaitan dengan logistik. Baik obat-obatan ataupun untuk bahan foging harus siapn sedia. Untuk itu, Dinkes Kalbar sudah over stock. “Jika Dinkes kabupaten/kota kekurangan bahan larvasida baik bahan kimia foging. Stok kita cukup,” tuturnya.

Selanjutnya, yang perlu ditindaklanjuti kabupaten/kota adalah revitalisasi pokjanal DBD. Di provinsi ada lintas sektor. Harus diaktifkan sampai ke kecamatan dan desa. Karena ini adalah gerakan massal sektor lain harus ikut andil.

“Kita akan mengumumkan ini baik dari media. Begitu juga di Dishub akan membantu memberi limflet di pelabuhan dan armada-armada. Kemudian mahasiswa sudah siap berkomitmen turun ke lapangan,” paparnya.

Ia mengatakan, Dinkes Kalbar juga akan melakukan program satu rumah Jumantik (pemantau jentik). Setiap rumah harus ada diberi tugas untuk melihat apakah tempayan dan bak air ada jentik atau tidak. Kalau semua ini dilakukan masyarakat peduli ini akan berjalan dengan baik.

“Ini program strategis yang akan kami gaungkan secara terus menerus. Mudah-mudahan sepanjang tahun 2019 ini masyarakat Kalbar tidak mengalami peningkatan kasus DBD,” demikian Harry.

 

Laporan: Rizka Nanda

Editor: Arman Hairiadi